Dalam puisi ini, si pesolek merasa telah ada yang berubah atau kurang pada dirinya dan dia meminta agar kecantikannya dipertahankan:
"Nyalakan lanskap
pada alisku yang gelap.
Ceburkan bulan
ke lubuk mataku yang dalam.
Taburkan hitam
pada rambutku yang suram."Â
Bagi seorang pesolek: rambut, alis, mata, bibir, dan make-up yang dipakai memegang peranan penting dalam keseharian bahkan kehidupannya. Seperti halnya bagi seorang olahragawan: kekuatan, stamina, kecepatan, kelenturan tubuh. Â Bagi seorang penyair: ketajaman pemilihan kata, menyusun konsep pemikiran, membangun rasa yang kemudian menuangkan semua itu dalam kalimat. Setiap kerja, profesi, hobi, memiliki berbagai ketrampilan.Â
Setiap orang yang berusaha menampilkan hal terbaik dari dirinya lewat kreasi dan aktivitasnya. Seorang koki lewat masakan yang mereka racik.  Seorang penyair dengan pemilihan keanggunan kata-kata. Seorang pemain bola lewat kepiawaian mengiring bola dan tehnik-tehnik operan. Pemain piano lewat jari-jemarinya yang menari di atas tuts-tuts piano.
Adalah suatu hal yang sering tidak mudah diterima jika suatu saat kecantikan, ketampanan, kekuatan atau kemahiran yang dimiliki seseorang itu berkurang atau memudar. Â Merasa diri lemah tak berdaya, tidak seperti dulu lagi, mungkin karena sakit atau usia. Pada saat itu akan muncul rasa takut, khawatir, dan gelisah.
Semua rasa yang hadir adalah hal yang manusiawi karena manusia hanyalah seonggok darah dan daging yang penuh kelemahan.
"Hangatkan merah
pada bibirku yang resah."Â
Si pesolek memohon kepada Tuhan agar dirinya ditenangkan dari rasa takut dan khawatir akan kelemahan-kelemahannya itu.
Sesudah itu dia memohon agar waktu jangan terlalu cepat berlalu agar kecantikannya masih bisa bertahan: