Dalam kasus pencurian ibu tunggal ini, filsafat hukum positivisme menunjukkan kekuatan dan kelemahan dalam penerapannya. Di satu sisi, hukum memberikan kepastian dan kejelasan, tetapi di sisi lain, pendekatan ini seringkali tidak memperhatikan konteks sosial dan moral yang melatarbelakangi tindakan kriminal. Oleh karena itu, meskipun positivisme memberikan kerangka kerja yang jelas untuk penegakan hukum, penting untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih manusiawi dalam kasus-kasus yang melibatkan keterpaksaan dan kebutuhan dasar.
Madzhab Hukum Positivisme
Madzhab hukum positivisme adalah aliran dalam filsafat hukum yang menekankan bahwa hukum adalah norma-norma yang ditetapkan oleh otoritas yang sah dan tidak bergantung pada moralitas.  Hans Kelsen, salah satu tokoh penting dalam positivisme hukum, yang dikenal dengan Teori Hukum Murninya. Kelsen berargumen bahwa hukum harus dipisahkan dari moralitas dan lebih fokus pada norma-norma yang ada. Positivisme memberikan kepastian dan stabilitas hukum, sehingga masyarakat dapat memahami dan mengikuti hukum yang ada.Â
Dalam praktik, hukum positif sering kali menghadapi tantangan ketika diterapkan dalam konteks sosial yang kompleks, di mana faktor-faktor kemanusiaan dan moral juga harus dipertimbangkan. Madzhab hukum positif memainkan peran penting dalam pengembangan sistem hukum modern. Meskipun memberikan kerangka kerja yang jelas dan sistematis, penting untuk mempertimbangkan konteks sosial dan moral dalam penerapan hukum untuk mencapai keadilan yang lebih menyeluruh.
Argument Mengenai Madzhab Hukum Positivisme di Indonesia
Hukum positif memberikan kepastian dan stabilitas hukum, yang sangat penting bagi masyarakat. Dengan adanya peraturan yang jelas dan tegas, masyarakat dapat memahami hak dan kewajiban mereka, sehingga menciptakan tatanan sosial yang lebih teratur. Hukum positif menekankan pemisahan antara hukum dan moralitas, yang bisa menjadi pedoman yang efektif dalam penegakan hukum. Dalam konteks Indonesia, yang memiliki keragaman budaya dan agama, pendekatan ini membantu menghindari konflik moral yang mungkin muncul jika hukum dibentuk berdasarkan nilai-nilai moral tertentu.Â
Meskipun hukum positif memberikan kepastian, ada kritik bahwa pendekatan ini sering mengabaikan aspek keadilan sosial. Dalam beberapa kasus, hukum mungkin tidak mencerminkan kebutuhan masyarakat yang lebih luas, terutama dalam konteks kemiskinan dan ketidakadilan. kebutuhan untuk menyeimbangkan pendekatan hukum positif dengan pertimbangan kemanusiaan. Dalam beberapa kasus, hakim di Indonesia telah menunjukkan fleksibilitas dengan mempertimbangkan keadaan pelaku, meskipun ini bisa bertentangan dengan prinsip positivisme yang ketat.
Kesimpulan
Madzhab hukum positivisme memberikan dasar yang kuat bagi sistem hukum di Indonesia, dengan menekankan kepastian dan stabilitas. Namun, penting untuk mengakui bahwa hukum tidak berdiri sendiri, ada kebutuhan untuk mempertimbangkan konteks sosial dan kemanusiaan dalam penegakan dan penerapan hukum untuk mencapai keadilan yang lebih adil dan merata. Pendekatan yang lebih inklusif dapat membantu menyelesaikan ketidakadilan yang muncul dari penerapan hukum positif yang kaku.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H