Cerita bersambung ini diadaptasi dari naskah perrtunjukan Agus Noor berjudul Hakim Sarmin
Para pasien hakim itu bergerak menyerupai zombie yang berjalan, mengepung Hakim Ngatiman yang terlihat ketakutan. Sepertinya, hal yang mengerikan akan terjadi. Para pasien itu, seolah-olah akan merajang dan mencabik Hakim Ngatiman. Setiap pagi, para pasien Hakim dikumpulkan di aula terbatas untuk mengikuti kegiatan bersama.
"Cukup," teriak Hakim Sarmin yang sejak tadi sibuk menyendiri tidak ikut mengeroyok Hakim Ngatiman.
Para pasien hakim itu kemudian berubah bersikap wajar, tidak lagi terlihat seperti orang gila. Mereka rileks. Tinggal Hakim Ngatiman yang masih bengong dan gemetaran seperti orang yang terkena guncangan jiwa.
"Udah," kata hakim yang berkacamata bingkai kotak, bernama Hakim Lupin, sambil mencolek Hakim Ngatiman. "Cukup acting-nya..."
Hakim Ngatiman langsung santai dan rileks. Ia merasa lega. Setelah menarik nafas panjang dan menghembuskannya beberapa kali, Hakim Ngatiman kemudian mendekati Hakim Sarmin dan menjabat tangannya. Hakim Sarmin pun menyambut Hakim Ngatiman dalam rangkulan layaknya sahabat yang sudah lama tidak bertemu.
"Apa kabar, Pak Ngatiman?" tanya Hakim Sarmin.
"Alhamdulillah, saya baik Pak Sarmin," jawab Hakim Ngatiman.
"Bagaimana dengan kawan-kawan di luar sana?" tanya Hakim Sarmin.
"Saya berhasil meyakinkan kawan-kawan kita," jawab Hakim Ngatiman lagi. "Tapi masih ada segelintir kawan yang belum memahami apa yang sebenarnya ingin diperjuangkan oleh Hakim Sarmin."