Penulis: Fauzi Ramadhan
PENANTIAN lama akhirnya terbayar. Segala jerih payah dari proses menyusun curriculum vitae, mengumpulkan portofolio, hingga bolak-balik menyambangi tempat interview kerja pada akhirnya berbuah manis. Selamat, kamu berhasil diterima di tempat kerja yang sudah dinanti-nantikan!
Jangan lupa untuk berikan dirimu sebuah selebrasi, ya! Namun, jangan sampai berlebihan, masih ada langkah yang harus kamu tempuh. Salah satunya adalah menandatangani kontrak atau perjanjian kerja.
Sebelum membubuhkan tanda tangan simbol kesepakatan atas perjanjian kerja, alangkah baiknya untuk membaca perjanjian itu baik-baik dan memperhatikannya dengan saksama. Bisa jadi, ada banyak hal yang menjadi red flag dalam perjanjian kerja kamu.Â
Waduh, kenapa bisa ada red flag di perjanjian kerja? Lantas kalau memang benar demikian, apa yang harus kita lakukan?
Bersama SSAJ & Associates, sebuah firma hukum yang memberikan layanan khusus di bidang hukum ketenagakerjaan, segala pertanyaanmu ini akan dijawab dalam siniar (podcast) OBSESIFÂ episode "Red Flag dalam Kontrak Kerja".
Namun, sebelum lebih jauh membahas red flag di perjanjian kerja, mari kita memahami terlebih dahulu apa itu perjanjian kerja.
Menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, perjanjian kerja adalah perjanjian antara pekerja/buruh dan pengusaha atau pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, serta kewajiban para pihak.Â
Lebih lanjut, masih dalam undang-undang yang sama, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:
- nama, alamat perusahaan, dan jenis usaha;
- nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh;
- jabatan atau jenis pekerjaan;
- tempat pekerjaan;
- besarnya upah dan cara pembayarannya;
- syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja/buruh;
- mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja;
- tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat; dan
- tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.
Lantas, dari sembilan poin isi perjanjian kerja tersebut, poin (3) sampai (7) adalah hal yang bisa kita telaah untuk menghindari red flag.
Mengapa demikian? Mari kita berangkat dari poin (7). Dalam Pasal 56 di Undang-undang yang sama seperti sebelumnya, dijelaskan bahwa perjanjian kerja ada yang dibuat untuk waktu tertentu (PKWT) atau untuk waktu tidak tertentu (PKWTT).
PKWT didasarkan atas jangka waktu atau selesainya suatu pekerjaan tertentu. Maksudnya, jenis pekerjaan yang didasarkan dari jenis perjanjian kerja ini hanya bersifat sementara, musiman, atau sekali selesai.
Meskipun dapat diperpanjang atau diperbaharui, PKWT tidak dapat diadakan untuk pekerjaan yang bersifat tetap.
Apabila jenis pekerjaan yang dilamarkan bersifat tetap, maka perjanjian kerja yang harus dilakukan adalah PKWTT, bukan PKWT.Â
Sebab, dalam PKWTT, tidak ada batasan waktu bagi para pekerja/buruh, bahkan hingga usia pensiun atau meninggal dunia.
Walaupun peraturan ini sudah jelas-jelas tertulis dalam perundang-undangan, ternyata masih ada perusahaan yang berusaha mengakalinya. Misalnya memberikan para calon pekerja/buruh yang berjenis pekerjaan tetap (poin 3) dengan PKWT.
Hal ini tentu sangat berisiko bagi keberlangsungan status kerja pekerja/buruh tetap ke depannya. Alih-alih mendapatkan PKWTT dengan jaminan bekerja yang bersifat permanen, mereka justru dikontrak dalam jangka waktu tertentu.
Selain yang sudah disebutkan di atas, ternyata masih ada lagi red flag lainnya di perjanjian kerja. Mau tahu lebih lanjut? Dengarkan siniar OBSESIFÂ episode "Red Flag dalam Kontrak Kerja".
Tak hanya soal red flag di tempat kerja, siniar ini juga membahas tips-tips seputar soft skill esensial, career preparation, atau isu sosial lainnya. Dengarkan OBSESIFÂ di Spotify atau akses melalui tautan berikut dik.si/obsesifS5E12.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H