Mohon tunggu...
Meidita Andrilia
Meidita Andrilia Mohon Tunggu... Mahasiswa - Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak II Nama: Meidita Andrilia II NIM: 55521110042 II Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak II Nama: Meidita Andrilia II NIM: 55521110042 II Magister Akuntansi Universitas Mercu Buana

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

TB1_Pajak Bisnis Transaksi Digital

21 September 2022   18:20 Diperbarui: 21 September 2022   18:24 364
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Perkembangan yang terjadi di dunia membuat sifat transaksi bisnis juga ikut berubah. Era revolusi industri 4.0 membuat transaksi bisnis bertransformasi dari konvensional menjadi digital. Perkembangan teknologi informasi di dunia menjadi latar belakang transformasi ini. Bisa dilihat bahwa saat ini dengan banyaknya pengguna internet, membuat jumlah perusahaan start up yang berbasis digital bertambah banyak. Munculnya banyak perusahaan start up secara langsung meningkatkan ekonomi digital. Pemerintah melalui Menteri Keuangan Indonesia dengan latar belakang pesatnya pertumbuhan ekonomi digital pada akhirnya bertindak untuk melakukan pemajakan. Pemajakan tersebut diperuntukan bagi para pelaku bisnis yang melakukan kegiatan usahanya melalui sistem elektronik. beberapa alasan mengapa bisnis digital perlu dipajaki adalah sebagai berikut:

  • Adanya laba yang diperoleh dari beragam pemasaran yang relevan melalui penggunaan produk dan jasa digital.
  • Karakteristik dari pendapatan yang berasal dari adanya model bisnis baru

Potensi ekonomi dalam bisnis digital tentu sangatlah besar, sehingga negara-negara termasuk indonesia mulai mengkaji dan membuat aturan terkait pajak digital ini. Upaya pemerintah Indonesia tentunya semakin tinggi sehingga bisa mengambil peluang yang ada.

Contoh dari perusahaan digital di dunia ini yaitu seperti facebook, google, instagram, whatsapp, amazon dlsb. Jumlah dari pengguna pada perusahaan digital tersebut tentu saja sangat banyak. Dilihat dari banyaknya jumlah pengguna bisa menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan digital tersebut menerima manfaat keuangan dari Indonesia.

dokpri
dokpri

Pajak digital merupakan pajak yang pengenaannya ada pada perusahaan yang memiliki produk atau bidang usahanya bergerak dalam bidang teknologi informasi. Banyak negara yang sudah mulai mengejar Perusahaan digital karena perusahaan digital menjadi target penerimaan baru di banyak negara. Salah satunya adalah e-commerce, dimana e-commerce menjadi produk bisnis yang cukup menjanjikan. E-commerce merupakan suatu kegiatan bisnis yang dilakukan di antara perusahaan dengan konsumen dimana pertukaran barang dan jasanya dilakukan secara elektronik. Pertukaran yang dilakukan bisa berupa uang, layanan, informasi, maupun barang. Dengan e-commerce, hidup menjadi lebih praktis dan mudah, manfaat inilah yang diberikan oleh adanya e-commerce.

PMSE melakukan iklan, penawaran, penerimaan, dan konfirmasi dengan memanfaatkan sistem digital. Jaringan dan alat berupa smartphone ataupun komputer menjadi alat yang diandalkan oleh Sistem PMSE. Selain itu, e-commerce diwajibkan untuk memiliki izin usaha. Dan juga jikalau bentuknya adalah perusahaan asing, maka perusahaan asing tersebut wajib mempunyai kantor fisik di Indonesia sebagai perwakilannya. Hal ini diwajibkan karena akan digunakan untuk memenuhi kewajiban perpajakan. Dan pelaku usaha wajib mendaftarkan diri sebagai wajib pajak. Pelaku usaha yang memiliki peredaran bruto yang melebihi 4,8 miliar per tahun haruslah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP).

Peraturan

Pemerintah Indonesia telah memulai untuk mengenakan pajak yang asalnya dari transaksi perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) melalui UU No. 2 Tahun 2020. Objek pajak dari PMSE yang dikenakan oleh pemerintah yaitu pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) atas pemanfaatan jasa kena pajak (JKP) dan/atau barang kena pajak tidak berwujud (BKPTB) dari luar daerah pabean didalam daerah pabean melalui PMSE.

Pada tahun 2018, Kementerian Keuangan merumuskan PMK Nomor 210/PMK.010/2018 yang mengatur tentang perlakuan perpajakan atas transaksi PMSE. Namun, pada tahun 2019 diterbitkan PMK Nomor 31/PMK.010/2019 tentang pencabutan PMK Nomor 210/PMK.010/2020. Oleh karena itu, mulai tahun 2019 peraturan mengenai perpajakan transaksi PMSE pada PMK-210/PMK.010/2020 menjadi tidak berlaku.

Ketentuan mengenai mekanisme PPN PMSE diatur di dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PMK.03/2020. PMK-48/PMK/03/2020 mengatur mengenai tata cara penunjukan pemungut, penyetoran, dan pelaporan PPN atas pemanfaatan JKP dan/atau BKPTB yang berasal dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean dengan melalui PMSE. Dengan diberlakukannya PMK-48/PMK.03/2020 dapat diketahui bahwa pemerintah Indonesia menjadikan PPN atas transaksi PMSE sebagai salah satu solusi penggalian potensi pajak dalam digitalisasi ekonomi.

Pelaku usaha PMSE dijelaskan dalam PMK No 48/PMK.03.2020. Dalam aturan tersebut disebutkan bahwa pelaku usaha dari PMSE merupakan orang pribadi atau badan yang kegiatan usahanya di bidang PMSE. Kegiatan usaha bidang PMSE terdiri dari penyelenggara PMSE luar dan dalam negeri, penyedia jasa luar negeri dan pedagang luar negeri. Menteri keuangan akan menunjuk pelaku usaha PMSE yang nantinya akan menjadi pemungut dari PPN PMSE. Tugas dari pemungut PPN PMSE yang sudah dilakukan penunjukkan oleh menteri keuangan adalah memungut, menyetor, dan melapor PPN yang telah dipungutnya.

Subjek Pemungut PPN PMSE

  • Pedagang luar negeri,
  • Penyedia jasa luar negeri, dan
  • Penyelenggara PMSE dalam negeri yang sudah ditunjuk oleh menteri keuangan baik berupa orang pribadi atau badan usaha dengan kriteria sebagai berikut:
  • Nilai transaksi Rp 600 juta setahun atau Rp 50 juta per bulan
  • Jumlah traffic atau pengakses melebihi jumlah tertentu dalam waktu 12 bulan (12.000 pengakses dalam satu tahun atau 1.000 pengakses dalam sebulan)
  • Pelaku usaha yang telah memenuhi kriteria tetapi belum ditunjuk sebagai pemungut PPN (dapat menyampaikan pemberitahuan secara online ke DJP)
  • DJP menentukan nilai transaksi dan jumlah traffic yang harus dikenakan PPN
  • Pemungut PPN PMSE diberikan nomor identitas sebagai sarana administrasi perpajakan

Tarif

Tarif PPN PMSE adalah sebesar 11% yang dihitung dari dasar pengenaan pajak (DPP). DPP adalah nilai berupa uang yang dibayarkan oleh pembeli (tidak termasuk PPN).

Mekanisme

Aktivasi akun dan pemutakhiran data secara online wajib dilakukan oleh pemungut PPN PMSE melalui aplikasi atau sistem yang ditentukan dan/atau disediakan oleh DJP (Portal PMSE) paling lama sebelum penunjukan sebagai Pemungut PPN PMSE mulai berlaku.

Pemungut PPN PMSE membuat bukti pungut PPN, yang dapat berupa: (1) commercial invoice, (2) billing, (3) order receipt, atau (4) dokumen sejenis, yang menyebutkan pemungutan PPN dan telah dilakukan pembayaran.

Penyetoran PPN dilakukan oleh Pemungut PPN PMSE untuk setiap Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir. Penyetoran atas PPN yang telah dipungut dilakukan secara elektronik ke rekening kas negara sesuai dengan ketentuan mengenai penyetoran pajak secara elektronik (tidak bisa dilakukan secara tunai).

Pelaporan PPN dilakukan oleh Pemungut PPN PMSE atas PPN yang telah dipungut & yang telah disetor, secara triwulanan untuk periode 3 Masa Pajak, paling lama akhir bulan berikutnya setelah periode triwulan berakhir. Minimal informasi yang harus tercantum dalam laporan yaitu berupa jumlah dari pembeli barang atau penerima jasa, jumlah nilai transaksi pembayaran, jumlah PPN yang dipungut dan disetor.

Waktu Penyetoran dan Pelaporan

PPN yang telah dipungut dari konsumen wajib dilakukan penyetoran kepada negara paling lambat pada akhir bulan berikutnya. Untuk pelaporan PPN yang telah dipungut dan disetor dilakukan secara triwulanan. Paling lama yaitu pada akhir bulan berikutnya setelah periode triwulanan berakhir.

Contoh

PT Sopi merupakan salah satu PPMSE dalam negeri karena PT Sopi menjadi pihak yang menyediakan media komunikasi elektronik yang digunakan untuk transaksi perdagangan dan memiliki tempat kedudukan di daerah pabean. Dengan digolongkannya PT Sopi sebagai salah satu PPMSE dalam negeri menyebabkan PT Sopi termasuk sebagai pelaku usaha PMSE karena pelaku usaha PMSE adalah badan atau orang pribadi yang melakukan kegiatan usaha di bidang PMSE yaitu PMSE dalam negeri.

PT Sopi ditunjuk sebagai salah satu pemungut PPN atas barang dan jasa digital yang dijual kepada konsumen di dalam daerah pabean dari luar daerah pabean. Dengan adanya penunjukan pemungut PPN PMSE tersebut maka sejak awal bulan berikutnya setelah tanggal ditetapkan keputusan penunjukan yaitu 1 Oktober 2020, PT Sopi akan mulai memungut PPN atas barang dan jasa digital.

