"Lihatlah jauh ke alam, lalu kamu akan memahami segalanya lebih baik."- (Albert Einstein)
Cuaca di akhir pekan kemarin sangatlah indah. Â Matahari keluar menampakkan sinarnya dan angin sejuk berhembus sepoi-sepoi. Â Aku dan salah seorang sahabatku beserta kedua anaknya menggunakan kesempatan ini untuk menikmati keindahan yang dipersembahkan musim semi.
Bibit-bibit muncul dari tanah, dari celah bebatuan, di antara semak-semak, di tepi danau dan sisi sungai. Â Pohon-pohon hutan bertunas hijau muda, sedang pohon buah-buahan yang bunga-bunganya berkuncup di bulan Maret, kini membuka di bulan April. Â Bumi masih muda seperti baru terlahir kembali.
Kami berjalan-jalan ke kebun kecilku yang terletak di ujung desa, di kaki bukit perkebunan apel dan anggur, berbatasan dengan hutan dan danau kecil, Eichensee.
Meskipun ini sudah merupakan musim semi kesekian kalinya bagi kami, tapi kami tetap tak putus-putusnya mengagumi keelokkannya. Â Alam menyajikan keindahan dalam warna-warna muda lewat mahkota bunga-bunga: pohon apel, ceri, plum, pir, persik, dan masih banyak lagi.
Kami menghabiskan sepanjang sore di kebun, di tepi danau, bercakap-cakap tentang keindahan musim dan tentang hal-hal berkebun. Kebetulan sahabatku ini tertarik atau mempunyai hobi berkebun juga. Â Kami berceritera mengenai bunga-bunga, pembuatan rumah kebun untuk menyimpan alat-alat berkebun, cara mengusir hama, dsb.
Kami menghabiskan waktu yang indah di sana sampai pukul 6 sore, saat langit masih terang karena sudah musim semi. Gelap akan datang sekitar pukul 8 malam.
Sesampai di rumah, sebelum beristirahat malam, aku mengisi waktu dengan membaca berita dari tanah air tercinta.Â
Sayang sekali, kebahagiaan menikmati musim semi sore itu terusik dengan berita viral tentang turis WNI yang diduga merusak bunga sakura di Jepang. Darimana mereka berasal dikenal dari celetukan mereka yang berbahasa Indonesia.
Dalam video yang terekam, rombongan itu sedang menikmati bunga sakura yang bermekaran kemudian nampak salah satu dari dari mereka melakukan aksi merontokkan bunga-bunga itu dengan menggoyang-goyang ranting agar bunga-bunga berguguran. Teman-teman serombongannya menonton aksi itu dan seorang perempuan dari mereka memegang kamera tampak menikmati jatuhnya bunga-bunga itu sepertinya dia sedang membuat foto atau video estetik.
Kelompok turis itu kesana untuk menikmati mekarnya bunga Sakura, yang di Jepang dikenal dengan Festival Hanami. Seperti kegiatan yang baru kulakukan dengan sahabatku, berjalan-jalan di luar untuk menikmati musim semi.
Festival Hanami di Jepang menjadi momen dalam menikmati keindahan cherry blossom atau bunga sakura yang sedang mekar sekaligus merayakan datangnya musim semi. Hanami dinikmati dengan berjalan-jalan di taman atau berkumpul bersama keluarga dengan piknik di bawah pohon yang sedang mekar.Â
Budaya Hanami ini telah diadakan di Jepang selama berabad-abad. Â Bunga Sakura memiliki makna filosofis yang mendalam dalam budaya Jepang karena melambangkan keindahan dan keabadian. Selain itu, bunga Sakura melambangkan kehidupan dan mengingatkan pada kematian. Â Hal ini dapat dilihat dari bunganya yang mekar selama beberapa minggu kemudian layu dan jatuh.
Aku menonton lanjut, video yang viral di media sosial itu. Â Video itu memacing beragam komentar. Â Mulai dari "norak", "malu-maluin", "kebiasaan", "kelakuan", "nggak menanam tapi merusak", "melanggar peraturan" atau "Dimana langit di pijak di situ bumi di junjung."Â
Komentar terakhir "Dimana langit di pijak di situ bumi di junjung", ini mungkin dikaitkan dengan budaya Jepang pada "Etika Hanami"Â bahwa bagi wisatawan baik lokal maupun manca-negara saat turut serta dalam momen itu, haruslah turut dalam panduan: merawat pohon dengan tidak menarik atau mengoyangkan dahan, tidak memetik bunga, jangan memanjat, dan tidak berdiri di atas akar. Â
Di Jerman sendiri, orang-orang pun mulai banyak beraktivitas di luar rumah, tapi tidak ada sebutan khusus seperti "Hanami". Â Meskipun demikian orang-orang tahu dan sangat peduli. Â Di musim semi, petani-petani tidak melakukan penyemprotan atau pekerjaan-pekerjaan kasar misalnya menebang.Â
Musim semi adalah masa "sakral" karena itu adalah waktu pohon-pohon berbunga. Waktu berbunga adalah periode berlangsungnya penyerbukan yang berhasil tidaknya berdampak pada hasil panen nanti.
Dalam masa ini, rasa respek lebih diberikan kepada alam dan pohon-pohon. Rasa penghargaan bagaikan penghormatan kepada seorang ibu yang sementara menanti kelahiran anaknya. Jangan bikin dia stress, perhatikan cakupan gizi-nya, biarkan dia beristirahat, dsb.Â
Ya, musim semi atau musim berbunga adalah masa dimana penyerbukan terjadi atau seperti proses "pembuahan dan kelahiran" pada manusia.
