Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Yang Terpisah oleh Jalan Raya

6 Agustus 2018   12:38 Diperbarui: 6 Agustus 2018   12:59 426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak melihat tempat sampah di sudut rusun yang Bapak tempati?" tanya Jonathan.

Pak Parjo mengangguk. Tempat sampah besar yang ditunjuk Jonathan adalah tempat penghuni rusun membuang sampahnya. Setiap 3 hari, akan ada petugas yang mengambilnya dengan truk lalu membawanya entah kemana.

"Bapak lihat taman yang baru saja Bapak bersihkan?" tanya Jonathan.

Sekali lagi Pak Parjo mengangguk.

"Segala ketimpangan yang dibatasi oleh jalanan ini, nampaknya membuat banyak tetangga Bapak tidak senang," ujar Jonathan. "Tapi mereka tidak tahu harus melampiaskan kemana. Jadi ya bapak yang menjadi sasaran mereka."

Pak Parjo terdiam. Jonathan benar. Sering Pak Parjo berkhayal tinggal di apartemen tempatnya bekerja. Apartemen itu, walaupun sebenarnya sama saja dengan rusun tempatnya tinggal, namun sepertinya memberikan kesan nyaman. Nampak luarnya saja indah dipandang. Dalamnya apalagi. Sedangkan rusun tempat Pak Parjo tinggal, dari luar saja yang dilihat tempat sampah dan kios-kios warung yang terkesan kumuh.

"Nak," panggil Pak Parjo. "Apakah Anak tahu, mengapa trotoar sisi apartemen dan sisi rusun berbeda? Bukankah trotoar ini ruang bersama? Semua orang boleh lewat trotoar. Tidak ada yang bilang orang kaya lewat trotoar sini dan orang miskin lewat trotoar ada."

"Trotoar sisi apartemen, mungkin dirawat oleh pengelola apartemen," jawab Jonathan berhati-hati karena dia sendiri tidak yakin dengan jawabannya.

Pak Parjo menggelengkan kepalanya.

"Kalau memang seperti itu adanya, sepertinya saya harus menerima ledekan dan sindiran dari tetangga lebih lama lagi," kata Pak Parjo. "Bahkan tempat umum seperti trotoar saja, terlihat jelas mana yang lingkungan orang kaya mana yang lingkungan orang biasa. Mungkin sebenarnya, tetangga saya menganggap saya bagian dari lingkungan orang kaya ini. Karena dari mereka saya mendapat makan. Kalau saja perbedaan yang dipisahkan oleh jalan raya ini tidak mencolok, mungkin tetangga saya tidak akan sinis."

"Bapak jangan sedih," kata Jonathan. "Orang yang sinis, selalu punya alasan untuk membenarkan sikap mereka."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun