Mohon tunggu...
Politik

Konsepsi Negara ala Aristoteles dan Penerapannya di Indonesia

20 September 2016   14:00 Diperbarui: 20 September 2016   14:09 1097
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

NEGARA DAN PEMIMPIN

Aristoteles, satu diantara filsuf Yunani yang getol mengutarakan pandangannya tentang konsep ideal sebuah negara. Dalam bukunya, Politcs, Aristoteles mendiskripsikan negara sebagai sebuah komunitas. Kumpulan orang yang punya kesamaan keinginan untuk hidup bersama, tumbuh-kembang bersama-sama pula.

Karena terdiri dari sekumpulan orang yang punya keinginan dan persepsi berbeda-beda, maka diperlukan entitas yang mengelola dan menjalankan semua kesepakatan di dalam kelompok itu.

Entitas itu secara historis, bisa 1 orang (Raja atau Ratu) bisa juga orang-orang yang ditunjuk oleh komunitas itu untuk memimpin dan menjalankan fungsi kehidupan dalam sebuah negara.

Perbedaanya terletak pada penerapan aturan; hukum dan perundangan yang berlaku di dalamnya. Dimana seorang Raja terkesan terpisah, tidak (harus) tunduk pada aturan; hukum dan perundangan yang berlaku. Bahkan ada yang mencapai tahapan Raja adalah Hukum. Apa titah Raja, harus dipatuhi karena itu hukum.

Disinilah yang membedakan sosok seorang pemimpin yang negarawan. Kemampuannya menjalankan peran “Statemanship”. Pemimpin yang menerima amanah dari anggota kelompok (masyarakat) juga terikat dengan aturan yang berlaku. Siapapun, semua orang adalah sama (equal) di muka hukum.

NEGARA DALAM SEBUAH TUJUAN

Hidup harmonis dan sejahtera merupakan keinginan semua individu. Setiap orang berhak untuk mendapatkannya. Kalau berbicara tentang Hak tentu tidak terlepas dari Kewajiban sebagai penyeimbang. Hak seseorang bisa dipastikan berpotensi bersinggungan dengan Hak individu lainnya. Disinilah peran aturan; hukum dan perundangan diperlukan. Tentu didukung lembaga atau kelompok orang yang mengawasi penerapannya.

Contoh sederhana, sebuah kelompok yang sepakat hidup bersama kelompok lainnya dalam lingkup wilayah tertentu, sangat membutuhkan seperangkat aturan sehingga masing-masing kelompok bisa menjalankan kehidupan secara selaras demi mewujudkan tujuan hidup yang harmonis dan sejahtera. Stabilitas keamanan.

BENTUK PEMERINTAHAN MENURUT ARISTOTELES

Hidup bersama dan berkembang sesuai keinginan masing-masing individu bisa dipastikan sangat rentan berujung pada konflik. Pada kondisi ekstrim, di kala beberapa orang berkumpul dan sepakat hidup bersama, diperlukan sosok (tunggal atau beberapa) yang mengelola dan menjaga supaya keharmonisan; stabilitas bisa terwujud diantara anggota kelompok; komunitas.

Biasanya sosok yang ditunjuk adalah yang dianggap tua (dituakan); bijaksana; lebih tahu (pintar) dari rata-rata umumnya warga. Sosok ini bisa tidak tunggal (beberapa) yang mendapat kepercayaan mengelola kehidupan bersama. Muncullah istilah kaum Aristokrat. Dari bahasa Yunani : Aristos – sempurna/ lebih dan Kratos – Kekuatan.

Sayangnya dalam perjalanan waktu, terkadang ketegasan dalam mengelola kehidupan dibumbui kekerasan. Tidak jarang juga diwarnai pertumpahan darah. Semua yang dinggap berbeda atau terkesan melawan dan membahayakan kekuasaan akan dibabat. Segala bentuk pertanda mengarah atau diduga menuju ke upaya perlawanan, meski didasari rasa curiga, ditumpas. Muncullah penguasa tunggal paling dominan. Lahirlah Tirani.

Pemimpin Tiran memegang kekuasaan dengan satu tujuan, supaya kekuasaan (keinginan pribadi) langgeng.

Bentuk lain pemimpin menurut Aristoteles, Monarchi. Dari kata Monos – tunggal dan Archein – pemerintah.

Pemerintahan Monarki yang dipegang seorang Raja. Di akhir abad 18 terdapat ribuan negara yang dipimpin Raja. Di jaman modern ini beberapa masih bertahan. Baik di Eropa dan Asia.

Ratu Elizabeth 2 (yang menerima tahta kerajaan Inggris dari ayahnya) adalah pemimpin kerajaan yang terlama bertahta.

Tidak semua Raja bisa bertahta; berkuasa menjalankan perannya sebagai pemimpin secara adil dan bijaksana. Dalam sejarah perkembangan dunia, ada Raja Perancis Louis ke-16 dan Ratu Antoinette – permaisurinya yang harus menanggung konsekwensi amarah rakyatnya. Puncak gejolak ini ditandai dengan pemberontakan yang kemudian menghancurkan simbol kesewenang-wenangnya yaitu Penjara Bastille. (Revolusi Perancis – 1789).

Kepentingan banyak orang tidak bisa dijalankan demi kemaslahatan bersama, maka lahirlah pemikiran mempercayakan pemerintahan kepada sekelompok kecil (elit) orang. Karena berangkat dari kepentingan bersama, orang-orang yang menjalankan pemerintahan cenderung untuk kepentingan mereka atau kelompok mereka sendiri. Inilah yang lazim disebut pemerintahan Oligarki. Dalam bahasa Yunani : Oligon – sedikit dan Arkho – memerintah.

Dalam perkembangannya, harus diakui mengakomodir kepentingan banyak orang tidaklah mudah. Dibuatlah semacam kesepakatan diantara anggota kelompok atau masyarakatnya pengelola negara untuk kepentingan semua. Dalam bukunya Politics, Aristoteles menampilkan bentuk pemerintah Demokratis.

Demokratis dalam tata bahasa Yunani terdiri Demos – rakyat dan Kratos – kekuasaan.

Pemerintahan Demokratis menempatkan rakyat sebagai sentralnya. Rakyat berkuasa, bahkan kekuasaan tertinggi ada di tangan rakyat.

KONDISI PERKEMBANGAN DI INDONESIA

Meski menganut pemerintahan yang domokratis, rakyat Indonesia masih harus belajar banyak tentang perjalanan kehidupan berbangsa dan bertanah air Indonesia. Kondisi ideal yang pernah (dan masih) digembar-gemborkan “Rakyat Pemegang Kedaulatan Tertinggi” hanya berjalan pada momen tertentu saja.

Di kala Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) merupakan “saluran” kekuatan rakyat, pemimpin negeri ini dipilih sebagai pemegang amanah. Sebagai Mandataris MPR, seorang Presiden. Peran dan status Mandataris MPR ini berjalan sejak jaman Soeharto dan berakhir di Abdurahman Wahid “Gus Dur” dan Megawati.

Pencarian bentuk pemerintah yang selaras dan semaksimal mungkin demi kepentingan rakyat terus berjalan. Ini terpancar dari pembahasan sejumlah pasal Undang-Undang Dasar 1945 yang sudah empat kali amandemen. Ditambah dengan terbitnya sejumlah produk perundangan kehidupan berpolitik dan bernegara. Dan, penerapannya dalam wujud Pemilihan Umum.

Produk sejumlah perubahan dan diberlakukannya Undang-Undang jelas gelegarnya ketika Indonesia menggelar Pemilihan Umum Langsung, baik Legislatif dan Presiden. Dimana gelombang dan semangat pencarian bentuk terbaik ini sampai ke level terendah, Pemilihan Kepala Desa secara langsung pula.

Semua proses dan tahapan ini sedang berjalan. Beberapa desa di Mojokerto, Jawa Timur misalnya bersiap menggelar Pilkades (Serentak). Sementara 2017 akan ada agenda besar Pilkada Gubernur yang riak dan hebohnya sudah berkumandang sejak beberapa bulan silam. Begitu pula menjelang Pemilihan Umum Legislatif dan Presiden mendatang, hiruk pikuk persiapan dengan segala nama; agenda dan atribut bermunculan.

Semoga kita tetap menjunjung tinggi semangat untuk hidup berkelompok dalam harmonisasi perbedaan dengan berpegang pada seruan “Founding Fathers” supaya tidak melupakan sejarah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun