"Mak, menurut Mak. Apa nasib kita akan terus miskin begini?"
Wanita yang mengenakan kupluk itu memandang lekat pada anak semata wayangnya yang kini telah mulai beranjak dewasa.
"Bisa, anakku. Asal kita gigih berusaha menjemput rezeki."
"Tapi, Mak. Kesuksesan seakan jauh dari kita, Mak."
Ardi berhenti mengunyah, lalu meneguk air hingga kandas.
"Ardi sedih dan merasa terhina, Mak," ucap Ardi dengan sorot mata redup.
Wanita lembut nan sabar itu tetap tersenyum teduh. Kedua netra nya menelisik wajah sang anak.
"Anakku, menurutmu kesuksesan itu apa?" tanya sang Mak.
"Ya, bergelimang harta lah Mak, kek Pak RT kita, anaknya dah pada kuliah ke kota. Beda ma kita yang tamat sekolah malah ke sawah. Ardi ingin merubah nasib, Mak."Â
"Pikiran kamu itu bisa diluaskan lagi nak, kesuksesan bukan semata-mata materi saja sebagai tolak ukurnya."
"Maksudnya?"