Apalagi ketika salah satu prinsip ekonomi yaitu "keuntungan" menjadi dominan dalam praktek hidup, maka jadilah manusia yang lain hanya dilihat dari aspek keuntungan. Kasih dan pengorbanan mengalami disorientasi seperti layaknya praktek jual beli. Memberi atau berkorban harus ada balasannya, take and give. Bukan yang seharusnya yaitu kasih dan pengorbanan yang tulus.
Bahkan, kalau perlu demi keuntungan, jika ada yang harus dimangsa atau dikorbankan, why not? "Yang penting saya untung !" Kalau sudah seperti ini, maka tidak ada lagi makna paskah dalam kehidupan kita, apalagi jika pelaku segala sikap anti sosial tersebut adalah orang Kristen.
Marilah kita introspeksi diri masing-masing, jangan sampai tanpa sadar kita telah menjadi serigala kecil bagi sesama. Jelas, kita tidak akan memiliki mahkota kemenangan di bumi dan di sorga. Belajarlah dari kisah dua kambing: mengasihi, berkorban dan menang bersama.Â
Selamat Paskah saudaraku.
***
(Ditulis ulang dari artikel berjudul: Refleksi Paskah: Kasih, Pengorbanan dan Kemenangan, dalam blog saya: Catatan Meidy Tinangon, www.meidytinangon.com -- 30 Maret 2012)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H