Mohon tunggu...
Medy Budun
Medy Budun Mohon Tunggu... Wiraswasta - Alumni Magister Administrasi Bisnis, Universitas Lambung Mangkurat

Penulis bebas. Putra asli Dayak Paser Tiong Talin. Aktif dalam forum diskusi terkait dengan komunitas Dayak dalam konteks seni budaya, hak masyarakat adat dan kearifan lokal.

Selanjutnya

Tutup

Bahasa

Krisis Identitas Generasi Muda Paser Ancam Punahnya Bahasa Paser

9 Juli 2021   15:36 Diperbarui: 28 Juli 2021   09:15 1538
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Terlepas dari semua itu, menurut penulis ada indikasi krisis identitas dalam diri orang Paser khususnya generasi muda yang dapat mengancam punahnya Bahasa Paser. Alasannya mungkin karena beberapa faktor, diantaranya:

  • Malu atau kurang percaya diri dengan identitas sendiri.
  • Merasa lebih gaul ketika menggunakan bahasa daerah lain.
  • Ingin diterima dilingkungan pendatang yang dilihat mungkin lebih maju.
  • Penetrasi budaya dari luar Paser lebih dominan karena penetrasi budaya sendiri dari generasi sebelumnya kurang membumi.
  • Kurangnya campur tangan stakeholder di daerah dalam upaya pelestarian seni budaya setempat.

Fakta unik lainnya yang penulis temukan dikampung-kampung Paser dimana sebagian kosa kata yang digunakan dalam berkomunikasi mendapat serapan dari bahasa lain, diantaranya:

  • Rewang (bahasa Jawa)                                  = Sempolo Setampa (bahasa Paser)
  • Opa & Oma (bahasa Manado / Ambon)  = Itak & kakah (bahasa Paser)
  • Dato (bahasa Sanskerta)                              = Kakah (bahasa Paser)
  • Acil (bahasa Banjar)                                       = Menaq (bahasa Paser)
  • Paman (bahasa Banjar / Indonesia)        = Mamaq / Uda (bahasa Paser)
  • Bibi (bahasa Banjar / Indonesia)              = Menaq (bahasa Paser)
  • Julak (bahasa Banjar)                                    = Tuo (bahasa Paser)
  • Iyeq (bahasa Bugis)                                        = Iyoq / O’o (bahasa Paser)

Berdasarkan laporan penelitian Fakultas Keguruan Unversitas Lambung Mangkurat dalam proyek Penelitian Bahasa dan Sastra Kalimantan 1977/1978 dalam rangka inventarisir bahasa daerah, bahwa di Paser saat itu ada bermacam-macam dialek bahasa yang saling berbeda namun karena konteks nya Bahasa maka yang penulis paparkan disini hanya bagian dari dialek kerumpunan Bahasa Paser saja berdasarkan hasil diskusi dengan para pemerhati seni budaya dan bahasa Paser, sebagai berikut:

  • Dialek Adang
  • Dialek Apar / Aper
  • Dialek Balik
  • Dialek Keteban
  • Dialek Labai
  • Dialek Luangan
  • Dialek Mayang
  • Dialek Migi
  • Dialek Muluy
  • Dialek Nyawo
  • Dialek Pematang
  • Dialek Pembesi (Leburan)
  • Dialek Pemuken / Pamukan
  • Dialek Puti Baka
  • Dialek Tiong Talin (Semunte)
  • Dialek Saing Puak
  • Dialek Saing Bewai
  • Dialek Telake
  • Dialek Tikas
  • Dialek Teberong

Credit point buat rekan-rekan diskusi diantaranya akun Facebook @AjiPaser BenangBulaw SongBuen, @Nasri Doy, @Asy Syifa Safrudin, @Abdullah Alfaruq, @Yurni Sadariah, @Dard Dard Dard, @Hayub Ayub, @Bujok Danan, dan @Mikael Ibun atas kontribusinya terkait dengan jenis-jenis dialek Bahasa Paser tersebut.

Kembali ke substansi masalah, fenomena belakangan ini dialek tertentu menjadi lebih dominan sehingga dengan sendirinya akan menggerus keberagaman dialek tradisi budaya tempatan. Hal ini sering penulis temukan dalam beberapa komunikasi langsung dan komunikasi melalui media sosial termasuk dalam group-group diskusi di Whatsapp dan Facebook. Sepengetahuan penulis tidak ada bahasa persatuan dalam bahasa daerah khususnya untuk bahasa yang masih serumpun karena dialek akan menunjukan jati diri penuturnya berasal dari kampung mana. Bahasa Banjar misalnya ada dialek Banjar, Kandangan, Barabai, Tanjung, dan Kelua masing-masing punya ciri khas sehingga ketika penuturnya berucap akan langsung diketahui asal usul dan tradisi si penutur berasal dari mana. Mereka tidak ada bahasa Banjar persatuan. Demikian juga halnya bahasa Jawa dimana ada dialek Surabaya, Solo, Yogyakarta, Ngapak, Tengger dan sebagainya, masing-masing punya ciri khas sehingga ketika penuturnya berucap akan langsung diketahui asal usul dan tradisi si penutur berasal dari mana.

