Mohon tunggu...
Meilinda Nur Aulia
Meilinda Nur Aulia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Hobi mendengarkan podcast

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Keseimbangan Antara Kebebasan Pers dan Tanggung Jawab Sosial dalam Profesi Jurnalistik

19 Oktober 2024   17:20 Diperbarui: 19 Oktober 2024   17:34 196
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Jurnalis memegang peran penting dalam menyampaikan informasi, mengawasi kekuasaan, dan menjadi suara bagi yang tidak memiliki suara. Namun, ketika menjalankan tugasnya, jurnalis sering menghadapi dilema etis antara kebebasan pers dan tanggung jawab sosial.

Kebebasan pers adalah hak fundamental yang dijamin oleh banyak konstitusi negara, termasuk Indonesia. Pasal 28F UUD 1945 menjamin hak setiap orang untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Undang - Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers mengatur kebebasan pers sebagai bentuk kedaulatan rakyat berdasarkan prinsip demokrasi, keadilan, dan supremasi hukum.

Kebebasan pers memungkinkan jurnalis untuk menjalankan fungsi pengawas terhadap pemerintah dan institusi publik lainnya. Ini adalah bagian penting dalam menjaga keseimbangan dalam sistem demokrasi. Tanpa kebebasan pers, akses masyarakat terhadap informasi penting untuk partisipasi dalam proses demokrasi akan terhambat.

Di sisi lain, kebebasan pers tidak berarti tidak terbatas. Media bertanggung jawab secara sosial terhadap masyarakat. Teori tanggung jawab sosial, dikembangkan oleh Komisi Hutchins pada tahun 1947, menekankan bahwa media harus melayani kepentingan publik dan bukan hanya mencari keuntungan semata.

Dalam praktiknya, jurnalis sering menghadapi situasi di mana kebebasan pers dan tanggung jawab sosial bertentangan. Beberapa contoh dilema etis tersebut antara lain:

1. Pemberitaan tokoh publik: Sejauh mana privasi tokoh publik harus dihormati?

2. Liputan terorisme: Cara menyampaikan informasi tanpa memberikan peluang kepada teroris?

3. Pemberitaan isu sensitif: Bagaimana melaporkan isu SARA tanpa memicu konflik sosial?

4. Investigasi korupsi: Bagaimana menyeimbangkan kepentingan publik dengan risiko terhadap keamanan sumber?

5. Pemberitaan bencana: Bagaimana cara menyampaikan informasi penting tanpa menimbulkan kepanikan?

Untuk menyelesaikan masalah ini, diperlukan kerangka hukum dan etika yang kokoh. Di Indonesia, selain Undang - Undang Pers, terdapat Kode Etik Jurnalistik yang disusun oleh Dewan Pers. Kode etik ini memberikan pedoman bagi jurnalis dalam menjalankan profesinya dengan tanggung jawab.

Isi dari kode etik jurnalistik, yaitu:

Pasal 1, wartawan Indonesia bersikap independen, menghasilkan berita yang akurat, berimbang, dan tidak beriktikad buruk.

Pasal 2, wartawan Indonesia menempuh cara-cara yang profesional dalam melaksanakan tugas jurnalistik.

Pasal 3, wartawan Indonesia selalu menguji informasi, memberitakan secara berimbang, tidak mencampurkan fakta dan opini yang menghakimi, serta menerapkan asas praduga tak bersalah.

Pasal 4, wartawan Indonesia tidak membuat berita bohong, fitnah, sadis, dan cabul.

Pasal 5, wartawan Indonesia tidak menyebutkan dan menyiarkan identitas korban kejahatan susila dan tidak menyebutkan identitas anak yang menjadi pelaku kejahatan.

Pasal 6, wartawan Indonesia tidak menyalahgunakan profesi dan tidak menerima suap.

Pasal 7, wartawan Indonesia memiliki hak tolak untuk melindungi narasumber yang tidak bersedia diketahui identitas maupun keberadaannya, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang, dan off the record sesuai dengan kesepakatan.

Pasal 8, wartawan Indonesia tidak menulis atau menyiarkan berita berdasarkan prasangka atau diskriminasi terhadap seseorang atas dasar perbedaan suku, ras, warna kulit, agama, jenis kelamin, dan bahasa serta tidak merendahkan martabat orang lemah, miskin, sakit, cacat jiwa atau cacat jasmani.

Pasal 9, wartawan Indonesia menghormati hak narasumber tentang kehidupan pribadinya, kecuali untuk kepentingan publik.

Pasal 10, wartawan Indonesia segera mencabut, meralat, dan memperbaiki berita yang keliru dan tidak akurat disertai dengan permintaan maaf kepada pembaca, pendengar, atau pemirsa.

Pasal 11, wartawan Indonesia melayani hak jawab dan hak koreksi secara proporsional.

Selain itu, UU ITE (Undang - Undang Informasi dan Transaksi Elektronik) juga mengatur batasan penyebaran informasi di media digital, termasuk larangan menyebarkan berita palsu dan ujaran kebencian.

Menjaga keseimbangan antara kebebasan pers dan etika profesi adalah kunci untuk menjaga integritas jurnalisme. Diperlukan komitmen bersama dari industri media, pemerintah, dan masyarakat untuk menjunjung tinggi standar etis tanpa mengurangi kebebasan pers. Dengan demikian, media bisa melaksanakan peranannya sebagai penjaga demokrasi dan memenuhi kewajibannya kepada masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun