"Sebaiknya komik dalam buku ini diunggah ke facebook gak ya?" tanya sang komikus pada istrinya.
"Diunggah saja. Sayang kalau yang membaca komikmu hanya orang-orang yang mau mengkoleksinya saja," jawab istrinya.
Akhirnya, sang komikus mengunggah isi buku komiknya secara bertahap.
Apakah bukunya jadi tidak laku? Sepertinya tidak juga. Melihat dari komentar orang-orang di kolom komentar laman facebook sang komikus, sepertinya komiknya tetap banyak peminatnya walaupun mereka bisa membacanya secara gratis di facebook. Yah, yang namanya rejeki gak kan kemana.
Aku ingat seorang penulis, dalam bukunya berkata bahwa perjalanan menjadi penulis itu berawal dari menulis gratis. Dia menulis gratis di blognya, kemudian lambat laun banyak yang memintanya menulis untuk media dan akhirnya dia bisa direkrut oleh sebuah media ternama. Dia juga berkata, tidak ada yang salah dengan orang yang selalu meminta bayar untuk apa yang dia tulis, tapi menulis gratis itu cara dia untuk mengasah kemampuannya.
Menulis itu adalah cara untuk membagikan buah pikir. Tentu tidak ada yang salah dengan meminta orang menghargai buah pikir kita. Namun juga tidak ada salahnya kita berendah hati saat membagikan buah pikir. Bukan semata-mata untuk mendapatkan imbalan berupa rupiah, namun kita sering bisa mendapatkan umpan balik yang lebih saat kita membagikan tulisan kita secara gratis dan membuat banyak orang bisa membaca tulisan kita.
artikel ini pertama kali tayang di ucnews.com