Mohon tunggu...
Meike Juliana Matthes
Meike Juliana Matthes Mohon Tunggu... Freelancer - Mencintai alam, budaya, dan olahraga. Menghargai perbedaan dan tertarik akan keanekaragaman dunia

Penulis buku, The Purple Ribbon. Buku tentang kelainan neurologis akibat cacat kongenital tengkorak, diterbitkan oleh Pustaka Obor Indonesia, 2024.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Serakah: Rem Blong Ketika "Cukup Tidak Pernah Cukup"

18 Maret 2024   03:55 Diperbarui: 18 Maret 2024   13:35 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari kedua contoh di atas, kita bisa melihat ada 2 hal yang dikorbankan dari sifat serakah: kedamaian dan keadilan.

Menurut P.A. Tickle 2004 (The Seven Deadly Sins), seorang penulis Amerika yang berfokus pada isu-isu spiritualitas. Keserakahan dapat mengenakan jubah dengan banyak nama berbeda: serakah, tamak, rakus, kikir, nafsu ambisi yang melampaui batas, dan keinginan yang lepas kendali.

Akar dari keserakahan berasal dari kecanduan psikologis yang sejati. Keserakahan adalah suatu masalah kerena bermanifestasi sebagai siklus yang tidak pernah berakhir.

Bagaimana kita harus menghindari hal ini?

Kita harus menyadari sifat ini kemudian berkata pada diri kita sendiri "Oke, sekarang cukup!".

Memang seringkali kita tergoda untuk mencoba hal-hal baru atau melakukan usaha untuk hasil yang lebih baik.  Sifat manusiawi kita membuat kita lupa atau tidak sadar dengan apa yang telah kita miliki: harta, pencapaian, dan kesuksesan.  Hal-hal ini bisa merasuk hati dan pikiran.

Ya, serakah bukan hanya tentang harta tapi juga "pencapaian".  Manusia itu "bertumbuh" setiap saat, dalam pikirannya atas ide dan gagasan.  Tapi, kita harus ingat bahwa dalam sumber daya manusia itu juga terbatas.  Apakah ide dan gagasan itu masih dalam koridor kepantasan? Ini bisa dipertanyakan.  Manusia bisa menjadi egois bisa berpikir dirinya lebih baik dari orang lain, dari si A, si B atau bahkan dari semua orang. Penilaian ini  bisa bersifat subyektif karena apa yang "menurut kita" belum tentu berlaku bagi orang lain. Segala sesuatu diikat oleh batasan moral.

Jika kita terjebak dalam nafsu serakah, maka kita sampai akhir masa hidup kita akan selalu ingin lebih dan lebih, baik dalam materi atau non materi.

Marilah kita untuk berdialog dengan diri kita sendiri, di bagian mana atau dalam kapasitas apa diri kita bisa membangun dan diperlukan. Di bagian mana kita sudah dalam batas "cukup" dan di bagian mana kita tidak perlu lagi mencari lebih jauh.

Jangan sampai kita kehilangan kendali "Rem blong".  Semakin cepat kita berjalan maka semakin sulit bagi kita untuk menemukan dimana batas bagi kita untuk berhenti.

Semua ada batasnya seperti kehidupan kita pun yang ada batasnya. Jangan sampai makna hidup yang sebenarnya telah kita miliki justru menjadi kabur atau hilang karena keserakahan. Sifat yang bisa memadamkan sinyal-sinyal positif dari tubuh dan jiwa kita.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun