Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

[Muslihat Hakim Sarmin 4] Mufakat Gelap

27 Maret 2019   09:39 Diperbarui: 27 Maret 2019   09:47 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber gambar: pxhere.com

"Itu biasa dalam revolusi, Pak Ngatiman," kata Hakim Sarmin sambil menerawang. "Selalu ada pecundang yang tidak memahami perjuangan. Mereka tidak mengerti, bahwa saya melakukan semua ini demi bangsa dan negara."

Sementara Hakim Sarmin dan Hakim Ngatiman berbincang, para hakim yang lain mulai mendengarkan dan menyimak kata-kata Hakim Sarmin. Suasana aula itu, kini mirip dengan rapat gelap pergerakan.

"Sejak awal saya sudah menyadari," kata Hakim Sarmin. "Perjuangan ini tidak mudah. Saya tidak hanya dihujat oleh orang banyak tapi juga oleh kawan-kawan saya sendiri. Saya korbankan semua yang saya miliki. Reputasi, karir, dan nama baik saya. Ketika saya dianggap gila dan dimasukkan dalam Pusat Rehabilitasi ini, awalnya saya merasa marah karena diperlakukan secara tidak adil. Namun saya harus ikhlas dan legowo. Ini adalah cara untuk melakukan revolusi keadilan. Dengan dianggap gila, saya memperoleh kesempatan untuk memperjuangkan keadilan sejati."

Hakim Sarmin kini tak hanya berbicara pada Hakim Ngatiman. Hakim Sarmin seperti berorasi pada seluruh Hakim yang ada.

"Revolusi mental tanpa revolusi hukum adalah omong kosong. Hukum adalah ruh dari revolusi. Kita harus membangkitkan ruh dalam revolusi yang saya cita-citakan. Revolusi ini akan memberikan keadilan kepada setiap orang. Itu sebabnya, revolusi mental tidak hanya butuh kerja. Kita butuh bergerak!" kata Hakim Sarmin dengan tegas.

Para hakim mendengarkan Hakim Sarmin dengan khusyuk sehingga tidak menyadari bahwa ada yang diam-diam memandangi para hakim itu.

"Tapi bagaimana kalau masyarakat benar-benar menganggap kita gila?" tanya Hakim Ngatiman.

"Begini, bray," kata Hakim Sarmin sambil merangkul Hakim Ngatiman. "Kalau ada hakim yang gila, pasti karena dia hidup di tengah masyarakat yang gila. Hukum itu cerminan masyarakatnya. Kalau hakimnya gila, sudah pasti masyarakatnya lebih gila lagi. Namun kita tidak akan bisa membangun masyarakat yang baik tanpa hukum yang baik. Inilah yang kita perjuangkan dalam revolusi kita."

Di tengah kuliah Hakim Sarmin, tiba-tiba seorang hakim berteriak, "OTeTe...."

Langsung para hakim itu serempak menjadi pasien yang berperilaku ganjil dengan tingkah polahnya sendiri-sendiri. Tak berapa lama, muncul seorang suster muda yang menyeret-nyeret Suster Tina.

"Ini ada apa Suster Imelda?" tanya Suster Tina dengan nada tidak senang. "Saya sedang sibuk..."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun