Rung memandang keluar jendela. Hujan masih menyisakan rintiknya walaupun sinar matahari sore sudah memenuhi kamar Rung. Rung terpesona dengan sesuatu yang melengkung di atas Perbukitan Barat. Lengkungan itu tidak terlihat nyata seperti awan atau bukit. Walaupun lengkung itu terdiri dari berbagai macam warna, namun lengkung itu samar dan nampaknya transparan agak pekat. Seperti plastik gelatin yang sering digunakan ibunya untuk membungkus sosis.
Tiba-tiba, seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Rung, kamu sudah siap?" tanya Ibu Rung.
Rung menoleh ke belakang. Nampak kepala ibunya yang melongok ke dalam kamarnya. Rung kemudian mengangguk pada ibunya.
"Kamu sedang apa, Rung?" tanya ibu Rung.
Rung kembali menghadapkan wajahnya di jendela dan matanya berfokus pada lengkung transparan berwarna-warni itu.
"Lengkung itu pelangi kan, Bu?" Rung bertanya balik pada ibunya sambil menunjukkan lengkung transparan yang sedari tadi dilihatnya.
Ibu Rung melihat arah yang ditunjuk oleh Rung. Kemudian beliau menganggukkan kepalanya. Ini kali kedua Rung melihat pelangi. Pertama kali Rung melihat pelangi adalah ketika ayahnya meninggal.
Dua tahun lalu, saat Rung masih berusia 4 tahun, Rung terbangun dari tidurnya dalam kondisi banyak orang di rumahnya. Saat itu, hujan deras turun. Dia melihat ibunya, yang mengenakan dress berwarna hitam, tersedu-sedu dipeluk oleh Oma. Bibi, adik Ibu Rung, memandikan Rung dan memakaikan baju hitam padanya.
Rung melihat ayahnya berbaring di sebuah peti yang penuh dengan bunga-bunga. Ayah Rung mengenakan kemeja putih yang dilapisi jas berwarna hitam. Beliau juga mengenakan celana berwarna hitam dan sepatu pantofel berwarna hitam.
Rung bertanya pada ibunya, mengapa ayahnya berbaring di peti dengan mengenakan pakaian bagus. Ibu Rung tidak kuasa menjawab pertanyaan Rung. Beliau hanya menangis sambil memeluk Rung. Rung tidak mengerti dengan apa yang terjadi. Setelah ibunya, hampir setiap orang yang mendekatinya menangis dan memeluknya.