Kisah "amarah bumi" ini memang berawal dari aktifitas manusia. Pemanasan global dan perubahan iklim merupakan dampak dari Efek Rumah Kaca (ERK) yang sebenarnya adalah proses alami karena memungkinkan kelangsungan hidup semua makhluk di bumi. Tanpa adanya Gas Rumah Kaca, seperti karbondioksida (CO2), metana (CH4), atau dinitro oksida (N2O), suhu permukaan bumi akan 33 derajat Celcius lebih dingin.
Masalah timbul ketika aktivitas manusia menyebabkan peningkatan konsentrasi selimut gas di atmosfer (Gas Rumah Kaca) sehingga melebihi konsentrasi yang seharusnya. Maka, panas matahari yang tidak dapat dipantulkan ke angkasa akan meningkat pula. Semua proses itu lah yang disebut Efek Rumah Kaca.
ERK merupakan fenomena yang sama dengan yang bisa kita temui saat membiarkan mobil kita diparkir dalam keadaan panas terik dan kaca mobil tertutup rapat. Kita pasti akan merasakan panas yang hebat dalam ruang mobil kita, karena sisa panas yang masuk ke dalam mobil tak dapat dipantulkan keluar sebab tertahan lapisan kaca.
Sejak awal jaman industrialisasi, awal akhir abad ke-17, konsentrasi Gas Rumah Kaca meningkat drastis. Diperkirakan sejak tahun 1880 temperatur rata-rata bumi meningkat 0.5 - 0.6 derajat Celcius akibat emisi Gas Rumah Kaca yang dihasilkan dari aktivitas manusia.
Jenis GRK yang memberikan sumbangan paling besar bagi emisi gas rumah kaca adalah karbondioksida, metana, dan dinitro oksida. Sebagian besar dihasilkan dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi dan batu bara) di sektor energi dan transportasi, penggundulan hutan  dan pertanian . Sementara, untuk gas rumah kaca lainnya (HFC, PFC, SF6 ) hanya menyumbang kurang dari 1% .
Tahun 1988, Antony Milne dalam bukunya berjudul "Dunia di Ambang Kepunahan" (judul asli: Our Drowning World) menulis bahwa manusia menjadikan  bumi rumah yang panas dengan cara penebangan pohon dan perusakan tumbuhan dalam jumlah yang besar. Karena bila bahan bakar fosil (dalam bentuk tanaman yang mati atau tertimbun) dibakar, dan bila pohon-pohon yang hidup ditebas, sejumlah besar karbon dioksida (CO2) dilepaskan ke dalam atmosfer.
Milne tidak sembarang bicara, dia mengungkap fakta hasil riset yang mencengangkan mengenai penggunaan bahan bakar fosil. Sejak Revolusi Industri, sebanyak 400.000 milyar ton gas CO2 dilepaskan ke udara. Dan sejak awal abad -20 kita menggunakan  begitu banyak batu bara, minyak dan minyak tanah untuk mengolah perekonomian kita  sehingga menambah 20 % jumlah gas ini.Â
Diperkirakan sebanyak  5,5 milyar ton molekul karbon dipompa ke dalam ekosistem setiap tahun. Hal tersebut diperparah oleh perusakan hutan yang pertumbuhannya mencapai hutan klimaks membutuhkan waktu 50 sampai 100 tahun. Padahal hutan (dan juga samudera) sering disebut sebagai paru-paru bumi yang mengendalikan keseimbangan oksigen dan karbondioksida. Jika Karbondioksida dalam jumlah yang berlebihan maka gas ini akan memerangkap atau manahan panas yang harusnya dipantulkan kembali ke atmosfer bagian atas. Disinilah muncul Efek Rumah Kaca (ERK).
Jadi, ERK menyebabkan pemanasan bumi, disebabkan oleh emisi  GRK yang tinggi ke udara akibat penggunaan bahan bakar fosil dan berbagai bentuk kegiatan manusia yang melepas GRK, diperparah dengan degradasi hutan atau tumbuhan yang sebenarnya dapat menyerap CO2 lewat proses fotosintesis.
Apa yang perlu kita lakukan?
Kondisi bumi yang panas akhirnya kita sadari merupakan ulah kita sendiri misalnya dengan menghasilkan emisi karbon dan menghilangkan hutan di lingkungan sekitar kita. Ancaman global berwujud pemanasan global, mau tidak mau harus kita tangani kalau ingin anak cucu kita menikmati kehidupan yang lebih sejuk dan nyaman.