Tak ada lagi yang bisa dilakukannya selain daripada merobek lembaran coklat berukuran duapuluh senti yang sedari rumah dijaganya baik-baik. Terbayang wajah istri dan putrinya yang berubah menjadi sobekkan-sobekan kecil. Sementara sang mertua mengelus-elus rambut putri kesayangannya seraya menjulurkan lidah ke arah pemuda itu.
Berkali-kali di tanah yang tak memberinya apa-apa selain kemarahan, ia merasa benar-benar sendiri. Ia tahu sampai kapanpun rasisme tak akan pernah hilang dalam kehidupan ini selama doktrinisasi yang mendominasi kehidupan ini masih terus dibudidayakan. Semua orang lupa, mata yang sipit, kulit yang hitam, rambut yang gimbal serta tubuh-tubuh yang bergambar adalah bagian daripada kehidupan. Dengan adanya rasisme tanah-tanah akan terkotak-kotakkan seperti kotak jangkrik yang hanya terdengar nyaring di balik kegelapan malam saja. Gelap dan habis.
Surabaya, 2022
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI