Mohon tunggu...
Syarafina Salsabila
Syarafina Salsabila Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

hobi bersepeda?

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Analisis Kasus dengan Perspektif Filsafat Hukum Positivisme

29 September 2024   21:15 Diperbarui: 29 September 2024   21:30 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Nama : Syarafina Salsabila

NIM : 222111374

Kelas : HES 5A - Sosiologi Hukum

Positivisme hukum adalah aliran dalam teori hukum yang menekankan bahwa hukum adalah kumpulan norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah, terlepas dari pertimbangan moral atau etika. Menurut pandangan ini, hukum harus dipahami berdasarkan apa yang ada dan berlaku, bukan berdasarkan apa yang seharusnya ada.

Kasus Hukum

Seorang ibu tunggal di Surabaya ditangkap setelah mencoba mencuri makanan di sebuah supermarket. Ibu tersebut mengalami kesulitan ekonomi setelah suaminya meninggal dunia, dan berjuang untuk memenuhi kebutuhan hidupnya serta anak-anaknya.


Dalam situasi terdesak, ia mencuri beberapa barang makanan, termasuk beras, mie instan, dan sayuran, untuk memberi makan keluarganya. Tindakan ini mencerminkan tantangan yang dihadapi banyak keluarga dalam kondisi serupa.


Kasus ini memicu diskusi tentang pentingnya dukungan sosial bagi mereka yang berada dalam kesulitan. Banyak pihak menyerukan perlunya program bantuan yang lebih efektif untuk membantu keluarga-keluarga yang mengalami kesulitan ekonomi.

Analisis Filsafat Hukum Positivisme
Filsafat hukum positivisme menekankan bahwa hukum adalah produk dari otoritas yang sah dan harus diikuti tanpa mempertimbangkan faktor moral atau sosial. Dalam kasus ini, tindakan ibu tersebut dapat dianggap sebagai pelanggaran hukum menurut Pasal 362 KUHP tentang pencurian. Hukum yang berlaku di Indonesia jelas mendefinisikan pencurian dan menetapkan sanksi untuk pelanggar. Dalam konteks ini, undang-undang tidak membedakan antara pencurian yang dilakukan dalam keadaan terdesak atau tidak. Hukum positif menetapkan bahwa tindakan mengambil barang orang lain tanpa izin adalah pelanggaran, tanpa mempertimbangkan niat atau keadaan pelaku. 

Salah satu tujuan utama hukum positif adalah memberikan kepastian hukum. Dalam kasus ini, proses hukum yang harus dilalui ibu tersebut sesuai dengan prosedur yang ditetapkan. Meskipun ada banyak diskusi tentang keadilan dan moralitas, hukum positif tetap berpegang pada fakta bahwa pencurian adalah tindakan yang salah menurut hukum. Hukum positif tidak mempertimbangkan konteks moral di balik tindakan pencurian. 

Meskipun ibu tersebut melakukan pencurian karena kebutuhan mendesak, hukum tetap memandang tindakan tersebut sebagai pelanggaran. Dalam pandangan positivisme, moralitas pribadi atau sosial tidak relevan dalam penegakan hukum. Meskipun hukum positif mengabaikan faktor moral, hakim dalam sistem hukum Indonesia memiliki wewenang untuk mempertimbangkan keadaan pelaku. Hal ini dapat dilihat sebagai pengecualian terhadap prinsip positivisme yang kaku. Dalam prakteknya, hakim bisa memutuskan untuk memberikan hukuman yang lebih ringan atau alternatif hukuman berdasarkan kondisi pelaku. 

Dalam kasus pencurian ibu tunggal ini, filsafat hukum positivisme menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam penerapannya. Di satu sisi, hukum memberikan kepastian dan kejelasan, tetapi di sisi lain, pendekatan ini seringkali tidak memperhatikan konteks sosial dan moral yang melatarbelakangi tindakan kriminal. Oleh karena itu, meskipun positivisme memberikan kerangka kerja yang jelas untuk penegakan hukum, penting untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam kasus-kasus yang melibatkan keterpaksaan dan kebutuhan dasar.

Madzhab Hukum Positivisme

Madzhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan bahwa hukum adalah norma-norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan tidak bergantung pada moralitas.  Hans Kelsen, salah satu tokoh penting dalam positivisme hukum, yang dikenal dengan Teori Hukum Murninya. Kelsen berargumen bahwa hukum harus dipisahkan dari moralitas dan lebih fokus pada norma-norma yang ada. Positivisme memberikan kepastian dan stabilitas hukum, sehingga masyarakat dapat memahami dan mengikuti hukum yang ada. 

Dalam praktik, hukum positif sering kali menghadapi tantangan ketika diterapkan dalam konteks sosial yang kompleks, di mana faktor-faktor kemanusiaan dan moral juga harus dipertimbangkan. Madzhab hukum positif memainkan peran penting dalam pengembangan sistem hukum modern. Meskipun memberikan kerangka kerja yang jelas dan sistematis, penting untuk mempertimbangkan konteks sosial dan moral dalam penerapan hukum untuk mencapai keadilan yang lebih menyeluruh.

Argument Mengenai Madzhab Hukum Positivisme di Indonesia

Hukum positif memberikan kepastian dan stabilitas hukum, yang sangat penting bagi masyarakat. Dengan adanya peraturan yang jelas dan tegas, masyarakat dapat memahami hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan tatanan sosial yang lebih teratur. Hukum positif menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas, yang bisa menjadi pedoman yang efektif dalam penegakan hukum. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki keragaman budaya dan agama, pendekatan ini membantu menghindari konflik moral yang mungkin muncul jika hukum dibentuk berdasarkan nilai-nilai moral tertentu. 

Meskipun hukum positif memberikan kepastian, ada kritik bahwa pendekatan ini sering mengabaikan aspek keadilan sosial. Dalam beberapa kasus, hukum mungkin tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat yang lebih luas, terutama dalam konteks kemiskinan dan ketidakadilan. kebutuhan untuk menyeimbangkan pendekatan hukum positif dengan pertimbangan kemanusiaan. Dalam beberapa kasus, hakim di Indonesia telah menunjukkan fleksibilitas dengan mempertimbangkan keadaan pelaku, meskipun ini bisa bertentangan dengan prinsip positivisme yang ketat.

Kesimpulan
Madzhab hukum positivisme memberikan dasar yang kuat bagi sistem hukum di Indonesia, dengan menekankan kepastian dan stabilitas. Namun, penting untuk mengakui bahwa hukum tidak berdiri sendiri, ada kebutuhan untuk mempertimbangkan konteks sosial dan kemanusiaan dalam penegakan dan penerapan hukum untuk mencapai keadilan yang lebih adil dan merata. Pendekatan yang lebih inklusif dapat membantu menyelesaikan ketidakadilan yang muncul dari penerapan hukum positif yang kaku.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun