Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Presentasi Continuing Professional Development For Pharmacist: Patah Hati Boleh Si Ganteng

29 Oktober 2016   07:02 Diperbarui: 29 Oktober 2016   09:13 180
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Ini adalah cerita seorang mahasiswa profesi Apoteker yang sedang menjalani praktek kerja di sebuah rumah sakit swasta di kota Jogja. Ada yang tau apoteker? Ya kalau kalian tau nama yang dipasang pada papan apotek adalah nama seorang apoteker. Lainnya?
Profesi ini memang tidak populer, bahkan Ian MacKillop seorang apoteker di Inggris menulis di forum sebuah website di internet bahwa perlu ada tokoh superhero yang berprofesi sebagai apoteker untuk memperkenalkan profesi ini.

Walaupun tidak populer, bukan hal mudah untuk menyandang gelar apoteker. Pertama, kita harus lulus dulu menjadi sarjana farmasi dengan menghadapi bertumpuk laporan praktikum, berlembar-lembar tugas pribadi, dan banyak presentasi kelompok. Saking tidak mudahnya menjadi sarjana farmasi, ada artikel yang menyebutkan bahwa jurusan farmasi adalah jurusan kuliah paling sulit ke 3 di Indonesia setelah kedokteran dan matematika. Setelah menjadi sarjana farmasi, kita harus sekolah lagi dalam program studi profesi apoteker yang isinya adalah tutorial dan praktek kerja.
***

Salah satu tugas yang harus kami lakukan dalam praktek kerja di rumah sakit adalah melakukan presentasi Continuing Professional Development (CPD). Mekanisme presentasinya, apoteker senior penanggung jawab pelayanan informasi obat akan menentukan tema presentasi, seorang apoteker magang akan menyajikan kasus dan melontarkan pertanyaan, dan sekelompok apoteker muda akan menjawab pertanyaan yang dilontarkan itu dengan membedah guideline suatu pengobatan atau sebuah jurnal yang terbaru.

Tentu saja presentasi ini disiapkan tidak mendadak dangdut. Beberapa hari setelah perkenalan kami dengan tugas yang harus dikerjakan selama kami praktek kerja di rumah sakit, apoteker senior sudah menentukan dan mengumumkan tema yang akan diangkat dalam setiap presentasi. Jauh hari sebelum tiba giliran presentator tampil, apoteker magang seharusnya sudah menyampaikan kasus yang akan ditampilkan dan pertanyaan yang akan diajukan sehingga kelompok apoteker muda punya cukup waktu untuk mencari guideline atau jurnal yang akan digunakan untuk menjawab pertanyaan.

***

“Asyik… aku dapet partnernya yang ganteng…” teriakku ketika diumumkan pembagian kelompok presentasi CPD dan penyaji kasusnya.
Penyaji kasusku adalah Mas Putra. Seorang apoteker magang yang sebetulnya baru seminggu lagi diambil sumpah sebagai apotekernya. Mas Putra adalah satu-satunya penyaji kasus yang cowok. Sebetulnya ada satu apoteker magang lagi yang cowok, tetapi beliaunya tidak mendapat tugas untuk menyajikan kasus dalam CPD kali ini.

Kelompok presentasi CPDku terdiri dari 3 orang. Aku, Lela, dan Vicki. Lela ikut euphoria karena dapat penyaji kasusnya yang ganteng sedangkan Vicki tidak memberikan reaksi apapun.
Seseorang dari kelompok lain lalu nyeletuk, “Putra itu jahat tau, Mei.”
“Masak? Orang ganteng itu gak mungkin jahat,” kataku. “Di cerita walt Disney, pangeran baiknya pasti ganteng. Coba liat…”

“Kamu kebanyakan baca dongeng ih,” komentar Nila, anak kelompok sebelah. “Kamu sekali-sekali nonton sinetron makanya. Jangan baca dongeng mulu. Kalau di sinetron orang yang ganteng itu nakal, playboy, dan gak pinter.”
“Ih, apaan sih…”sanggahku.
Di pojok lain, ada kelompok lain yang sedang terdiam.

“Kamu kenapa, Pras?” tanya Vicki pada kelompok tersebut yang beranggotakan Pras, Nada, dan Nira.
“Aku penyaji kasusnya si Mbak Lala,” Jawab Pras. “Aku kenal tau orang ini. Orangnya agak aneh gitu. Dan gak asyik lah pokoknya. Tukeran penyaji kasus yuk, Vick. Kelompokmu sama mbak Lala, kelompokku sama Mas Putra.”
“Gak ada!” sergahku. “Mas Putra punya aku! Jangan dituker-tuker.”
Tiba-tiba Pras sudah berada di depanku dan menepuk mukaku.
“Lebai!”

***

“Ah, kalian ini. Aku gak bisa kerja cepet-cepet gini. Aku biasanya kalo kerja mepet deadline. Gak bisa mikir aku kalo kayak gini,” Kata Mas Putra ketika aku paksa dia untuk menelaah kasusnya.
Sebelum hari ini, ketika ditanya dia selalu menjawab, “Aku belum menelaah kasusnya dengan seksama. Garis besar kasusnya sih gini...”
Ya tolong donk… Hari-hari ni terus bergulir mendekati hari H presentasi. Terus dia kalau ditanyain jawabannya gak pasti gitu, gimana aku bikin presentasinya. Emang bikin presentasi bisa pake simsalabim trus jadi?
“Ya kali, kalo Mas ngerjainnya mepet deadline. Kami kerja kapan?” tanyaku retoris sambil sibuk mainan laptopku. Padahal gak tau ngapain. Aku kalau lagi sebel jadi males mau ngapa-ngapain. Kalo gak demi ngerjain presentasi ini, males aku deket-deket orang yang gak tanggung jawab ini.

“Ya udah intinya kasusnya kayak gini lah. Trus pertanyaanku kemarin dah kejawab blom?” Tanya Mas Putra.
“Udaaahh…” Jawabku penuh semangat. “Ni, guidelinenya di sini, kalo ternyata dia pas awal serangan dikasihnya aspilet, berarti udah sesuai dengan guidelinenya. Trus yang pertanyaanmu tentang penggunaan clopidogrel, ada di jurnal pendukung yang ini, jadi, bisa juga digunakan kombinasi pengencer darah,”

Aku mengibarkan kertas jurnal yang sudah aku semediin semalaman.
“Gak ah, pertanyaannya bukan itu,” Kata Mas Putra sambil membaca kertas jurnalku.
“Kok bukan itu? Kan kemarin aku udah SMS sampai 2 kali, dan katamu pertanyaannya itu, gak akan diganti lagi,” kataku sambil membelalak.
Yang bener aja dia ni. Selain tidak bertanggung jawab dia juga gak konsisten, coba! Tuhan, ada orang kayak gini?

“Lah, kamu dah nemu jawabannya gitu. Ngapain aku nampilin pertanyaan itu kalo kamu udah tau jawabannya,” Kata Mas Putra berlagak gak punya dosa. “nih, pertanyaannya ganti ini…”
Dan selain tidak bertanggung jawab dan tidak konsisten, dia ternyata orang egois!
Ish… aku kesel banget sama mas Putra. Saat itu aku memang hanya memandangi layar laptopku tapi di benakku, aku nglipet-lipet mas Putra ini, lalu aku masukin dalam plastik trus dibentuk bola trus aku tendang sampe ke Timur Tengah sana trus dia ketemu sama penyihir Jafar trus diubah deh jadi kodok trus dimakan sama ular di padang pasir.

“Eh, udah lohor ni. Kamu solat gak?” Tanya mas Putra.
“Solat donk.” Jawabku singkat.
“Kamu biasa makan dimana?” Tanya Mas Putra. “Habis ini solat trus makan yuk, di kantin?”
“Gak ah,” tolakku. “Aku gak mau makan sama Mas Putra.”
Kata orang, mas Putra ini emang ramah dan suka mengajak semua orang untuk makan siang. Ini yang aku maksud dulu, kalo orang ganteng gak mungkin jahat. Ternyata, orang ganteng yang ini nyebelin dan suka seenaknya sendiri. Aku lagi kesel juga, jangan aku jadi gak enak makan gara-gara bareng ma dia.

Setelah memberesi barang-barangku, aku lalu keluar dari ruang belajar di gedung rekam medis dan pergi ke basecamp.
“Knapa mukamu, Mei?” Tanya Pras ketika aku sampai di basecamp.
“Aku kesel sama Mas Putra…” Kataku. “Dia, bisa-bisanya bilang, ‘kalo kamu tau jawabannya ngapain aku tanya.’” Aku lalu menceritakan kekesalanku pada Mas Putra ke teman-teman yang lain.
“Kayaknya dulu ada yang bilang, deh. ‘asyik, aku dapet yang ganteng…’” sindir seorang teman.
“iya, pas mau diajak tukeran, Si Mei bilangnya, ‘gak mau, mas Putra punyaku…’” kata teman yang lain lagi.

“Pas dibilang Mas Putra tuh jahat lho, dia bilangnya, ‘gak mungkin orang ganteng jahat.’” Kata teman yang lain lagi.
Aku jadi malu sendiri. Iya sih, kemarin sebelum ngerjain presentasi dan sebelum tau Mas Putra bisa semenyebalkan ini, aku ngomong seperti yang mereka katakan. Gak ada yang memungkiri kalau dia itu ganteng tapi mana aku tau kalo dia bisa seperti itu. Sekarang setelah aku tau kenyataannya, sesak lah hatiku ini.
“Ih,, ya udah sih…”kataku memotong ledekan mereka. “Aku kan sekarang menyesal.”

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun