Mohon tunggu...
Meita Eryanti
Meita Eryanti Mohon Tunggu... Freelancer - Penjual buku di IG @bukumee

Apoteker yang beralih pekerjaan menjadi penjual buku. Suka membicarakan tentang buku-buku, obat-obatan, dan kadang-kadang suka bergosip.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Membangun Karakter Remaja Melalui TBM

25 Juli 2016   10:14 Diperbarui: 25 Juli 2016   10:25 80
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
dokumentasi pribadi. Dika yang memakai baju putih lengan biru

Dika pun belajar menjadi sosok yang bertanggung jawab. Suatu hari pernah juga, aku dan Pak Wildan mengajak anak-anak itu main ke Cihampelas Walk, Mall yang sangat happening di Bandung. Sepanjang kami berjalan-jalan mengitari mall, DIka sibuk menghitung jumlah anak-anak yang ikut takut ada yang tercecer.

Dika dan teman-temannya adalah sosok remaja yang sederhana. Di Cihampelas Walk, mereka memang melihat berbagai macam barang tetapi mereka tidak terlihat tergiur oleh barang-barang yang harganya banyak itu. Malahan, salah satu dari anak tersebut berkata, “Barang-barang yang ditawarkan disini kebanyakan sebenarnya bukan barang-barang yang dibutuhkan tetapi barang-barang yang seolah-olah dibutuhkan. Kebanyakan buat gaya atau pingin-pingin.”

“Iya. Cuma ilusi.” Sambung Dika.

Mereka lalu bercakap-cakap tentang barang yang dibutuhkan dan diinginkan. Sedangkan pikiranku melayang ke rumah dimana jam tangan yang jumlahnya lebih dari satu teronggok. Aku cuma butuh satu jam tangan, sisanya? Aku pingin punya soalnya bentuknya lucu. Kayaknya aku yang harus belajar dari mereka.

Saat aku hendak pulang, Pak Wildan datang. Aku kembali duduk untuk mengobrol sebentar dengan Pak Wildan. Saat itu aku mendengar Pak Wildan meminta Dika untuk bersiap-siap karena besok Dika ada pembinaan di Salman ITB, tempat yang selama ini memberikan Dika beasiswa prestasi. Selain memiliki sifat yang baik, Dika juga merupakan anak yang pintar secara akademik.

Jeng saha? Pak Wildan sanes?” tanya Dika.

Urang rek ka Cipongkor, Dika. Ngke sareng Mang Pian nya. Sareng saha deui ngke…” kata Pak Wildan menjelaskan bahwa besok Dika tidak ke ITB bersama pak Wildan.

“Ah, kecewa urang jeng Mang Pian.” Gumam Dika.

“Kecewa kenapa? Gak boleh gitu, Dika. Kamu kemana-mana yang anter Mang Pian lho…” kataku.

Mang Pian adalah supir angkot yang selalu disewa oleh Pak Wildan bila TBM punya acara untuk pergi-pergi dengan banyak orang.

“Habis Teh, kemarin kan aku jaga stand TBM di kantor KBB sampe jam 9 malem. Mang Piannya gak dateng-dateng. Padahal udah janjian. Dihubungi gak bisa Mang Piannya. Mana tau sendiri kantor KBB kayak gitu, gelap, sepi, gak ada angkot. Tiba-tiba jam 10 SMS baru jalan dari Ciroyom. Sampai di kantor KBB jam brapa coba? Jam 11 malem. Sampe di rumah udah lebih malem lagi, jam 12 lebih.” Cerita Dika menggebu-gebu tanpa bisa dipotong. Kantor KBB adalah kantor pemerintahan Kabupaten Bandung Barat yang beberapa waktu lalu mengadakan pameran sekolah dan komunitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun