Mohon tunggu...
Rossancerose
Rossancerose Mohon Tunggu... Desainer - Own

Selalu diriku sendiri, yang tidak sepenuhnya kau mengerti.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Gangguan Identitas Disosiatif

10 April 2012   13:29 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:47 186
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Gangguan identitas disosiatif (dahulu dikenal sebagai gangguan kepribadian majemuk) adalah gangguan jiwa yang berasal dari akibat sampingan dari trauma parah pada masa kanak-kanak (bahasa Inggris:childhood umur 3 -11 tahun) dan remaja (bahasa Inggris:adolesence umur 12 -18 tahun)[1].

Individu biasanya mengalami pengalaman traumatis yang cukup ekstrem dan terjadi berulang kali yang mengakibatkan terbentuknya dua atau lebih kepribadian yang berbeda.[2] Masing-masing individu dengan ingatan sendiri, kepercayaan, perilaku, pola pikir, serta cara melihat lingkungan dan diri mereka sendiri.[2] Setidaknya dua kepribadian ini secara berulang memegang kendali penuh atas tubuh si individu. [2]

Kriteria diagnosis


Terdapat empat kriteria untuk mendiagnosis gangguan identitas disosiatif pada seseorang [3], yakni:


  1. Kehadiran dua atau lebih kepribadian. [3]
  2. Kepribadian tersebut dapat mengendalikan perilaku.[3]
  3. Ketidak-mampuan untuk mengingat informasi penting yang melebihi kelupaan pada normalnya.[3]
  4. Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat atau kondisi medis umum.[3]

Tanda dan gejala


Depersonalisasi dan derealisasi

Penderita mengalami perasaan tidak nyata, merasa terpisah dari diri sendiri baik secara fisik maupun mental. Penderita merasa seperti mengamati dirinya sendiri, seolah-olah mereka sedang menonton diri mereka dalam sebuah film. Penderita merasa tidak mendiami tubuh mereka sendiri dan menganggap diri sebagai orang yang asing atau tidak nyata.

Mengalami distorsi waktu, amnesia, dan penyimpangan waktu


Penderita kerap kali mengalami kehilangan waktu, dimana kadang-kadang mereka menemukan sesuatu yang tidak diketahuinya, ataupun tersadar disuatu tempat yang tidak dikenal, sementara mereka tidak sadar kapan pergi ketempat itu.

Sakit kepala dan keinginan bunuh diri


Penderita seringkali merasa sakit kepala, dan mendengar banyak suara-suara dikepalanya (mirip dengan gejala skizofrenia). Beberapa kepribadian mendorongnya untuk melakukan bunuh diri.

Fluktuasi tingkat kemampuan dan gambaran diri


Berubah-ubahnya kondisi penderita terjadi saat satu kepribadian bertukar dengan kepribadian lain. Misalnya, saat kepribadian A muncul, maka kepribadian tersebut adalah kepribadian yang mempunyai kemampuan berhitung yang bagus. Sementara saat kepribadian lain muncul, kemampuan kepribadian A pun menghilang. Jadi, kemampuannya berubah tergantung dari kepribadian mana yang muncul. Begitu juga dengan gambaran dirinya, berfluktuasi sesuai kehadiran setiap kepribadian.

Perilaku menyakiti diri sendiri

Kecemasan dan depresi


Individu umumnya mengalami kecemasan dan depresi karena berulang kali mengalami hal-hal yang tidak diingatnya.

Diagnosis


Membuat diagnosis untuk gangguan identitas disosiatif tidaklah mudah dan memakan waktu yang lama.[rujukan?] Diagnosis bisa dilakukan dengan wawancara terstruktur dan melalui beragam tes psikologi.[rujukan?]

Wawancara Klinis Terstruktur


Wawancara Klinis Terstruktur (bahasa Inggris: Structured Clinical Interview for DSM-IV (SCID-D)).[5] Metode wawancaranya pun telah memiliki panduan, yaitu menggunakan Diagnosis dan Penjadwalan Wawancara Terstruktur untuk Penderita Gangguan Identitas Disosiatif (bahasa Inggris: Diagnosis dan Dissociative Disorders Interview Schedule (DDIS)).[6]

Sebuah tes sederhana dianggap tetap valid untuk melakukan diagnosis yang dinamakan Pengukuran Kejadian Disosiatif pada Penderita (bahasa Inggris: Dissociative Experience Scale (DES)).[7] Diagnosis harus dilakukan oleh psikiater atau psikolog yang berkompeten dan bersertifikat.[rujukan?]

Terkadang kesalahan sering terjadi karena gangguan kepribadian disosiatif kerap kali mirip dan/atau hadir dengan gangguan lainnya seperti disosiatif amnesia, depresi, kecemasan, atau gangguan panik[rujukan?]. Karena itu faktor komorbiditas perlu diawasi dengan teliti agar tidak terjadi diagnostik yang salah, terutama salah membandingkannya dengan skizofrenia.[rujukan?]

Panduan diagnosis


Berbagai panduan diagnosis dari gangguan identitas disosiatif bisa dilihat pada:


  • ICD-10 dengan kode F44.9[8]
  • DSM-IV TR dengan kode 300.14[3]
  • PPDGJ III dengan kode F60.2 [9]

Sejarah


Istilah gangguan identitas disosiatif merupakan sebuah istilah baru, dahulu gangguan ini dikenal dengan gangguan kepribadian majemuk ataupun banyak yang menyebutnya kepribadian ganda, istilah ini lalu diperkenalkan pada tahun 1987.[rujukan?]

