Mohon tunggu...
Meidy Y. Tinangon
Meidy Y. Tinangon Mohon Tunggu... Lainnya - Komisioner KPU Sulut | Penikmat Literasi | Verba Volant, Scripta Manent (kata-kata terbang, tulisan abadi)

www.meidytinangon.com| www.pemilu-pilkada.my.id| www.konten-leadership.xyz| www.globalwarming.blogspot.com | www.minahasa.xyz| www.mimbar.blogspot.com|

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Manajemen Worklife Balance dan Keseimbangan Baru

30 Januari 2021   23:10 Diperbarui: 30 Januari 2021   23:18 382
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Keseimbangan. Siapa tak menghendakinya? Hidup ini tak akan memenuhi harapan apabila tak ada keseimbangan. 

Kita butuh keseimbangan dalam menjalani dan mengelolah dinamika kehidupan. Sebut saja beberapa hal, misalnya antara kerja dan istirahat, antara hal-hal jasmaniah dan rohaniah, antara urusan vertikal dan horisontal, antara ruang privat dan publik dan lain sebagainya.

Pendek kata keseimbangan itu penting bahkan vital. Mau tidak mau, harus!

Worklife balance

Isu tentang keseimbangan yang sering menjadi problema adalah apa yang dibahasakan sebagai worklife balance. Keseimbangan antara kehidupan dunia kerja dengan kehidupan pribadi dan keluarga. 

Mungkin ada yang tak sependapat bahwa antara dunia kerja atau aktivitas kerja bisa tak seimbang dengan urusan dalam negeri (pribadi dan keluarga). Bukankah jam kerja sudah ditentukan? 

Benar bahwa kehidupan dunia kerja telah diatur waktunya. Jam berapa masuk kantor dan jam berapa boleh pulang kantor. Namun, faktanya tidaklah demikian. Dunia kerja, utamanya lerja kantoran, sering meminta porsi tambahan. 

Porsi tambahan yang paling umum kita sebut lembur. Selain itu ada juga dinas luar hingga "home work" - kerjaan kantor yang terpaksa dikerjakan di rumah. 

Porsi tambahan tersebut jika awet setiap hari berpotensi menyebabkan konflik dalam rumah tangga. Benih-benih kecurigaan dan pupuk kesepian berkolaborasi sehingga berujung unjuk rasa. Yah, unjuk perasaan. Mulai dari cemburu, marah hingga cekcok. 

Karenanya, worklife balance harus dikelolah dengan apik. Seperti apa model pengelolaannya? 

Mengelolah Worklife Balance

Hal penting dalam mengelolah worklife balance adalah manajemen waktu. Waktu yang tersedia untuk pekerjaan harus dimanfaatkan secara efektif dan efisien agar supaya waktu yang teralokasi tersebut, termanfaatkan untuk menyelesaikan pekerjaan sehingga tidak mencuri waktu untuk urusan dalam negeri atau urusan pribadi dan keluarga.

Jika waktu tak termanfaatkan secara efektif maka akan terjadi ketidakcukupan waktu. Dalam hal ini penting juga untuk melakukan analisis kebutuhan alokasi waktu dan volume kerja.

Jika waktu tak termanfaatkan secara efisien maka akan terjadi pemborosan waktu. Hal-hal yang tidak penting atau yang sifatnya sebagai pelengkap seringkali menggangu kerja utama yang mengakibatkan target kerja harian atau mingguan dan bulanan tak tercapai.

Dengan kondisi demikian, patut disadari bahwa penring untuk merencanakan sebaik mungkin alokasi waktu dan pelaksanaan pekerjaan sesuai waktu yang tersedia.

Keseimbangan Baru Worklife Balance

Dalam kondisi tertentu, seringkali waktu standar tak cukup. Target kerja membutuhkan tambahan waktu sehingga mencuri waktu untuk urusan privat.

Kondisi demikian yang saya bahasakan disini sebagai "keseimbangan baru". Keseimbangan lama adalah pelaksanaan kerja sesuai alokasi waltu standar atau sesuai jam kerja.

Keseimbangan baru adalah kondisi dimana  alokasi waktu tak cukup sehingga menuntut adanya tambahan waktu yang diambil dari waktu yang telah teralokasi untuk pribadi dan keluarga.

Keseimbangan baru ini perlu dikelolah supaya tidak menjadi potensi masalah. 

Apa yang perlu dilakukan dalam mengelolah keseimbangan baru tersebut?

Hal yang terpenting dalam konteks ini adalah komunikasi. Kita harus mampu mengkomunikasikan urgensi penambahan waktu kerja tersebut kepada suami atau istri ataupun juga pacar, sehingga tidak ada kecurigaan dan perasaan diskriminatif. 

Jadi dibutuhkan sebuah tindakan transparansi dalam komunikasi. Kejujuran mengungkapkan situasi sehingga keluarga atau pasangan kita bisa memahami situasi tersebut dan tidak memicu konflik. 

Sepanjang terkomunikasikan dengan baik maka saya yakin "keseimbangan baru" yang tak terelakan tersebut akan menjadi sebuah konsensus penting dalam menjaga worklife balance.

Salam keseinbangan ...

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun