Setiap kita mengalami yang namanya konflik hidup atau yang sering kita sebut masalah. Intinya hidup itu masalah, jika tak mau ada masalah maka selagi dalam perut ibu dulu kemarin mintalah untuk tidak terlahir ke dunia ini. Jangankan kita yang manusia biasa saja, sedangkan para nabi menjalani hidup dengan berbagai dera yang melanda. Hal ini sesuai dengan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah ayat 155 yang artinya  adalah :
"Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, dan kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan, dan berita gembira kepada orang-orang yang sabar."
Cobaan ujian atau terkadang kita sebut musibah. Musibah adalah hal yang tidak dikehendaki dan tidak menyenangkan hati. Kejadiannya apa saja, bisa menimpa seseorang atau kelompok. Misalnya pada pribadi dan keluarga bencana kematian, sakit, rugi kena tipu, bangjrut usaha, kehilangan barang, kebakaran, kecelakaan, Â kena pecat, dan sebagainya. Sedangkan kelompok atau umum, bisa saja bencana alam, paceklik, musim yang ektrim, pandemi, kalah lomba, kalah perah dan lain-lain.
Lalu sambungan ayat di atas QS. Al-Baqarah 156 dan 157:
"Yaitu orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata"Sesungguhnya kami ini adalah milik Allah sesungguhnya kepadaNya kami kembali. Mereka itulah yang memperoleh ampunandan rahmat dari Tuhannya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk."
Ucapan inna lillahi wa innaa ilaihi raaji'un pernah terucap oleh penulis saat tetangga kehilangan barang. Ia terkejut bukan ada yang meninggal ia mengklarifikasi. Oh, iya baru menyadari kebanyakan dari kita mengucapkan khusus jika ada kematian saja, padahal sejatinya apa pun musibah kita tiada salahnya mengucapkan hal itu.
Sejatinya kita terkena musobah atau akan mengalaminya itu pasti. Â Jangan merasa sendirian, artinya bukan kita saja yang bernasib buruk. Kegembiraan dan kesedihan saling datang silih berganti. Dunia ini memang sebagai wadah untuk kita menjalankan segala ketentuan yang telah ditetapkan dengan berusaha, bersyukur, sabar dan tawakal bisa menjadi solusi masalah. Selain itu janganlah berburuk sangka kepada Allah SWT. Jangan benci suatu musibah bisa jadi sesuatu itu justru menyimpan kebaikan yang bermanfaat. Menyalahkan takdir, menyalahkan diri sendiri, menyalahkan orang lain bahkan menyalahkan Tuhan, menuding Allah tidak adil. Kita harus tahu rahasia dan hikmah takdir. Bukankah rukun iman yang ke enam adalah suatu ketetapan mutlak preogatif yang maha kuasa mengatur alur hidup. Takdir memang telah ditetapkan dan bisa saja berubah jika melakukan amal kebaikan atau keburukan.
Muslim yang beriman bagaimanakah menyikapi musibah :
1. Iman yang Kuat dan Ridho/ikhlas
Yakin dengan sesungguhnya kehendak Allah. Suka duka yang dijalani tentunya sudah berlaku untuk semua umatnya dan caranya berbeda-beda. Musibah adalah ujian untuk menaikkan derajat yang lebih tinggi.
Mengucapkan inna lillahi wa innaa ilaihi raaji'un sevagai pengakuan akan kebesaran Allah dan penyerahan diri kita sebagai hambanya yang lemah dan lalai. Ucapan itu juga akan mendatangkan pahala
2. Selalu Berikhtiar
Orang yang beriman memiliki ciri yang tangguh, tidak putus asa. Keadaan yang sulit justru membuat mengali ilmu dan belajar, menemukan ide baru yang lebih cemerlang.
3. Selalu Berdoa dan Dzikir
Ketika musibah itu datang maka makin mendekatkan diri kepada Allah dan memohon pertolongan. Selalu menyadari hanya kepada Allah tempat mengadu.
4. Sabar/Tabah
Menahan diri sebagai kekuatan, daya positif mendorong jiwa menunaikan kewajiban agar mencegah berbuata kejahatan. Membentengi diri dari hawa nafsu dengan kekuatan iman.
Jadi sabar di sini maksudnya bukan dalam artian menyerah dengan keadaan, tak ada pergerakan dan  tidak bangkit lagi.
Oke, ingat juga musibah akan menjadi berkah.
Surah Alam Nasyrah 6 artinya "Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan dan kesenangan."
Nasib buruk tak selamanya menjadi milik kita begitu juga sebalik. Keberuntungan yang datang tidak juga akan hadir. Oleh karena itu janganlah risau dan gelisah, Waktu berlalu, hari berganti semoga keadaan akan menjadi baik dan mampu untuk kita sikapi dengan cerdas.
Sebagai penutup musibah terbesar dalam hidup ini adalah tercabutnya iman. Jika agamanya sudah terampas apa yang menjadi pegangan untuk dunia dan akhirat pun hilang.Tujuan hidup yang hakiki tiada lagi. Mati dalam keadaan kafir, siap puncak kerugian, menerima siksa.
Penulis mencoba mengingatkan mari sama-sama kita jaga iman kita, pupuk terus, serta mengalunkan bait doa agar selalu mendapat petunjuk hidayah dan jalan yang lurus. Aamiin ya rabbal alamin.
Berbicara tentang Ramadan kaitannya dengan musibah adalah jika Ramadan ini telah berakhir dan kita tidak tahu  apakah masih berjumpa lagi pada Ramadan akan datang. Air mata mengalir sedih dengan harapan masih bisa menjalankan, memuliakan, melayani, menikmati syahdunya Ramadan selanjutnya. Semoga!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H