Sesampai di rumah, sebelum beristirahat malam, aku mengisi waktu dengan membaca berita dari tanah air tercinta.Â
Sayang sekali, kebahagiaan menikmati musim semi sore itu terusik dengan berita viral tentang turis WNI yang diduga merusak bunga sakura di Jepang. Darimana mereka berasal dikenal dari celetukan mereka yang berbahasa Indonesia.
Dalam video yang terekam, rombongan itu sedang menikmati bunga sakura yang bermekaran kemudian nampak salah satu dari dari mereka melakukan aksi merontokkan bunga-bunga itu dengan menggoyang-goyang ranting agar bunga-bunga berguguran. Teman-teman serombongannya menonton aksi itu dan seorang perempuan dari mereka memegang kamera tampak menikmati jatuhnya bunga-bunga itu sepertinya dia sedang membuat foto atau video estetik.
Kelompok turis itu kesana untuk menikmati mekarnya bunga Sakura, yang di Jepang dikenal dengan Festival Hanami. Seperti kegiatan yang baru kulakukan dengan sahabatku, berjalan-jalan di luar untuk menikmati musim semi.
Festival Hanami di Jepang menjadi momen dalam menikmati keindahan cherry blossom atau bunga sakura yang sedang mekar sekaligus merayakan datangnya musim semi. Hanami dinikmati dengan berjalan-jalan di taman atau berkumpul bersama keluarga dengan piknik di bawah pohon yang sedang mekar.Â
Budaya Hanami ini telah diadakan di Jepang selama berabad-abad. Â Bunga Sakura memiliki makna filosofis yang mendalam dalam budaya Jepang karena melambangkan keindahan dan keabadian. Selain itu, bunga Sakura melambangkan kehidupan dan mengingatkan pada kematian. Â Hal ini dapat dilihat dari bunganya yang mekar selama beberapa minggu kemudian layu dan jatuh.
Aku menonton lanjut, video yang viral di media sosial itu. Â Video itu memacing beragam komentar. Â Mulai dari "norak", "malu-maluin", "kebiasaan", "kelakuan", "nggak menanam tapi merusak", "melanggar peraturan" atau "Dimana langit di pijak di situ bumi di junjung."Â
Komentar terakhir "Dimana langit di pijak di situ bumi di junjung", ini mungkin dikaitkan dengan budaya Jepang pada "Etika Hanami"Â bahwa bagi wisatawan baik lokal maupun manca-negara saat turut serta dalam momen itu, haruslah turut dalam panduan: merawat pohon dengan tidak menarik atau mengoyangkan dahan, tidak memetik bunga, jangan memanjat, dan tidak berdiri di atas akar. Â
Di Jerman sendiri, orang-orang pun mulai banyak beraktivitas di luar rumah, tapi tidak ada sebutan khusus seperti "Hanami". Â Meskipun demikian orang-orang tahu dan sangat peduli. Â Di musim semi, petani-petani tidak melakukan penyemprotan atau pekerjaan-pekerjaan kasar misalnya menebang.Â
Musim semi adalah masa "sakral" karena itu adalah waktu pohon-pohon berbunga. Waktu berbunga adalah periode berlangsungnya penyerbukan yang berhasil tidaknya berdampak pada hasil panen nanti.
Dalam masa ini, rasa respek lebih diberikan kepada alam dan pohon-pohon. Rasa penghargaan bagaikan penghormatan kepada seorang ibu yang sementara menanti kelahiran anaknya. Jangan bikin dia stress, perhatikan cakupan gizi-nya, biarkan dia beristirahat, dsb.Â
Ya, musim semi atau musim berbunga adalah masa dimana penyerbukan terjadi atau seperti proses "pembuahan dan kelahiran" pada manusia.