Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Muslihat Hakim Sarmin 13] Akhir Cerita

8 Mei 2019   03:55 Diperbarui: 8 Mei 2019   04:29 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerita bersambung ini diadaptasi dari naskah pertunjukan Agus Noor berjudul Hakim Sarmin

Hakim Sarmin berdiri di aula Pusat Rehabilitasi dengan senyum yang mengembang. Dih hadapannya berdiri dr. Putra, Pak Panjaitan, dan Komandan Kuncoro yang mengenakan ikat leher yang berasal dari janur kuning. Mereka memandangi Pak Walikota dan sekertarisnya yang terikat di kursi.

"Anda nampak sehat, Pak Walikota," sapa Hakim Sarmin.

"Kau benar-benar kelewatan, Hakim," kata Pak Walikota melihat Hakim Sarmin dengan tatapan yang tajam.

Hakim Sarmin mengangkat bahunya dengan jenaka.

"Walaupun kita berdemokrasi, tapi di dalamnya kita masih menggunakan politik dinasti. Karena itulah yang menjadi walikota selalu berasal dari keluarga Anda," kata Hakim Sarmin. "Saya paham. Kekuasaan karena keturunan sepertinya sudah menjadi budaya sehingga walaupun berdemokrasi, orang yang berkuasa tetap itu-itu saja."

"Apa yang sebenarnya kau inginkan?" tanya Pak Walikota.

"Aku menginginkan revolusi!" jawab Hakim Sarmin dengan tegas. "Harus ada perubahan di setiap kota di negara ini agar yang memimpin adalah pemimpin yang sungguh-sungguh mampu memimpin. Bukan karena keturunan atau kekayaan."

"Haruskah kalian melakukan ini padaku?" tanya Pak Walikota lagi. "Kita punya hukum. Kalian bisa mengadukanku ke pengadilan."

"Pengadilan?" tanya Hakim Sarmin sambil tertawa terbahak-bahak. Dia seperti geli sekali mendengarkan pernyataan Pak Walikota." Maaf Pak Walikota. Tapi ini pernyataan Anda lucu sekali. Tidak kah Anda sadar, Anda sedang berbicara pada hakim?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun