Jika di desa hanya mengharapkan kerja menjadi buruh tani atau buruh karet. Lulusan SMA maupun tanpa lulusan semuanya bekerja demikian. Emak pernah melarangku merantau. Sebagai penganti abah yang telah tiada aku merasa bertanggung jawab ingin menaikkan taraf hidup. Emak sangat takut dengan kehidupanku di kota nantinya. Merantau dengan membawa sejuta harapan. Impian setinggi langit merubah kehidupan ke arah lebih baik.
Ingatanku terlempar saat berpamitan kepada Mak.
"Akunya akan kerja keras, Mak, mohon restu, Mak," bujukku saat itu dengan meraih kedua tangannya yang keriput dan menempelkannya ke kedua pipiku.Â
Wajah teduh Mak tersenyu, mata tuanya yang sudah mulai buram berkaca-kaca. Ia meraih bahuku dan memeluk dengan sangat erat. Sebenarnya ada sedikit keraguan meninggalkan Mak, tetapi ada hidup yang harus diubah.Â
Suara sambungan telepon yang tadinya hening hanyut dengan pikiran masing-masing. Kini Mak berucap kembali.
"Le',  ya udah, tahun depan, bisa usahakan pulang tho, Le'?" tanya Mak. Terdengar hela napas beratnya. "Mak rindu."
Iya Mak hal yang sama aku rasakan pada wanita yang selalu merajai hatiku itu. Kasih sayangmulah yang membuatku sebenarnya tak betah di perantauan ini ditambah keadaan yang tak selalu bersahabat. Tetapi, Mak, aku pulang malu, tak pulang rindu.
Terbayang di pelupuk mata ini saat takbir berkumandang tinggal beberapa hari lagi. Pawai bedug dan takbir, saling berkunjung akan dilakukan.  Lebaran  yang dinanti akan terasa indah dengan kebersamaan. Ingin pulang, tapi tak cukup punya uang. Aku hanya sendirian di perantauan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H