Penulis sendiri sebagai turunan Paser Adang dari garis ayah dan Paser Semunte dari garis ibu walaupun sebenarnya Adang dan Semunte itu masih dalam sub-rumpun yang sama namun ada ciri khas tersendiri. Melanjutkan paparan terkait dengan fenomena perubahan dialek tersebut diatas, saat ini orang-orang terdekat penulis sendiri mulai banyak bertutur dalam dialek Pematang baik dalam kosa kata maupun pengucapan dan intonasi suara, diantaranya:

  • Saya /Saku (Pematang)         = Akú (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Dile (Pematang)                       = Ilé (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Mite (Pematang)                      = Metí (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Ede / Yede (Pematang)          = Ené (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Dondom (Pematang)              = Seom (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Tilo (Pematang)                        = Nongos (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Boar (Pematang)                       = Siet (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Antor (Pematang)                     = Ator (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Ontus (Pematang)                     = Otus (Adang / Semunte / Tiong Talin)
  • Andek (Pematang)                    = Alek (Adang / Semunte / Tiong Talin)

Selain kekawatiran akan punahnya Bahasa Paser juga saat ini di internal sendiri penulis juga kawatir akan hilangnya aneka ragam dialek yang menjadi ciri khas secara turun temurun. Ada beberapa hal yang mungkin menjadi penyebabnya:

  • Kamus bahasa Paser yang dicetak dan dianjarkan sebagai materi Muatan Lokal di sekolah-sekolah hanya mengajarkan kosa kata dialek bahasa Paser Pematang. Akan lebih baik jika menambahkan penyebutan atau kosa kata dari dialek rumpun Paser lainnya. Misalnya (Indonesia – Paser): Tinggal – Tilo (dialek Pematang) / Nongos (dialek Adang / Semunte / Tiong Talin) sehingga dialek lain tetap terjaga dan terpelihara.
  • Malu atau kurang percaya diri dengan dialek sendiri.
  • Merasa lebih gaul ketika menggunakan dialek lain.
  • Penetrasi budaya dari generasi sebelumnya kurang membumi seiring semakin ditinggalkannya tradisi budaya leluhurnya.

Ada baiknya hal ini dapat dilakukan penelitian lebih lanjut sehingga ada solusi yang tepat demi menyelamatkan warisan budaya asli leluhur sebagai identitas daerah yang harusnya melekat pada masyarakat didalamnya yang kemudian menjadi identitas kolektif. Stakeholder memiliki tanggung jawab untuk segera mengambil langkah-langkah penyelamatan Bahasa Paser sekaligus penyelamatan keberagaman dialek nya diantaranya penulis usulkan:

  • Menerbitkan satu kamus bahasa Paser dengan bermacam dialek didalamnya.
  • Menambahkan kurikulum Muatan Lokal untuk pengenalan bahasa Paser disetiap sekolah-sekolah.
  • Melakukan pendekatan kepada generasi muda sebagai sasaran utama dalam memperkenalkan identitas daerah hal ini karena generasi muda memiliki jumlah terbesar dalam demografi didaerah dan kelompok yang paling banyak terpapar globalisasi sehingga mereka menjadi kelompok yang paling rentan terhadap ancaman lunturnya identitas daerah.

Lembaga Konservasi Bahasa didunia melaporkan bahwa terdapat 9 bahasa daerah yang punah setiap tahun atau 1 bahasa daerah punah dalam kurun waktu 40 hari. Saat ini sudah 573 bahasa yang sudah punah, sedangkan masih ada 43% (2500 bahasa daerah) dari total seluruh dunia dalam kondisi terancam punah. Belajar dari kasus Dayak Abal atau Paser Aba di Tabalong, Kalimantan Selatan disebutkan oleh beberapa sumber bahwa kondisinya sudah kritis dan hampir-hampir punah. Penulis sendiri sudah 27 tahun menetap di Kabupaten ini belum pernah mendengar orang berbahasa bahasa Paser Aba, hanya mengetahui seseorang dari keturunan Dayak Abal tapi tidak pernah mendengar pengakuan yang bersangkutan sebagai orang Dayak Abal.

Lalu bagaimana dengan nasib Bahasa Paser dan orang Paser, apakah tetap kita biarkan jati diri ini tetap masuk dalam antrian menuju kepunahan?

Tabe!

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun