Teknologi yang semakin berkembang dari masa ke masa membuat sektor keuangan turut berkembang. Salah satu tandanya adalah kehadiran peer-to-peer lending. Konsep peer-to-peer lending ini memiliki dua pendekatan yakni meminjam atau memberikan pinjaman. Kedua peran tersebut memiliki manfaat tersendiri dalam hal keuangan. Namun tentu memiliki risiko sehingga walaupun penggunaannya mudah dan cepat, pelaku peer-to-peer lending harus tetap berhati-hati dalam menjalankannya.
Selain dari itu, di Indonesia sendiri terdapat dua jenis peer-to-peer lending yakni yang berbasis syariah dan konvensional. Munculnya peer-to-peer lending syariah ini telah memiliki fatwa yang diterbitkan oleh DSN MUI Nomor 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.Â
Nah, kalau begitu apa bedanya ya dengan peer-to-peer lending yang sudah ada di Indonesia?
Peer-to-peer lending merupakan sistem yang menawarkan layanan pinjaman maupun meminjamkan dana secara online tanpa perantara bank. Adapun peraturan mengenai P2P lending di Indonesia ini diatur dalam POJK No. 77/POJK.01/2016. Sedangkan dalam praktiknya, P2P lending akan melibatkan tiga pihak utama yakni peminjam (borrower), pemberi pinjam (lender), dan penyelenggara peer-to-peer. Manfaat dalam menggunakan P2P lending adalah efisiensi waktu dan biaya bagi semua pengguna serta memberi kemudahan untuk berinvestasi bagi para pemberi pinjaman maupun kemudahan untuk mendapatkan pinjaman bagi yang membutuhkan.
Manfaat dan kegunaan P2P lending syariah juga sama dengan konvensional. Begitupula dalam hal peraturan, namun P2P lending syariah terdapat fatwa yang turut menjadi landasan. Selain itu, dalam P2P lending syariah dalam praktinya terdapat enam akad yaitu:
1. Al Ba'i
Akad ba'i atau akad jual beli adalah akad antara penjual dan pembeli yang mengakibatkan berpindahnya kepemilikan obyek yang dipertukarkan (barang dan harga).
2. Ijarah
Akad Ijarah adalah akad pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan pembayaran ujrah atau upah.
3. Mudharabah
Akad Mudharabah adalah akad kerja sama suatu usaha antara pemilik modal (shahibu al-maal) yang menyediakan seluruh modal dengan pengelola ('amil/mudharib) dan keuntungan usaha dibagi keduanya sesuai nisbah yang disepakati dalam akad, sedangkan kerugian ditanggung oleh pemilik modal.
4. Musyarakah
Akad Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana setiap pihak memberikan kontribusi dana modal usaha (ra's al-mal) dengan ketentuan bahwa keuntungan dibagi sesuai nisbah yang disepakati atau secara proporsional, sedangkan kerugian ditanggung oleh para pihak secara proporsional.
5. Wakalah bi al ujrah
Akad wakalah adalah akad pelimpahan kuasa dari pemberi kuasa (muwakkil) kepada penerima kuasa (wakil) untuk melakukan perbuatan hukum tertentu yang boleh diwakilkan. Akad wakalah bi al-ujrah adalah akad wakalah yang disertai dengan imbalan berupa ujrah (fee).
6. Qardh
Akad Qardh adalah akad pinjaman dari Pemberi pinjaman dengan ketentuan bahwa Penerima pinjaman wajib mengembalikan uang yang diterimanya sesuai dengan waktu dan cara yang disepakati.
Selain enam akad yang ada dalam P2P lending syariah tersebut, kegiatan operasionalnya pun berbeda dari sistem P2P lending konvensional karena syariah berlandaskan pada profit and loss sharing. Sehingga tidak hanya membebankan risiko pada peminjam (borrower) tetapi juga pada lender begitupula perihal keuntungan. Karakteristik return dalam P2P lending syariah bervariasi tergantung dari hasil pengelolaan dana peminjam dan sudah tentu tidak memiliki bunga. Tujuan pembiayaannya pun hanya diperbolehkan untuk tujuan yang sesuai dengan prinsip syariah seperti misalnya modal usaha.Â
Otoritas yang mengawasinya pun berbeda. P2P lending konvensional diawasi oleh dua pihak yakni Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (API)  dan Otoritas Jasa Keuangan, sedangkan P2P lending syariah diawasi oleh Asosiasi Fintech Syariah Indonesia, DSN MUI, serta OJK. Bahkan, dalam jajaran manajemen diharuskan terdapat perwakilan dari Majelis Ulama Indonesia yang bertindak sebagai penasihat agar dalam operasionalisasinya tetap sesuai dengan prinsip syariah.Â
Kehadiran peer-to-peer lending baik syariah maupun konvensional sama-sama memberikan manfaat. Hanya saja, P2P lending syariah memiliki keunggulan lain yang tidak dimiliki P2P lending konvensional sehingga akan lebih aman untuk digunakan. Sebagai pengguna pun perlu berhati-hati dalam memilih platform tempat untuk mengajukan atau memberikan pembiayaan. Maka kita juga perlu untuk melakukan pencarian informasi terlebih dulu terkait P2P lending mana saja yang sudah terdaftar dan berizin OJK. Pahami pula risiko dalam menggunakan P2P lending, baik itu risiko sebagai pemberi pinjam ataupun peminjam. Sehingga kita sebagai pengguna tidak akan mengalami kerugian di kemudian hari.
Referensi:
DSN MUI No. 117/DSN-MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Jonathan, (2019). Perbandingan Pinjaman Syariah dan Konvensional. retrieved from koinworks.com: https://koinworks.com/blog/perbandingan-pinjaman-syariah-dan-konvensional/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H