Mohon tunggu...
Meistra Budiasa
Meistra Budiasa Mohon Tunggu... Dosen - Pemerhati Budaya dan Media

Dosen Komunikasi, Universitas Bung Karno, Jakarta.

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Kelas Menengah dan Konsumsi dalam Olahraga Lari Marathon

30 November 2017   09:43 Diperbarui: 30 November 2017   10:21 3107
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
thejakartamarathon.com

Pembedaan tersebut terimplentasikan melalui bentuk konsumsi yang mereka lakukan dan pada kasus lari ini melalui aksesoris yang mereka kenakan serta event lari yang mereka ikuti. Dari fenomena tersebutlah maka lahirlah berbagai bentuk produk olahraga yang khusus salah satunya pada olahraga lari, produk-produk tersebut mulai dari kaos kaki, kaos, celana, sepatu, jam, ikat pinggang, dan hal lainnya yang berkaitan dengan tubuh. Tubuh kemudian menjadi ruang bagi barang konsumsi tersebut sehingga secara tidak langsung kita telah menjadi industri yang berjalan dan melekat pada tubuh.

Jumlah kelas menengah yang meningkat di Indonesia yakni sekitar 56,7 persen dari jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2013 (Antara 2012) merupakan suatu tantang tersendiri bagi negara. Pada satu sisi kelompok ini menjadi penopang ekonomi negara namun di sisi lain peningkatan ini dapat menjadi persoalan utamanya pada kesenjangan dengan kelas pekerja atau bawah. Pengeluaran konsumsi yang tinggi pada kelompok menengah ini sangat rawan karena mereka rata-rata lebih banyak mengeluarkan biaya pada sektor yang bersifat konsumsi. 

Lari marathon yang berkembang belakangan di wilayah perkotaan menampilkan gambaran tersebut, meski belum ada hasil survey yang pasti namun mayoritas dari pecinta lari tersebut adalah pekerja-pekerja yang berstatus sebagai marketing, bank, dosen, asuransi, dan lain sebagainya. Ruang publik perkotaan pada akhirnya dipersiapkan untuk menampung keinginan kelompok menengah tersebut misalnya dengan memperbanyak taman-taman yang dilengkapi dengan fasilitas olahraga. 

Lari marathon dengan berbagai macam bentuk perlombaannya di seluruh dunia menjadi referensi utama dari kelompok menengah tersebut untuk ikut mensejajarkan dirinya sebagai bagian dari fenomena globa tersebut. Sementara aksesoris yang mereka kenakan mengambil referensi dari majalah-majalah, media online mengenai olahraga lari tersebut dan untuk memperkuat posisi dalam melestarikan seleranya tersebut para runners dari kelompok menengah tersebut mengikuti perlombaan marathon di manca negara. Globalisasi secara kultural telah masuk pada ranah aktivitas hobi tersebut dengan bentuk-bentuk konsumsi dan selera, sementara bila merujuk pada Arjun Appadurai bahwa model fenomena ini termasuk dalam scape sebagai arena istilah untuk menggambarkan secara lebih dalam konstruksi perspektif yang ada pada sejumlah aktor dalam berbagai konteks.

Bila merujuk pada pandangan Arjun Appadurai khususnya dalam melihat globalisasi bahwa lari marathon sebagai hobi dan konsumsi ini berkaitan dengan tecnoscape dan mediascape. Di mana keduanya memiliki dampak yang cukup signifikan pada cara pandang dan pola konsumsi kelas menengah di Indonesia ketika mengikuti aktifitas olahraga ini. Perkembangan media massa melakui iklan dan majalah-majalah khusus lari internasional menjadi referensi bagi mereka untuk mengkontruksikan diri sebagai ikon pelari. 

Dengan dukungan kemajuan teknologi informasi yakni melalui internet para pecinta lari tersebut saling berinteraksi dan kemudian mencari agenda-ageda lari baik yang bersifat lokal, nasional, dan global untuk mereka ikuti. Dengan demikian kelompok menengah tersebut memiliki imajinasi bahwa dirinya seakan-akan telah menjalani hidup sehat dan telah menjadi bagian dari gerakan hidup sehat di seluruh dunia. Lomba lari marathon dengan citranya sebagai aktifitas yang bersifat global ini kemudian menjadi ikon bagi kelompok menengah untuk meneguhkan dirinya bahwa telah menjadi bagian dari tren global. 

Bagi komunitas lokal fenomena global tersebut dinegoisasikan kedalam beragam bentuk dan wujud. Di Indonesia lari marathon menjadi sebuah event yang dapat diikuti oleh semua pihak dan kalangan masyarakat misalnya dengan membuat lomba gratis dengan peserta dari berbagai kelompok sosial. Selain itu agar eventya bisa sejajar dengan apa yang terjadi di dunia internasional tersebut maka pemerintah biasanya mengadakan event tersebut dengan mengambil lokasi di kota-kota besar dengan memanfaatkan jalan raya utama kota tersebut sebagai jalur lomba lari. 

Bila perlombaan marathon yang bersifat global tersebut diadaptasi oleh lokal menjadi kompetisi yang menampung semua kalangan masyarakat maka konsumsi diadopsi untuk melahirkan produk-produk olahraga yang bersifat lokal. Kemajuan internet dimanfaatkan oleh para pedagang lokal untuk membuat web belanja online yang khusus menjual pakaian dan aksesoris lari. Atau dengan berdirinya outlet-outlet yang secara spesifik menjual kebutuhan akan olahraga ini sehingga para pecinta lari dapat dengan mudah mendapatkan aksesoris yang mereka inginkan dengant idak perlu berpergian jauh ke luar negeri. Lari marathon pada akhirnya melahirkan imajinasi bahwa hal yang bersifat global tersebut dapat menjadi inspirasi bagi lokal untuk mengikuti fenomena tersebut. Namun di sisi lain lari marathon ini melahirkan budaya konsumsi di kalangan kelas menengah yang kemudian melahirkan sebuah gaya hidup masyarakat perkotaan yang lebih condong mengaraha kepada logika industri.

 

Penutup

Lari dan selera konsumsi kelas menengah merupakan logika yang pada masa sekarang tidak dapat dipisahkan. Keduanya saling terkait dalam kehidupan masyarakat perkotaan khususnya di kota-kota besar, globalisasi dengan berbagai bentuknya menjadi inspirasi yang kuat bagi kelompok menengah tersebut untuk mengekspresikan dirinya. Globalisasi tidak saja menjadi ruang yang homogen bagi masyarakat melainkan telah melahirkan bentuk yang beragam di kehidupan sosial masyarakat. Lari marathon telah menjadi fenomena global saat ini dan kemudian di adopsi oleh lokal dengan berbagai bentuk, namun logika industri lebih kuat pada aktifitas ini. Penelitian ini perlu dikembangkan lebih lanjut khususnya berkaitan dengan kajian konsumsi dan waktu luang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun