Mohon tunggu...
Politik

Konsepsi Negara ala Aristoteles dan Penerapannya di Indonesia

20 September 2016   14:00 Diperbarui: 20 September 2016   14:09 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

KONDISI PERKEMBANGAN DI INDONESIA

Meski menganut pemerintahan yang domokratis, rakyat Indonesia masih harus belajar banyak tentang perjalanan kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia. Kondisi ideal yang pernah (dan masih) digembar-gemborkan “Rakyat Pemegang Kedaulatan Tertinggi” hanya berjalan pada momen tertentu saja.

Di kala Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan “saluran” kekuatan rakyat, pemimpin negeri ini dipilih sebagai pemegang amanah. Sebagai Mandataris MPR, seorang Presiden. Peran dan status Mandataris MPR ini berjalan sejak jaman Soeharto dan berakhir di Abdurahman Wahid “Gus Dur” dan Megawati.

Pencarian bentuk pemerintah yang selaras dan semaksimal mungkin demi kepentingan rakyat terus berjalan. Ini terpancar dari pembahasan sejumlah pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah empat kali amandemen. Ditambah dengan terbitnya sejumlah produk perundangan kehidupan berpolitik dan bernegara. Dan, penerapannya dalam wujud Pemilihan Umum.

Produk sejumlah perubahan dan diberlakukannya Undang-Undang jelas gelegarnya ketika Indonesia menggelar Pemilihan Umum Langsung, baik Legislatif dan Presiden. Dimana gelombang dan semangat pencarian bentuk terbaik ini sampai ke level terendah, Pemilihan Kepala Desa secara langsung pula.

Semua proses dan tahapan ini sedang berjalan. Beberapa desa di Mojokerto, Jawa Timur misalnya bersiap menggelar Pilkades (Serentak). Sementara 2017 akan ada agenda besar Pilkada Gubernur yang riak dan hebohnya sudah berkumandang sejak beberapa bulan silam. Begitu pula menjelang Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden mendatang, hiruk pikuk persiapan dengan segala nama; agenda dan atribut bermunculan.

Semoga kita tetap menjunjung tinggi semangat untuk hidup berkelompok dalam harmonisasi perbedaan dengan berpegang pada seruan “Founding Fathers” supaya tidak melupakan sejarah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun