"Cinta adalah nikmat terindah yang patut disyukuri oleh hamba-Nya, tidak diperkenankan seseorang mengatas namakan cinta bila tak ada niat untuk memiliki"
Ungkapan sakral itu kembali bermain di gendang telinga Arin, pada suatu hari saat Arga lelaki pencuri hatinya menyatakan tulus perasaannya. Hanya tatapan haru dan anggukan penuh arti mewakili kata-kata yang tak mampu terucap dari bibir Gadis itu, tanpa diminta Ia pun menanam niatan yang sama, mengarungi mahligai rumah tangga dalam janji setia.
"Terimakasih, Ar. Seperti kamu aku akan selalu menjaga kebersamaan ini, semoga Tuhan kan merestui ikhtiar kita. Sampai kelak kita benar-benar bersatu," ujar Arin dengan mata berkaca-kaca.
"Insya Allah sayang, akan ada kegembiraan untuk niat baik kita." Jawab Arga sembari menggenggam tangan Gadis itu erat-erat.
Segalanya terlewati begitu saja, kebersamaan yang tak ada akhir, rindu tumbuh dan hadir menitip pendar bahagia yang membunga. Di mana ada Arin di situ Arga ikut serta.
***
Suatu hari Arin dihadapkan pada sebuah dilema karena sikap adiknya, senyum-senyum sendiri kadang bengong, bahkan sering keluar rumah tanpa pamit. Ia pun berusaha mencari tahu lewat mama, tapi perempuan itu hanya menggelengkan kepala. Tak putus asa didekatinya Mery, saat Gadis kecil itu duduk sendirian di taman belakang.
"Ada apa denganmu, Mer. Sepertinya kau menyembunyikan sesuatu dari kakak!" ditepuknya pundak Mery, adik semata wayangnya, setelah beberapa hari terakhir ini  menangkap keanehan sikap Gadis itu.
"Ah ... kakak mau tahu aja, biasalah masalah hati." Jawab Mery sembari ngeloyor pergi. Arin hanya geleng-geleng kepala dibuatnya. Rasa cemas dan takut tiba-tiba menyergap, antara tanya dan rasa penasaran bergolak di dadanya.
***
Malamnya, Arin yang masih penasaran dengan sikap Mery menggeledah kamar adiknya, ketika Gadis  itu tak ada di kamar. Sesekali ia merapikan sprei yang terlihat kusut, buku-buku yang berantakan di meja belajar, baju-baju kotor tergeletak begitu saja, ia mendesah berat, setelah kemudian matanya terbelalak lebar saat menemukan selembar foto Mery berdua dengan orang yang sangat dicintainya.
"Ya Tuhan ... Arga!" Arin jatuh terduduk, ditekannya dadanya kuat-kuat. Pupus sudah harapan yang dirajut selama ini. Keindahan yang terpeta dalam benak seolah menimpakan nyeri, melemparnya dalam sakit dan luka hati.
Air mata mulai menderas tiba-tiba, secuil pun ia tak menduga, Arga laki-laki yang dikenal lembut dan penyabar seorang budaya darat, dan itu dilakukan pada saudaranya sendiri. Sekali lagi ia pandangi potret dalam genggamannya, potret yang begitu utuh menatapnya, di sisinya Mery tersenyum manja. Di bawah potret tertulis "Bogas Pelabuhan Hati" ia mengernyitkan kening, sembari mengulang nama itu dalam desis, Bogas?
"Kakak! Kenapa di sini?" suara Mery yang tiba-tiba menyentak kesadarannya, ia berbalik dan mendapati Mery menatapnya dengan amarah.
"Apa yang kakak lakukan? Lancang!" sungut Mery begitu emosi, ditariknya lengan Arin hingga Gadis itu tersungkur.
"Aku tak pernah ikut campur urusan kakak, kenapa kakak malah kepo urusan aku, menyebalkan" ucap Mery sedikit kasar.
"Sabar, Mer. Tak ada maksud kakak begitu, kita telah diperdaya, diperdaya" jawab Arin sedikit histeris. Mery melongo, belum paham apa maksud kakaknya.
"jangan berbelit-belit kak, atau kakak sengaja mencari-cari alasan?"
"Kakak bicara jujur, Mer. Jelaskan pada kakak, siapa orang ada di foto itu, siapa, Mer?" Mery gelagapan, masih tak mengerti dengan arah pembicaraan Arin.
"Bogas maksud kakak?" tanyanya sembari menunjuk foto yang dipegangnya. Arin memberi isyarat dengan anggukan.
"Kenapa, kak. Dia pacar aku. Kami baru jadian dua minggu yang lalu" ucap Mery datar, bola matanya mengerjap tanpa dosa. Wajah Arin mulai pias, tubuhnya sedikit sempoyongan kalau saja Mery tak segera menangkapnya.
"Ya, Tuhan. Mery..." ia memejamkan mata tak tahu harus bicara apa.
"Kak, ada apa, tolong jangan bikin aku tambah bingung. Kenapa dengan Bogas ..."
"Kita mencintai orang yang sama, Mery. Lelaki yang kau bilang Bogas adalah Arga, calon suami kakak"
"jangan bercanda, Kak. Aku tahu betul siapa Bogas, kakak pasti salah, kakak salah" Mery membantingkan tubuhnya di ranjang, ia masih tak percaya dengan cerita Arin. Arin memilih diam, menelungkupkan wajah di antara dua lutut, pikirannya juga bergolak dalam letupan luka kian nanah, bara api benci kian berkobar, antara dendam dan sakit hati.
Kedua Gadis itu tenggelam dalam pergolakan nyeri yang sama, sayangnya mereka tak mencoba mencari tahu siapa Arga kekasih Arin, dan siapa Bogas kekasih Mery. Mereka dua sosok berbeda yang dilahirkan dalam wujud kembar, dengan wujud sama dan karakter berbeda, biarlah waktu yang memberi jawab, bahwa kebenaran akan datang pada jalan yang semestinya.
Madura, 02052020
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H