PT Sopi wajib memungut PPN PMSE dengan tarif sebesar 11% (sebelas persen) dari jumlah dasar pengenaan pajak atau DPP. DPP PPN PMSE adalah nilai berupa uang yang dibayarkan oleh penerima jasa dan/atau pembeli barang dengan jumlah yang dibayarkan adalah tidak termasuk PPN yang dipungut. Pada saat dilakukan pembayaran oleh pembeli barang atau penerima jasa, pada saat itulah PPN PMSE terutang. Sebagaimana dalam pemungutan PPN biasa, setelah PT Sopi memungut PPN PMSE maka PT Sopi wajib membuat faktur atau bukti pemungutan PPN PMSE berupa dokumen yang dipersamakan dengan faktur pajak. Dokumen yang menjadi bukti pungut pemungutan PPN PMSE antara lain order receipt, commercial invoice, billing, atau dokumen sejenis lainnya yang menyebutkan jumlah pemungutan PPN PMSE dan telah dilakukan pembayaran oleh penerima jasa dan/atau pembeli barang.

PT Sopi, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir berkewajiban melakukan penyetoran PPN PMSE yang telah dipungut untuk setiap masa pajak. Misalnya, PT Sopi telah memungut PPN PMSE untuk masa pajak Maret 2020 maka PT Sopi wajib menyetorkan PPN PMSE yang telah dipungut paling lama 30 April 2020.

Sama halnya dengan PPN, tahap terakhir dalam pemungutan PPN PMSE setelah memungut dan menyetor adalah melapor. PT Sopi berkewajiban melakukan pelaporan PPN PMSE yang sudah dipungut dan telah disetorkan ke rekening kas negara secara triwulanan untuk periode 3 (tiga) masa pajak paling lambat akhir bulan berikutnya setelah periode triwulanan berakhir. Sebagai contoh, apabila PT Sopi telah memungut dan menyetorkan PPN PMSE untuk masa pajak Maret, April, dan Mei 2020 maka PT Sopi wajib melaporkan pemungutan PPN PMSE paling lambat 30 Juni 2020. Pelaporan PPN PMSE yang dilakukan PT Sopi paling sedikit memuat jumlah pembayaran, jumlah PPN PMSE yang telah dipungut dan telah disetor, serta jumlah penerima jasa dan/atau pembeli barang. Selain itu, pelaporan PPN PMSE melalui sistem atau aplikasi yang telah disediakan dan/atau ditentukan oleh DJP menggunakan laporan berbentuk elektronik.

Kesimpulan

Pada dasarnya, dengan diberlakukannya kebijakan untuk memungut PPN PMSE tidak memberikan dampak secara signifikan terhadap pemungut PPN PMSE. Dalam skema PPN, hakikatnya PPN adalah beban konsumen akhir atau pihak yang mengonsumsi barang dan/atau jasa termasuk PPN PMSE. Dampak yang diterima oleh konsumen akhir pun hanya dalam hal administrasi, tanpa mengurangi substansi kewajiban dari konsumen tersebut. Sebelum adanya PPN PMSE, konsumen berkewajiban untuk menyetorkan sendiri PPN atas pemanfaatan BKPTB dan/atau JKP. Setelah adanya pemungutan PPN PMSE, kewajiban menyetor dilakukan oleh pihak ketiga sehingga ketika konsumen melakukan pembayaran sudah termasuk PPN. Bagi konsumen dengan kepatuhan pajak tinggi, maka menjadi berkurang beban administrasi untuk menyetorkan PPN ke kas negara. Bagi konsumen dengan kepatuhan pajak rengah maka seolah-olah timbul beban baru, yang sebenarnya sudah ada hanya mekanismenya saja yang berubah.

Apabila dilihat dari aspek PPN, pelaku usaha PMSE hanya dapat melakukan pemungutan PPN atas transaksi dari dan menuju daerah pabean setelah dikukuhkan menjadi PKP. Apabila terdapat transaksi yang menuju daerah pabean dan berasal dari luar daerah, pemungutan PPN PMSE hanya dapat dilakukan ketika pengusaha sudah ditunjuk menjadi pemungut PPN PMSE.

Daftar Pustaka

Direktorat Jenderal Pajak. (2020). PPN Impor Produk Digital. https://www.pajak.go.id/id/pajakdigital

Direktorat Jenderal Pajak. (2021). Pemungutan Pajak Pertambahan Nilai | Direktorat Jenderal Pajak. https://www.pajak.go.id/id/pemungutan-pajak-pertambahan-nilai

Wijaya, Suparna. (2021). Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Jurnal Ilmiah Akuntansi. 5(3). 245-256

Wijayanti, D.M. (2020). Pajak Digital: Potensi dan Tantangan. Jurnal Optimum. 10(1). 74-83

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun