Apa itu Think Globally, Act Locally?
Ungkapan “Think Globally, Act Locally” pertama kali dicetuskan oleh Patrick Geddes (1915) seorang ahli biologi Skotlandia, sosiolog, dermawan dan perintis perencana kota dalam ide dan gagasannya membuat perencanaan kota Skotlandia. Patrick Geddes, bapak perencana kota yang dikagumi dan menginspirasi perencana kota-kota besar dan modern diseluruh dunia.
“Think Globally, Act Locally” merupakan dorongan untuk memiliki wawasan global namun dalam tindakan secara lokal sesuai dengan kearifan yang dipahami dilingkungan setempat. Dimana satu hal yang menjadi catatan Patrick Geddes saat kunjungan ke India 1915 memberi nasihat tentang masalah perencanaan kota yang muncul, khususnya, bagaimana memediasi antara kebutuhan untuk perbaikan lingkungan publik namun tetap respek terhadap standar sosial yang ada yaitu dengan tetap mempertahankan bangunan bersejarah dan bangunan penting keagamaan, mengembangkan kota yang layak menjadi kebanggaan warga negara, bukan tiruan dari kota-kota di Eropa.
Pengaruh Globalisasi
Saat ini sudah hampir setiap orang memiliki handphone yang terhubung ke internet tak terkecuali masyarakat yang ada dikampung halaman penulis dimana arus informasi bukan menjadi hambatan lagi untuk setiap orang dan dibagian manapun dibumi ini dapat diketahui secara realtime.
Style generasi muda dikampung pun nyaris tidak beda dengan anak-anak muda di kota-kota besar di Indonesia baik dari gaya pakaian, cara berbicara bahkan tunggangan dari roda dua hingga roda empat. Hal ini karena didukung kondisi ekonomi yang cukup baik sebanding dengan pendapatan seperti anak-anak muda di kota bahkan mungkin lebih untuk kondisi tertentu karena mereka hampir semua memiliki passive income dari hasil kebun kelapa sawit milik sendiri juga dari pendapatan bekerja sebagai karyawan pertambangan atau perkebunan yang beroperasi sekian lama di kampung halaman. Dirumah ada fasilitas indihome, waktu senggang banyak diisi dengan kegiatan berselancar didunia maya bahkan sebagian disibukkan dengan game online, membuat konten Youtube, Instagram dan TikTok. Tidak sedikit yang enggan untuk melanjutkan kuliah lagi.
Berkat Tuhan ini belum didukung dengan konsep “Think Globally, Act Locally” akan tetapi masih pada spektrum “Act Globally, Think Locally” dimana perilaku lebih condong pada tren global tetapi cara berpikir masih sangat kuat dengan nilai-nilai lokal. Dimana lunturnya kecintaan pada bahasa ibu, tidak lagi mengenal dengan baik tradisi dan budaya sendiri, dan interaksi sosial kemasyarakatan semakin berkurang. Hal ini sangat kontras dengan kehidupan masyarakat yang ada dipedesaan pada umumnya.
Berpikir global bertindak lokal dapat merupakan sikap terbuka terhadap berbagai perubahan yang ada dari berbagai bidang namun harus disikapi dalam bentuk tindakan lokal.
Contoh yang sangat baik seperti masyarakat Jepang dimana tradisi dan budaya mereka sangat terpelihara dengan baik ditengah kehidupan mereka yang sudah sangat maju dan modern. Pasca kota Hiroshima dan Nagasaki di bom oleh tentara sekutu di tahun 1945, Jepang hancur. Lalu pemerintah Jepang mengirim anak -anak muda mereka pergi belajar ke luar negeri. Setelah lulus, mereka kembali pulang ke negaranya dan mulai menterjemahkan bermacam-macam buku ilmu pengetahuan dan menularkan pengetahuan yang mereka dapatkan kepada seluruh masyarakat negeri. Masyarakat Jepang adalah masyarakat yang sangat gemar membaca seperti yang penulis saksikan sendiri, dimana saja mereka selalu ditemani dengan buku untuk dibaca. Gerakan pembaharuan ini disebut dengan Restorasi Meiji yaitu merupakan usaha besar-besaran kaisar Meiji Ishin sejak 1868 untuk menciptakan Jepang baru, transformasi dari negara yang terisolasi dan miskin menjadi negara yang modern. Restorasi Meiji membawa perubahan besar dalam kehidupan bangsa Jepang, terutama bidang pendidikan dan teknologi. Sebelum Restorasi Meiji, Jepang melaksanakan pendidikannya berdasarkan sistem masyarakat feodal, yaitu pendidikan untuk samurai, petani, tukang, pedagang, dan rakyat jelata. Sejak itu hingga saat ini orang Jepang hidup modern tapi bukan berarti meninggalkan budaya dan tradisi bertani, tukang atau pedagang mereka, tidak!. Mereka tetap memakai budaya leluhur dan tetap melakukan tradisi turun temurun namun dengan cara yang lebih maju dan modern. Ini yang dinamakan konsep “Think Globally, Act Locally”.
Di Indonesia sendiri, istilah globalisasi saat ini menjadi sangat populer karena berkaitan dengan gerak pembangunan, terutama berkaitan dengan sistem ekonomi terbuka, dan perdagangan bebas. Era globalisasi ditandai dengan adanya persaingan yang semakin tajam, padatnya informasi, kuatnya komunikasi, dan keterbukaan. Tanpa memiliki kemampuan tersebut maka Indonesia akan tertinggal jauh dan terseret oleh arus globalisasi yang demikian dahsyat.
