Sebagai salah satu pilar demokrasi, pers sangat diharapkan peran kritisnya. Tentu saja dengan memerhatikan kaidah-kaidah jurnalistik misalnya konfirmasi, uji data dan verifikasi.Â
Isu-isu Pilkada yang menjadi pergumulan bersama dalam mewujudkan Pilkada bermartabat seperti politik uang, hoax dan ujaran kebencian dalam kampanye, politisasi SARA, politisasi birokrasi, dan isu-isu lainnya, sangat membutuhkan kerja-kerja pers yang kritis.
Penyelenggara Pemilu dan pers dapat bekerjasama menyampaikan pendidikan politik yang bermartabat kepada setiap elemen masyarakat.
Menjawab pertanyaan seorang peserta diskusi terkait Daftar Pemilih dalam Model A-KWK yang jumlahnya melonjak dibanding DPT Pemilu 2019, selain menjelaskan faktor-faktor kewajaran sehingga Daftar Pemilih yang merupakan hasil kolaborasi/sinkronisasi DP4 dan DPT Pemilu terakhir, saya juga meminta pers bekerjasama dengan KPU dan Bawaslu mengawal proses pemutahiran data pemilih untuk mencegah politisasi data pemilih berwujud penggelembungan data pemilih. Isu dan kecurigaan publik harus diverifikasi dalam data proses dan hasil pemutahiran data pemilih.
3. Mengawinkan kebebasan pers dan etika transparansi informasi penyelenggaraÂ
Kebebasan pers menuntut transparansi informasi dari penyelenggara Pemilu. Namun demikian, pers juga harus memahami, sebagaimana kerja-kerja jurnalisme yang bebas, tetap diikat oleh batasan-batasan kode etik, demikian halnya dengan kerja-kerja transparansi Pemilu dibatasi dengan kaidah kode etik penyelenggara Pemilu dalam penyampaian informasi publik.Â
Batasan-batasan etika penyampaian informasi publik tersebut misalnya, larangan menyampaikan informasi yang dikecualikan. Larangan menyampaikan informasi yang belum final atau belum diputuskan resmi sekalipun data-data telah ada.Â
Misalnya informasi mengenai hasil perolehan suara. Sebelum hasil pleno terbuka ditetapkan maka belum ada informasi resmi tentang hasil Pilkada yang dapat disampaikan oleh pihak KPU. Pihak penyelenggara juga wajib menyampaikan informasi yang tidak berpihak kepada kepentingan politik tertentu dan tidak bisa mengomentari hal-hal yang menjadi kewenangan institusi lainnya.
Setiap jajaran KPU harusnya menjelaskan hal ini kepada teman-teman pers, agar supaya tidak terjadi kesalahpahaman, mis-informasi dan mis-komunikasi.... Â
Mengingat peran vital pers, maka jajaran KPU seyogyanya memfasilitasi kerja-kerja pers, misalnya dengan menyiapkan fasilitas media center Pilkada dan memrogramkan penyampaian pesan Pilkada melalui konferensi pers atau siaran pers rutin.
***