Pada abad ke-18, keahlian para dukun untuk berubah menjadi roh binatang ataupun peristiwa kerasukan dianggap sebagai fenomena seseorang yang mempunyai kepribadian ganda.[rujukan?] Kasus Eberhardt Gmelin (1791) dianggap sebagai kasus kepribadian ganda pertama yang dilaporkan, walaupun sebelumnya pernah terjadi peristiwa amnesia yang menyerupai gejala kepribadian ganda yang dilaporkan pada tahun 1664.[rujukan?]

Pada tahun 1812, Benjamin Rush, yang juga dijuluki sebagai Bapak Psikiatri Amerika, mengoleksi kasus-kasus gangguan disosiatif dan kepribadian ganda.[rujukan?] Dia menulis buku psikiatri pertama tentang gangguan kepribadian ganda berjudul "Pertanyaan Medis dan Pengamatan dari Penyakit Kejiwaan" (asli dalam bahasa Inggris: "Medical Inquiries and Observations Upon Disesases of the Mind"), teorinya mengatakan bahwa gangguan kepribadian ganda terjadi karena kerusakan hubungan pada 2 hemisper otak.[rujukan?]

Pada akhir abad ke-19, Eugene Azam, seorang profesor bedah tertarik pada hipnosis, menerbitkan sejumlah laporan tentang Felida X, Felida X lahir di tahun 1843, kehilangan ayahnya pada masa bayi dan masa kanak-kanak hidup dengan pengalaman yang menyakitkan.[rujukan?] Felida X memiliki 3 kepribadian dimana kepribadian 1 adalah kepribadian normalnya dan 2 lagi kepribadian lainnya yang abnormal.[rujukan?] Pierre Janet melaporkan beberapa kasus kepribadian ganda pada akhir abad ke-19 dan abad ke-20 awal, seperti kasus Leonie, Lucie, Rose, Marie, dan Marceline.[rujukan?]

Pada era 1880-1920, banyak konferensi medis internasional yang membahas tentang disosiasi.[rujukan?]Jean-Martin Charcot memperkenalkan gagasannya tentang disosiatif, dia mengatakan bahwa "gegar" (shock) pada saraf mengakibatkan berbagai kondisi neurologis yang abnormal.[rujukan?]

Kasus kepribadian ganda pertama yang pernah diselidiki secara ilmiah adalah kasus Clara Norton Fowler pada tahun 1906.[rujukan?] Pada tahun 1987, istilah Gangguan Kepribadian Majemuk (Multiple Personality Disorder disingkat MPD) pada DSM II mulai digantikan menjadi Gangguan Disosiatif (Dissociative disorder) pada DSM III.[rujukan?] Pada tahun 1989, Frank W. Putnam menerbitkan buku "Diagnosis and Treatment of Multiple Personality Disorder" dan ditahun yang sama Colin A. Ross mencatat dan menerbitkan penelitian Gangguan Kepribadian Majemuk: Diagnosis, Ciri-ciri Klinis, dan Pengobatannya (judul asli dalam bahasa Inggris:"Multiple Personality Disorder: Diagnosis, Clinical Features, and Treatment".)[rujukan?]

Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV gangguan ini berganti nama menjadi Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder). [10]

Di Indonesia istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi banyak terjual (best-seller) pada tahun 2000an.[rujukan?] Buku yang bercerita tentang penderita-penderita gangguan identitas disosiatif diantaranya: Sybil,[11], Karen,[12] ,dan Billy.[13]

Penyebab


Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan identitas disosiatif,[14] yaitu:


  • Kemampuan bawaan untuk memisahkan kepribadian dengan mudah.
  • Pelecehan seksual pada masa kecil yang berulang.
  • Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami.
  • Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki gangguan psikologis.


Penyebab utama gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban (Satanic Ritual Abuse).[13][12][11]

Teori Psikoanalisa


Menurut Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud, trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan gangguan kepribadian seseorang.[15] Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk.[rujukan?] Saat terjadi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan di tekan (repress) ke dalam alam bawah sadar.[rujukan?] Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu.[rujukan?] Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa.[rujukan?] Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi.[rujukan?] Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi.[rujukan?] Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.[16]

Pengobatan


Beberapa gejala gangguan identitas disosiatif mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif, namun gangguannya sendiri akan terus ada.[rujukan?] Pengobatan untuk gangguan ini terutama terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.[rujukan?]

Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis.[rujukan?] Pada saat terhipnosis dan individu masuk ke dalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil/ bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya.[rujukan?] Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian.[rujukan?] Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan.[rujukan?] Setelah mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya.[rujukan?] Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya.[rujukan?] Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli.[rujukan?]

Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybil[11] dan Karen[12]. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya.[rujukan?] Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, dan juga percobaan bunuh diri.[rujukan?] Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu, dan membutuhkan penanganan lainnya.[rujukan?] Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus.[rujukan?] Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan.[rujukan?] Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan, untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.[17]

Prognosis


Prognosis individu dengan gangguan identitas disosiatif tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami.[rujukan?] Misalnya, orang yang memiliki tambahan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan perasaan, gangguan makan, dan gangguan penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk.[rujukan?] Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya.[rujukan?] Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik untuk anak-anak.[rujukan?] Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif.[rujukan?] Walaupun dikembalikan lagi pada faktor pasien dan terapisnya.[rujukan?] Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya.[rujukan?] Pasien mungkin mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan.[rujukan?] Stres atau penyalah-gunaan zat ??? juga berperan penting dalam kambuhnya simtom-simtom gangguan ini.[14]


Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun