Pak Doktor yang desain dronenya sungguh memancarkan aura kekinian, berhentilah mencemarkan dunia akademik. Ini wilayah yang semestinya jauh dari prasangka dan kebencian. Ini adalah daerah yang semestinya bebas dari kata-kata rasis dan kalimat pornografis. Pendidikan adalah tempat untuk menumbuhkan etiket dan etika hingga tinggi menjulang, menanam benih toleransi serta bibit perdamaian. Jadi, Anda sebagai akademisi saya tantang (1) untuk mentwit dengan cerdas, kritisi kinerja Jokowi-Ahok dengan logis. Jangan memaki lalu ngeles,”Ahok maki-maki juga!!!” Kebodohan itu mbok ya disembunyikan tho Pakkk...Bukan diumbar:Beliau memaki koruptor, Anda memaki orang yang memaki koruptor, beda ‘kan. Juga (2) jangan bicara porno dan (3) jangan menyebar link berita abal-abal yang diikuti dengan kalimat hasutan.
Sekarang tentang rasisme. Efek rasisme amatlah mengenaskan. Anda akademisi, cobalah cari literatur tentang rasisme, bukan hanya bisa menyampah di dunia maya. Korban perlakukan rasis bisa mengalami penurunan kondisi fisik, hidup dalam ketakutan, merasa inferior lalu depresi. Sementara pelakunya berpotensi untuk melakukan perusakan baik secara mental, fisik serta intelektual karena merasa superior (Contoh terbaik adalah, tentu saja, Anda sendiri). Jadi, saya juga tantang Anda (4) untuk berhenti melontarkan kata-kata rasis. Hentikan mentwit kalimat yang merendahkan etnis apapun, dalam hal ini secara spesifik Anda kerap merendahkan perempuan Tionghoa dan menghina etnis Tionghoa. Bersikeras untuk tetap rasis di era teknologi seperti ini hanya akan membuat Anda jadi salah satu orang yang paling layak dikasihani.
Anda lulusan S3.Dosen IPB,salah satu universitas terbaik di negeri ini.CEO atau direktur.Pembicara seminar.Pemimpin Redaksi. Pencipta drone (Aduh…Gemetar tangan awak ngetik ini…Keren kali lah kau ya…). Saya tantang Anda (5) untuk minta bertemu Ahok agar bisa mendebat beliau tentang mengapa Jokowi dan dirinya tak pantas jadi pemimpin. Doktor dengan kualifikasi sementereng Anda tak pantas hanya berkoar-koar di sosmed. Temui langsung orangnya, tunjukkan bahwa pengecut bukanlah nama tengah Anda. Nggak usah minta ketemu Jokowi, pasti ditolak. Kalo Ahok, walau kansnya menerima Anda hanya 1% tapi tetap ada kans, gitu lho. Kalo Ahok setuju bertemu, mintalah agar rekaman pertemuan jangan diupload ke YouTube, kasihanilah istri dan anak Anda. Kalo Ahok menolak ketemu, Anda bisa ngetwit,”Preman Resmi DKI nggak berani lawan doktor pencipta drone”. Anda akan diundang TVO*e, bisa pajang miniatur drone di meja wawancara, terus banyak yang beli, jadi kaya lalu nyagub dan nyapres, dikalahkan atau mengalahkan Ahok pada 2017 dan Jokowi di 2019.
Tapi sebelum dikalahkan mengalahkan Jokowi dan Ahok , (6) harap Anda mengedukasi masyarakat. Ajarkan warga tentang mengapa Jokowi dan Ahok tak pantas jadi pemimpin. Jika Anda memang benar adalah orang terdidik, fokuskan materi edukasi pada kinerja mereka, bukan pada ras dan agama Ahok. Juga jangan melakukan black campaign tentang Jokowi.
Pak Doktor, akademisi semestinya menyodorkan solusi, bukan jadi bagian dari masalah namun yang Anda lakukan adalah menyebarkan prasangka serta kebencian. Anda minta Ahok pulang kampung karena beliau minoritas ? Orang Toraja lebih sedikit jumlahnya daripada Tionghoa, kenapa tidak Anda saja yang pulang ? Fadli Zon orang Padang dan Padang lebih minoritas daripada Tionghoa, kenapa bukan dia yang Anda suruh pulang ? Seorang doktor kok nggak tau bahwa sebagai sebuah bangsa kita disebut Indonesia, tak ada istilah Jawa Hindu, Batak Katolik, Aceh, Padang berdarah Jerman, Dayak Muslim turunan Tionghoa atau Menado Kristen. Anda nggak tau Bhinneka Tunggal Ika, ya ? Pernah baca teks Sumpah Pemuda ? UU nomor 12 tahun 2006 Pasal 1 ?
Many are schooled but few are educated. Jika enam tantangan di atas tidak Anda penuhi, berarti Anda sebagai dosen bergelar doktor merangkap pemimpin redaksi, pembicara seminar, CEO atau direktur, dan pencipta barang canggih, ternyata hanya termasuk kategori yang pertama: Bersekolah namun tidak berpendidikan.
Rasisme adalah gua persembunyian yang nyaman bagi mereka yang tak percaya diri, ketakutan, dan merasa terancam. Rasisme adalah tempat perlindungan bagi mereka yang merasa kecil dan inferior. Hidup Anda masih panjang, jangan sia-siakan. Carilah konselor, entah rohaniwan yang bisa Anda percaya, psikolog atau psikiater.
Sungguh, saya serius. Saya amat sangat serius.
Jumat, 10/9/2015, jam 15.29 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H