Kembali ke kampung halaman, ungkapan “Think Globally, Act Locally” tak lepas dari isu global masa kini terkait dengan isu lokal, atau isu lokal tak lepas dari isu global yang secara lambat laun maupun seketika saling memengaruhi dan berdampak secara internasional maupun domestik. Permasalahan globalisasi lokal serius, dari yang bersifat ringan sampai yang terberat, diantarnya dapat berupa penurunan harga tandan buah segar kelapa sawit, hilangnya lapangan pekerjaan, ancaman kesehatan / keamanan, kemiskinan, kurangnya pendidikan, keamanan pangan dan air, akuntabilitas dan transparansi / korupsi pemerintah, konflik agama, dan kerusakan alam.
Bagaiman menerapkan "Think Globally, Act Locally" dalam konteks pembangunan di desa?
Globalisasi menyentuh seluruh aspek penting kehidupan tak terkecuali kehidupan masyarakat dipedesaan, hal ini mendorong kita untuk melakukan identifikasi dan mencari titik-titik simetris sehingga bisa mempertemukan dua hal yang tampaknya paradoksal yaitu pembangunan disegala bidang yang berimplikasi pada perbaikan tarap hidup yang berwawasan gloBal sekaligus tetap merawat kearifan lokal dalam hal ini tradisi dan budaya pedalaman masyarakat asli Dayak Paser.
Mengutip sebagian tulisan Mulyono Sri Hutomo tentang “Global village dan globalisasi, fenomena di masyarakat”, dampak positif globalisasi terhadap kehidupan berbangsa, adalah:
1. Globalisasi bidang hukum, pertahanan, dan keamanan:
- Semakin menguatnya supremasi hukum, demokratisasi, dan HAM.
- Regulasi hukum dan pembuatan peraturan perundang-undangan yang memihak dan bermanfaat untuk kepentingan rakyat banyak.
- Semakin menguatnya tuntutan terhadap tugas-tugas penegak hukum yang lebih profesional, transparan, dan akuntabel.
Kondisi ini dapat mendorong badan otoritas didesa untuk menciptakan Peraturan-Peraturan Desa (Perdes) diantaranya tentang penyelematan lingkungan terkait praktik meracun ikan, menyetrum ikan, perburuan burung atau hewan dilindungi, buang sampah ke sungai, dan sebagainya. Bila perlu libatkan Kepala Adat (Mantiq Adat) sebagai tokoh yang dihormati sehingga dapat lebih meningkatkan legitimasi hukum melalui tradisi adat didesa.
2. Globalisasi bidang sosial budaya :
- Meningkatkan pembelajaran mengenai tata nilai sosial budaya, cara hidup, pola pikir yang baik, maupun ilmu pengetahuan dan teknologi dari bangsa lain yang telah maju.
- Meningkatkan etos kerja yang tinggi, suka bekerja keras, disiplin, mempunyai jiwa kemandirian, rasional, sportif, dan lain sebagainya.
Kondisi ini dapat mendorong badan otoritas didesa untuk lebih meningkatkan pembangunan manusia yang memiliki tata nilai, tata sosial dan tata budaya kerja sesuai dengan minat dan bakat dengan tetap menjaga unsur kearifan lokal yang gemar bergotong royong, dan taat pada norma adat istiadat yang berlaku di masyarakat setempat. Serta mendukung upaya moderinasi industri di desa melalui penggunaan teknologi tepat guna, diantaranya pengadaan alat berat milik desa utk pemeliharaan kebun kelapa sawit, mesin panen, pabrik pupuk organik cangkang sawit, atau bahkan membangun pabrik CPO mini milik desa.
3. Globalisasi bidang ekonomi sektor perdagangan :
- Liberalisasi perdagangan barang, jasa layanan, dan komodit lain memberi peluang kepada Indonesia untuk ikut bersaing merebut pasar perdagangan luar negeri, terutama hasil pertanian, hasil laut, tekstil, dan bahan tambang.
- Arus masuk perdagangan luar negeri menyebakan defisit perdagangan nasional.
Kondisi ini dapat mendorong badan otoritas didesa untuk menciptakan bidang ekonomi kerakyatan yang baru yang juga akan menjadi sumber Pendapatan Asli Desa (PADes) baru, misalnya pertambakan ikan / kepiting / udang, perkebunan porang, peternakan sapi / ayam / babi, dan sektor pariwisata (lokasi pemancingan air asin / air tawar, wisata Bekatan Hutan Mangrove, bumi perkemahan, air terjun, lokasi pemandian dan sebagainya. Desa tidak hanya bergantung pada pendapatan dari hasil perkebunan kelapa sawit saja sehingga ketika terjadi defisit disektor ini maka perekonomian masyarakat masih aman karena mendapat sumber income dari sektor lain.
4. Globalisasi bidang ekonomi sektor produksi :
- Adanya kecenderungan perusahaan asing memindahkan operasi produksi perusahaannya ke negara-negara berkembang dengan pertimbangan keuntungan geografis.
Kondisi ini dapat mendorong badan otoritas didesa untuk mencari atau membuka peluang kerjasama disegala sektor industri yang potensial di desa.
Semoga sharing ini bermanfaat terkhusus untuk Desa Sandeley, kampung halaman penulis. (MB)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H