Rossa tertegun, tak mengerti.
“Kemari, saya ingin berbicara,” lirih Melisa kepada Rossa.
Rossa mendekat takut-takut. Bagaimana pun ia merasa lebih rendah dibanding Melisa.
“Ada apa, Dok?” tanya Rossa lirih, takut, ragu.
“Rendra sudah membayarmu?” tanya Melisa masih dengan nada sedatar mungkin, mengabaikan kerutan di kening Rossa.
Melisa mengulurkan amplop cokelat berisi puluhan juta rupiah, dan memaksa Rossa menerimanya.
“Ini bayaranmu untuk malam itu bersama Rendra. Kalau sisa, ambil saja,” kata Melisa lagi.
“Tapi waktu itu kami belum melakukan apa-apa, Dok,” kilah Rossa lugu.
“Tak apa. Kalau Rendra sudah sembuh saja kalian melakukannya,” jawab Melisa santai. “Sekarang, saya minta kamu meninggalkan Rendra.”
“Maksud Dokter? Saya ingin menunggui Rendra.”
Melisa mendesah. Susah ya, berbicara dengan orang yang setiap hari sudah teracuni alkohol dan pemandangan cabul.