Pak Walikota tertegun. Kata-kata Hakim Sarmin seolah menyadarkannya.
"Lagipula, apakah saya perlu mengingatkan Anda bagaimana Anda bisa duduk dan menjabat menjadi walikota sekarang ini?" tanya Hakim Sarmin lagi dengan muka serius.
Pak Walikota terdiam. Dia tidak bisa membantah lagi. Pak Walikota sadar tidak bisa menuntut keadilan apapun karena dia juga pelaku ketidakadilan dan sudah memanipulasi hukum.
Sembari berbincang-bincang tadi, Hakim Sarmin diam-diam mengambil tali dan melilitkan ke tubuh Pak Walikota. Tiba-tiba dengan sekali gerakan, Hakim Sarmin sudah menjerat tali ke leher Pak Walikota hingga Pak Walikota gelagapan, merontan, namun tak berdaya. Di sebelahnya terlihat sekertaris walikota menyaksikan kejadian itu sambil memicingkan mata dan mengepalkan tangan. Sekertaris walikota merasa ngeri. Hakim Sarmin dengan seringai dingin makin kuat menjerat leher Pak Walikota yang makin lama makin melemah. Hakim Sarmin baru melepaskan jeratannya setelah Pak Walikota tidak melakukan gerakan perlawanan lagi. Pak Walikota bahkan sudah tidak bernafas.
Hakim Sarmin lalu menengok ke arah sekertaris walikota yang bermuka pucat pasi.
"Kau bukan orang yang harus dihabisi. Tapi ada baiknya kalau kau diamankan," kata Hakim Sarmin.
Sekertaris walikota tidak menjawab. Dia hanya terdiam. Sepertinya dia masih syok melihat kejadian tadi. Komandan Kuncoro pun dengan sigap menuntun sekertaris walikota keluar dari ruangan itu.
"Kita akan mempersiapkan masa depan yang baru," kata Hakim Sarmin.
Dr. Putra dan Pak Panjaitan membungkuk dan memberi hormat pada Hakim Sarmin.
(Tamat)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H