Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Monyet di Pemakaman

2 Desember 2018   21:33 Diperbarui: 2 Desember 2018   22:20 210
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Malam ini bulan baru. Tanggal 1 kalender Jawa. Tidak ada seberkas pun sinar bulan yang terlihat. Langit cerah tanpa awan berwarna hitam. Hanya dihiasi kerlap-kerlip cahaya bintang yang seperti ketombe di rambut. Sesekali angin bertiup dan menimbulkan gemersik suara dedaunan yang bergesekan.

Seekor monyet kecil, dengan pita putih berbintik merah di atas kepalanya, berlari kencang menembus gelap malam. Dia terus berlari tanpa menengok ke belakang. Di lehernya terpasang besi yang menjerat dan terjuntai. Monyet itu mengenakan gaun berwarna merah dengan garis-garis putih. Dia terus berlari hingga mencapai sebuah gapura kecil bertuliskan 'Tempat Pemakaman Umum'. Dia kemudian duduk di belakang gapura sambil mengatur nafasnya.

Seekor burung hantu yang sedang bertengger di pohon kamboja di depan gapura, menyapa monyet kecil itu.

"Monyet kecil, apa yang kamu lakukan di sini?" tanya burung hantu.

"Aku sedang berlari dari manusia yang selalu menyuruhku menari," kata monyet kecil itu masih terengah-engah.

"Kamu datang di tempat yang salah," kata burung hantu. "Tempat ini lebih menyeramkan daripada manusia yang selalu menyuruhmu menari. Sebaiknya, kamu segera pergi."

"Tidak ada yang lebih menyeramkan daripada manusia," sanggah monyet kecil itu.

"Aku sudah memperingatkanmu," kata burung hantu.

Burung hantu memejamkan matanya dan tetap diam di tempatnya. Sedangkan monyet kecil berusaha melepas baju dan rantai yang membelenggu tubuhnya. Tiba-tiba, hawa dingin merasuk tubuh Si Monyet Kecil sampai ke sumsum tulangnya. Monyet itu merasa menggigil. Dari tubuhnya keluar keringat dingin. Dia segera meringkuk. Tangannya, memeluk tubuhnya sendiri. Dia merasakan ketakutan yang amat sangat.

"Dia datang," kata burung hantu lirih.

Si Monyet berusaha membuka matanya yang tertutup. Namun rasa takut masih menyelimuti dirinya.

"Dia siapa?" tanya monyet.

Burung hantu tidak mengeluarkan suara.

Beberapa saat kemudian, terdengar suara kasak-kusuk yang samar. Monyet berusaha menajamkan telinganya. Mendengarkan apa yang sedang terjadi sambil berusaha melawan rasa takutnya. Tiba-tiba dia mendengar manusia berteriak dari kejauhan.

"Pocooooonnnngggg...."

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun