Era baru dimulai kembali pada tahun 1994 saat diterbitkannya DSM-IV gangguan ini berganti nama menjadi Gangguan Identitas Disosiatif (Dissociative Identity Disorder). [10]
Di Indonesia istilah-istilah ini menjadi lebih dikenal semenjak diterbitkan buku yang diangkat dari kisah nyata dan menjadi banyak terjual (best-seller) pada tahun 2000an.[rujukan?] Buku yang bercerita tentang penderita-penderita gangguan identitas disosiatif diantaranya: Sybil,[11], Karen,[12] ,dan Billy.[13]
Penyebab
Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan gangguan identitas disosiatif,[14] yaitu:
- Kemampuan bawaan untuk memisahkan kepribadian dengan mudah.
- Pelecehan seksual pada masa kecil yang berulang.
- Kurangnya orang yang melindungi ataupun menghibur dari pengalaman buruk yang dialami.
- Pengaruh dari anggota keluarga lain yang memiliki gangguan psikologis.
Penyebab utama gangguan identitas disosiatif sebenarnya adalah trauma berkepanjangan yang dialami pada masa kanak-kanak. Trauma tersebut terbentuk akibat beragam penyiksaan dan pelecehan, seperti: penyiksaan dan pelecehan seksual, kekerasan fisik, kekerasan secara psikologis, dan juga ritual-ritual aneh yang menyakiti sang korban (Satanic Ritual Abuse).[13][12][11]
Teori Psikoanalisa
Menurut Teori Psikoanalisa oleh Sigmund Freud, trauma pada masa kanak-kanak adalah kejadian paling berpeluang mengakibatkan gangguan kepribadian seseorang.[15] Pada masa kanak-kanak itulah kepribadian mulai berkembang dan terbentuk.[rujukan?] Saat terjadi pengalaman buruk, pengalaman-pengalaman tersebut sebisa mungkin akan di tekan (repress) ke dalam alam bawah sadar.[rujukan?] Namun ada beberapa kejadian yang benar-benar tidak bisa ditangani oleh penderita, sehingga memaksanya untuk menciptakan sosok pribadi lainnya yang mampu menghadapi situasi itu.[rujukan?] Hal ini merupakan mekanisme pertahanan diri, suatu sistem yang terbentuk saat seseorang tidak bisa menghadapi sebuah kecemasan yang luar biasa.[rujukan?] Kepribadian-kepribadian baru akan terus muncul apabila terjadi lagi suatu peristiwa yang tidak bisa teratasi.[rujukan?] Munculnya kepribadian-kepribadian itu tergantung pada situasi yang dihadapi.[rujukan?] Kepribadian aslinya cenderung tidak mengetahui keberadaan kepribadian lainnya, karena memang hal itu yang diinginkan, yaitu melupakan hal-hal yang telah diambil alih oleh kepribadian lainnya.[16]
Pengobatan
Beberapa gejala gangguan identitas disosiatif mungkin akan muncul dan hilang secara fluktuatif, namun gangguannya sendiri akan terus ada.[rujukan?] Pengobatan untuk gangguan ini terutama terdiri dari psikoterapi dan hipnosis.[rujukan?]
Terapis berupaya mengungkap dan menemukan semua kepribadian yang terdapat dalam diri penderita dengan proses hipnosis.[rujukan?] Pada saat terhipnosis dan individu masuk ke dalam kondisi ambang, terapis dapat memanggil/ bertemu dengan kepribadian-kepribadian lainnya.[rujukan?] Memahami peran dan fungsi masing-masing kepribadian.[rujukan?] Terapis akan berusaha untuk membangun hubungan yang baik dan efektif dengan setiap kepribadian dan berusaha untuk menjadi sosok yang dapat dipercaya dan memberikan perlindungan.[rujukan?] Setelah mengetahui, memahami, dan memiliki hubungan yang baik dengan setiap kepribadian, proses selanjutnya adalah membuat kepribadian aslinya untuk bisa menerima dan membuka diri kepada kepribadian lainnya.[rujukan?] Pada kebanyakan kasus yang terjadi kepribadian asli tidaklah sadar akan keberadaan sosok lain dalam dirinya.[rujukan?] Namun, kepribadian-kepribadian lainnya sadar akan keberadaan sosok asli.[rujukan?]
Lazimnya tujuan akhir terapi adalah untuk mengintegrasikan suatu kepribadian dimana hal ini berhasil untuk kasus Sybil[11] dan Karen[12]. Prosesnya berlangsung dengan menghipnosis individu untuk bisa menerima dan bersatu kembali dengan kepribadian lainnya.[rujukan?] Proses ini tidak berjalan dengan mudah, karena setelah penyatuan tersebut individu biasanya akan merasakan kembali hal-hal yang dialami kepribadian lainnya, seperti pengalaman disakiti, dilecehkan, dan juga percobaan bunuh diri.[rujukan?] Kembalinya ingatan tersebut membuat masalah baru bagi individu, dan membutuhkan penanganan lainnya.[rujukan?] Namun, hal ini tidak berhasil untuk beberapa kasus.[rujukan?] Banyak kasus berakhir tanpa penyembuhan.[rujukan?] Obat-obatan medis seperti anti-depresan dan anti-psikotik juga kadang-kadang digunakan, untuk mengendalikan pikiran dan perasaan individu agar tetap pada kondisi normal.[17]
Prognosis
Prognosis individu dengan gangguan identitas disosiatif tergantung pada gejala dan fitur yang mereka alami.[rujukan?] Misalnya, orang yang memiliki tambahan gangguan kesehatan mental yang serius, seperti gangguan kepribadian, gangguan perasaan, gangguan makan, dan gangguan penyalahgunaan zat, memiliki prognosis yang lebih buruk.[rujukan?] Sayangnya memang tidak ada penelitian sistematis jangka panjang yang menelitinya.[rujukan?] Beberapa ahli percaya bahwa prognosis pemulihan sangat baik untuk anak-anak.[rujukan?] Meskipun pengobatan membutuhkan beberapa tahun, sering pada akhirnya efektif.[rujukan?] Walaupun dikembalikan lagi pada faktor pasien dan terapisnya.[rujukan?] Secara umum memang diketahui bahwa semakin baik pengobatan, maka semakin baik juga prognosisnya.[rujukan?] Pasien mungkin mengalami gangguan dari gejala-gejalanya saat memasuki usia empat puluhan.[rujukan?] Stres atau penyalah-gunaan zat ??? juga berperan penting dalam kambuhnya simtom-simtom gangguan ini.[14]