“Untuk apa? Kamu bukan siapa-siapanya Rendra kan? Silakan pergi. Kalau saya masih melihatmu di sini, saya akan tambahi uangnya. Kalau kamu masih datang lagi, saya akan membayar orang untuk membuat kamu tidak akan pernah datang lagi. Begitu. Mengerti?”
Rossa menggeleng lagi.
Melisa mengembuskan napas muak.
“Saya boleh masuk, Dok?”
“Tak perlu!” ketus Melisa lalu masuk dan membiarkan seorang perawat menutup pintu ruang kamar operasi.
Melisa terus bergulat dengan batinnya. Mondar-mandir menyembunyikan kegelisahannya sambil menunggu kehadiran Dokter Latif, dokter anestesi. Seorang perawat melaksanakan tugasnya sesuai prosedur kerja. Memasang oksigen, memasang monitor pemantau detak jantung. Lalu menyiapkan alat operasi seperti bandage scissores, gunting operasi, forceps, gloves, urine bag, dan lain-lain.
“Ada kelainan hemostasis?” tanyanya kepada salah satu asisten medis.
“Tidak, Dok.”
“Diabetes?” tanyanya lagi.
“Tidak juga, Dok.”
“Alergi obat?”