Karenanya, perempuan dan laki-laki yang mau menikah dituntut kedewasaan dan kebijaksanaannya. Mereka harus menyamakan persepsi, visi, dan misinya. Jangan sampai juga wanita sudah bekerja di luar tapi masih dimbruki pekerjaan rumah. Perempuan juga jangan karena merasa sudah bekerja dan mendapatkan uang sendiri lalu tidak mau tahu urusan rumahnya.
Seorang suami, menurutku, harus bisa melindungi istrinya dari hal-hal semacam ini. Bagaimana dia meyakinkan mertuanya bahwa istrinya ikut dengan dia adalah keputusan terbaik?
Aku ingat ketika ada saudara yang membujuk bapakku untuk menyuruhku bekerja kembali di Rumah Sakit. Namun bapakku menjawab, "sekarang kan dia sudah punya suami. Itu sudah jadi urusan dia sama suaminya. Nggak usah ikut-ikut. Yang penting jangan sampe dia mati kelaperan aja."
Ketika ditanya apakah bapak nggak sayang sudah menyekolahkan aku setinggi itu tapi cuma berakhir di rumah, "dia disekolahkan kan supaya dapet ilmu. Nggak masalah mau kerja kayak apa juga. Tapi kalau dia masih goblok baru masalah."
Namun tidak semua perempuan seberuntung diriku. Dan tidak semua orang sebijaksana ayahku. Ada orangtua yang menganggap dana pendidikan anak itu adalah investasi. Orangtua menyekolahkan anaknya dengan ekspektasi anaknya akan bekerja dan mendapatkan uang. Semakin banyak dana yang dikeluarkan, semakin tinggi ekspektasi uang yang didapat anaknya.
Padahal menurut bapakku, enggak gitu. Betul, pendidikan adalah jual beli. Bapak mengeluarkan biaya pendidikanku untuk ilmu dan pengalaman yang aku dapat saat menempuh pendidikan. Nah di situlah letak jual belinya: uang dengan ilmu yang didapat. Urusan gaji yang didapat saat bekerja, itu lain lagi.
Dalam ulasan buku Astrofisika Untuk Orang Sibuk, aku sempat memaparkan bahwa kita bisa belajar bijaksana dengan mempelajari astrofisika. Kita bisa bersikap rendah hati dan toleransi dengan mengetahui bahwa kita mungkin hanya butiran debu di jagad raya ini.
Seorang ibu yang berilmu, seharusnya mampu menjelaskan dunia yang lebih luas daripada perkara uang pada anaknya. Ibu yang berpendidikan tinggi aku yakin tidak akan membiarkan anaknya menepuk dada dan berkata, "harga gue lebih dari 8 juta sebulan karena gue lulusan UI." Orang yang mendalami ilmu pengetahuan, akan sadar bahwa UI bukan satu-satunya Universitas di Indonesia.
So, menurutku yah, selama seorang perempuan sudah bersepakat dengan suaminya mau bagaimana mereka menjalani kehidupan rumah tangganya, orang yang di luar rumah sebaiknya tidak perlu ikut campur. Biarkan perempuan menjalani perannya dengan kesadaran penuh.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H