Penyerbukan adalah proses bertemunya serbuk sari dengan kepala putik. Penyerbukan adalah peristiwa alami, jatuhnya serbuk sari yang kemudian menempel pada kepala putik, sehingga terjadi proses pembuahan sempurna pada bunga. Â Jika bunga dirontokkan maka akan menggagalkan proses penyerbukan.
Sebelum masuk pada masa penyerbukan, pohon-pohon buah melewati beberapa proses, sebut saja pohon ceri seperti dikutip dari www.obstland-ehlers.de:
1. Pembentukan tunas:
Perkembangan bunga diawali dengan terbentuknya tunas. Pada akhir musim panas atau musim gugur tahun sebelumnya, kuncup sudah ada untuk periode pembungaan mendatang. Mereka berukuran kecil dan ditemukan di dahan pohon. Selama musim dingin, kuncupnya tidak aktif, menunggu waktu yang tepat untuk mekar.
2. Pembengkakan tunas:
Dengan dimulainya musim semi, kuncupnya mulai membengkak. Proses ini dipicu oleh kenaikan suhu dan peningkatan cahaya matahari. Selama fase ini, ukuran kuncup bertambah dan menunjukkan tanda-tanda awal pertumbuhan bunga.
3. Tahap kuncup merah muda atau putih:
Setelah kuncup mencapai ukuran yang cukup, mereka memasuki tahap kuncup merah muda (ada yang putih). Lapisan luar kuncup berubah warna menjadi merah muda/putih, sedangkan kelopak bagian dalam terus berkembang. Pada titik ini antisipasi datangnya masa pembungaan sudah bisa dirasakan.
4. Mekarnya bunga:
Pada tahap selanjutnya, kuncup terbuka dan bunga mulai mekar. Tergantung pada varietasnya, bunga sakura bisa berwarna putih atau merah muda. Sungguh pemandangan yang menakjubkan ketika pohon sakura dihiasi dengan bunga-bunga yang berlimpah dan area sekitarnya bermandikan lautan warna.
5. Mekar Penuh:
Pada fase ini bunga sakura atau ceri mencapai kemegahan penuhnya. Kelopaknya terbuka penuh dan pohonnya bersinar dengan keindahan penuhnya. Lebah dan penyerbuk lainnya tertarik dengan aroma yang memabukkan dan produksi nektar yang melimpah.
6. Penyerbukan:
Selama pembungaan sempurna, terjadi penyerbukan, di mana serbuk sari berpindah dari benang sari ke putik bunga. Ini adalah langkah penting untuk pembuahan dan pembentukan buah ceri selanjutnya.
7. Berbunga:
Setelah beberapa hari atau minggu, kemegahan bunga sakura perlahan memudar. Kelopak bunga rontok dan pohon bersiap menghasilkan buah. Ini adalah siklus alami yang menandai peralihan dari pembungaan ke pembuahan.Â
Seperti disebutkan pada poin 5, pada pohon ceri atau pohon buah-buahan lainnya, penyerbukan dilakukan oleh lebah. Â Â
Di Jerman, orang-orang berkata "Tanpa lebah yang bekerja keras maka tidak akan ada ceri, apel, plum, persik, dan pir".
Di Jerman, salah satu cara yang dilakukan dalam menghargai alam, musim semi, bunga-bunga, dan lebah yang sangat berkontribusi pada hasil panen maka di kebun-kebun atau di perkebunan akan dijumpai Bienenhaus.
Bienenhaus adalah rumah-lebah liar yang sengaja dibuat sebagai tempat bagi lebah atau serangga lainnya.Â
Lebah liar membantu penyerbukan bunga berbagai jenis buah seperti ceri, plum, apel, dan masih banyak bunga buah lainnya. Â Mereka mengumpulkan serbuk sari kemudian menyerbuki pohon buah-buahan yang tak terhitung jumlahnya.
Bienenhaus ini dibuat seperti kotak dari kayu dengan bahan-bahan seperti batang bambu kecil dan kayu-kayu kemudian disusun sedemikian rupa.  Ini akan menjadi rumah lebah liar untuk ber-hibernasi.Â
Jika manusia memberi tempat hidup bagi lebah atau serangga lainnya maka kita pun akan diberi kecukupan buah-buahan lewat proses penyerbukan saat mereka bekerja mengumpulkan madu.
Jadikanlah alam-lingkungan sebagai rumah bagi seluruh mahluk di bumi. Jika kita menghargai alam maka alam pun akan berbaik kepada kita.Â
Dari alam kita akan banyak belajar tentang banyak hal, filsafat kehidupan yang membuat kita menaikkan rasa syukur kepada Sang Pencipta, seperti orang Jepang juga yang memahami filsafat kehidupan lewat bunga sakura.
Bunga sakura yang indah, mewakili sifat kehidupan yang sementara dan keindahan yang dapat ditemukan dalam sekejap. Bunga yang hadir di awal musim semi, menjadi simbol dalam membawa harapan, pembaharuan, dan perasaan segar kembali setelah melewati bulan-bulan musim dingin yang panjang. Â
Mekarnya bunga sakura mengajarkan untuk menghargai masa kini dan menikmati momen yang ada, serta memahami bahwa segala sesuatu dalam hidup ini hanyalah sementara.
"Lihatlah jauh ke alam, lalu kamu akan memahami segalanya lebih baik." (Albert Einstein)
Kernen Im Remstal, 19 April 2024
Meike Juliana Matthes
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H