Mohon tunggu...
Megawati Sorek
Megawati Sorek Mohon Tunggu... Guru - Guru SDN 003 Sorek Satu Pangkalan Kuras Pelalawan Riau

Seorang guru yang ingin menjadi penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Suami, Istri dan Tanda Tangan

13 Juni 2023   21:48 Diperbarui: 13 Juni 2023   21:54 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dokpri : Koleksi Desain Megawati Sorek 

Beberapa hari merenungi untuk mengambil keputusan yang begitu berat dan akhirnya pagi ini tekadku bulat, tanda tangan kutorehkan pada surat gugatan cerai ini. Meski aku tahu ini tindakan yang sangat dibenci oleh Tuhanku.

Kembali rasa penyesalan itu hadir menyesakkan dada. Andai waktu bisa berputar kembali, mungkin saat ini tak perlu menyalahkan diri sendiri atas keputusan yang kupilih di beberapa persimpangan di masa muda lalu. Nasi telah menjadi bubur, tak bisa mencari dimana terletak salah. Terkadang kembali, tersadar memang mungkin sudah garis tangan jodoh juga oleh sang kuasa.

Cinta telah membutakan hati dan akal. Logika tak lagi bisa menerima jutaan alasan penolakan keluarga atas dirimu. Saat itu hanya bahagia ingin diraih bersamamu, satu-satunya yang bertahta dihati. Nasihat serta arahan orang terdekat diabaikan. Memilih mengikuti kata hati. Bersamamu pergi menjauh dari penghalang cinta kita.

Manisnya pernikahan hanya kureguh diawal saja, setelah buah hati kita lahir. Sifat aslimu keluar dengan berbagai tindak tanduk menyakitkan.

Peran suami tak kau lakoni dengan baik. Hatiku hancur dengan menahan hati. Tak bisa mengadu pada siapapun. Harus menerima resiko atas pilihan sendiri.

Hati ini, sudah saatnya egois, aku ingin lepas dan bahagia. Anak-anak kita sudah besar, semoga saja bisa memaklumi dan menerima keadaan. Alasan selama ini bertahan, demi anak-anak sudah tak bisa kuberlakukan lagi.

Mati rasa tidak pernah terjadi secara tiba-tiba. Proses panjang menggerogoti perkawinan, bukankah sudah kuberusaha dengan hiasan kesabaran telah kuperankan.

Suami merasa semua berjalan normal, namun tiada angin tiada hujan tiba-tiba, mungkin akan kaget setengah mati menerima surat pisah ini. 

Jangan selalu menyalahkan pihak ketiga tapi lebih ke hati ini yang telah lelah dan mati menimbulkan hambarnya rasa.

Pengorbanan kuselama ini, tak dihargai. Seakan tiada berarti, sering keputusan tanpa melibatkanku, tanpa pertimbangan diskusi komunikasi sering kau ambil sendiri.

Mengenai keuanganmu tak pernah jujur padaku, bahkan untuk biaya hidup rumah tangga kuharus pontang panting menjadi tulang punggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun