Tengah hari di musim gugur ini begitu manis dan indah. Â Sudah pasti, aku tidak akan melewatinya. Â Angin bertiup sepoi-sepoi membawa kenangan manis dan membuang kenangan pahit, matahari bersinar riang dan suhu begitu nyaman, sehr angenehm begitu orang Jerman menyebutnya. Â
Cantik nian semesta ini sebelum musim dingin hadir. Â Dia berdandan bak putri kerajaan yang akan turun ke lantai dansa. Â Sejuta pesona ditampakkannya dalam rona keemasan lewat daun-daun pepohonan yang berwarna kuning, oranye, dan merah marun.
Hari ini aku tidak kemana-mana karena ini adalah hari libur regional di Jerman, Allerheiligen untuk wilayah Baden-Württemberg, Bayern, Rhein-Westfalen, dan Saarland.  Ini adalah hari perayaan umat Katolik untuk memperingati para Saint atau Santo sebutan untuk Bapak-bapak Gereja yang terkenal akan kebaikannya.
"Frau Matthes, Anda harus berlatih setiap hari.  Jangan hentikan terapi yang sudah Anda dapatkan di Pusat Rehabilitasi. Tetap gerakkan otot-otot Anda.  Jangan terlalu banyak tapi harus tetap bergerak."  Aku mengingat pesan si Jas Putih beberapa bulan yang lalu.
Maka seperti biasa, jika tidak hujan, aku menghabiskan waktu siang dan soreku dengan berjalan-jalan di udara terbuka, menyusuri sungai kecil di kaki bukit kemudian melintasi ladang bunga matahari dan perkebunan labu.Â
Hari ini dalam perjalanan pulang dari jalan-jalan sore, aku singgah di warung petani di dekat perkebunan labu.Â
Ini adalah adalah warung dengan sistim pembayaran mandiri dimana tidak akan dijumpai penjual disana. Â Jadi pembeli akan membeli kemudian membayar secara mandiri yaitu dengan menaruh uang yang tersedia di kotak yang sudah disediakan atau Kasse dalam bahasa Jerman. Â Hanya ada satu syarat yaitu membayar dengan uang pas karena tidak ada penjual yang bisa mengembalikan sisa uang tersebut.Â
Di Jerman, khususnya di desa-desa sering dijumpai warung petani seperti ini.  Di desa kecil tempatku tinggal yang tidak jauh dari kota Stuttgart ada sekitar 10 warung seperti ini.  Warung-warung ini menjual hasil panen, seperti sayur-mayur, buah-buahan, selai, madu, jus apel dan anggur, dan masih banyak lagi. Semuanya disesuaikan dengan waktu memanen.  Misalnya, di bulan April-Juni dijual buah strawberry, apel dan pir di bulan September, atau labu di bulan Oktober dan November.  Semua tergantung masa panen.Â
Aku memilih untuk berbelanja hasil bumi di warung-warung seperti ini, lebih dari berbelanja di mini market karena selain mereka lebih segar juga berasal dari desa ini sehingga aku dan penghuni desa lainnya bisa memantau bagaimana cara petani bercocoktanam. Â Seberapa banyak pestisida yang disemprotkan ke tanaman ataukah petani-petani menggunakan bahan-bahan pupuk dan pencegah hama organik yang ramah lingkungan.
Ada berjenis-jenis labu yang tersedia di warung ini.  Sebut saja, Muskat de Provence, Langer von Neapel, Birnen-Kürbis (Butternuss) Hokkaido, Spaghetti-Kürbis, dan masih banyak jenis lagi.Â
Sore ini, sekembalinya dari berjalan-jalan, aku bermaksud membuat kue dari labu.
Aku kemudian memilih jenis labu Birnen-Kürbis atau Butternut.  Kulit labu ini berwarna agak kekuningan dan sangat halus.  Dagingnya berwarna oranye muda dengan aroma mentega yang lembut dan rasanya manis.  Aku mengambil satu kemudian mengisi koin 3,50 Euro (sekitar Rp. 45.000,-) kedalam kotak yang tersedia.
Sesampainya di rumah, aku rehat sebentar dengan ditemani secangkir teh kemudian langsung terjun ke dapur untuk membuat kue.
Bolu Labu Butternut
Bahan-bahan:
250 gr labu Butternut
200 gr tepung terigu
200 gula pasir
200 gr mentega
2 sdt baking powder (atau 1 sdt SP dan 1/2 sdt baking powder)
1 sdt vanili bubuk
5 butir telur
Cara membuat:
Kukus labu sampai matang kemudian haluskan
Mentega lelehkan dan dinginkan
Kocok putih telur sampai kaku
Kocok kuning telur dan gula kemudian tambahkan labu dan kocok sekali lagi sampai tercampur rata.
Tambahkan kocokan putih telur ke adonan kuning telur kemudian diaduk perlahan.
Tepung terigu, vanili bubuk, dan baking powder diayak diatas campuran adonan kuning/putih telur. Â Aduk perlahan.
(Jika punya SP maka telur tanpa dipisah kuning dan putihnya bisa langsung dikocok bersama gula dan vanili. Â Kocok sampai adonan mengembang, berwarna putih, kental, dan berjejak).
Tambahkan mentega yang sudah dilelehkan. Â Aduk perlahan-lahan kembali sampai semuanya tercampur rata.
Masukkan ke dalam loyang bulat yang sudah diolesi mentega. Â Hentakkan beberapa kali untuk mengeluarkan udara.
Masukkan ke oven yang sudah dipanaskan sebelumnya. Â Panggang dengan tempratur 170 C selama 40 menit. Â Jika ditusuk dengan tusukan kayu dan tidak menempel berarti kue sudah matang.
Aku menunggu sebentar sampai Kue Bolu Butternut tidak terlalu panas kemudian aku menghidangkannya bersama kopi dan teh.
Suamiku bukan seorang penggemar labu tapi dia berkata, "Gak nyangka ternyata kue labu bisa seenak ini."
Ayo, kalian tunggu apalagi. Â Selamat mencoba!
Kernen im Remstal, 1 November 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H