Mohon tunggu...
Medio Podcast Network
Medio Podcast Network Mohon Tunggu... Lainnya - Medio by KG Media

Medio, sebagai bagian dari KG Radio Network yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut. Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Kritik Sosial Dapat Dituangkan dalam Berbagai Medium, Tak Hanya Lewat Lirik Lagu

23 Juni 2022   00:45 Diperbarui: 23 Juni 2022   01:00 121
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Oleh: Nur Ithrotul Fadhilah dan Brigitta Valencia Bellion

KRITIK sosial merupakan bentuk penilaian atas gagasan yang sudah lama digunakan sebagai sarana komunikasi untuk menuju suatu arah perubahan sosial. Di era ini, kritik sosial kerap kali digunakan untuk memprotes sesuatu yang dianggap tidak baik-baik saja. 

Munculnya kritik sosial dilatarbelakangi dari berbagai alasan tertentu. Di antaranya karena ketidakpuasan terhadap realitas kehidupan yang dinilai tidak selaras serta adanya pelanggaran-pelanggaran yang banyak terjadi dalam kehidupan bermasyarakat.

Untuk itu, kehadiran kritik sosial dinilai sangat penting dalam masyarakat. 

Dalam buku Kamus Sosiologi karya Soekanto dijelaskan bahwa kritik sosial mengandung gagasan baru yang bertujuan untuk mengontrol jalannya kekuasaan atau sistem sosial kemasyarakatan. 

Selain itu dapat digunakan untuk mendorong perubahan sistem sosial yang dapat diterima di masyarakat. 

Selanjutnya, kritik sosial ternyata dapat dituangkan dalam berbagai medium. Lantas, apa saja medium yang digunakan dalam menyampaikan kritik sosial? Simak penjelasan berikut.

Kritik lewat lirik lagu 

Salah satu medium kritik sosial adalah melalui lirik lagu. Menurut Eliot dalam sebuah esai yang sudah diterjemahkan berjudul Tapal Batas Kritik Sastra, lirik ialah sebuah kumpulan sajak pendek yang terbagi dalam sebuah bait atau stanza. Dari sajak itu, akhirnya muncul sebuah ekspresi dari pemikiran atau sentimen seorang penyair. 

Salah satu grup musik dengan lirik lagu yang memuat kritik sosial adalah Voice of Baceprot. 

Voice of Baceprot (VoB) merupakan sebuah grup musik metal yang digawangi tiga orang hijabers, yaitu Firdda Kurnia sebagai gitaris dan vokalis, Widi Rahmawati sebagai pemain bass, serta Euis Siti Aisyah sebagai penggebuk drum. 

Kata baceprot dalam bahasa Sunda memiliki arti banyak bicara, bawel, atau berisik. Nama tersebut disematkan pada trio metal ini karena lagu-lagunya yang dikenal "berisik". Selain itu, nama itu diberikan karena mereka sering melakukan protes. 

"Kalau ada hal yang enggak benar di sekolah, pasti kami protes. Kami juga sering bikin tulisan di mading (majalah dinding). Kami disebut anak-anak berisik, makanya dinamakan Voice of Baceprot," ujar Firdda dalam salah satu siniar Beginu. 

Karena itu, VoB menjadi salah satu grup musik metal Tanah Air yang lantang menyuarakan isu sosial. Beberapa lagu kritik sosial itu antara lain "School of Revolution", "Kentut RUUP", hingga "Perempuan yang Merdeka Seutuhnya". 

Kritik yang digambarkan melalui mural 

Meila Riskia Fitri dalam penelitiannya berjudul "Mural sebagai Medium Kritik Sosial Seniman (Studi Kasus "Jogja Asat")" menerangan bahwa mural adalah lukisan dinding di ruang publik, terutama yang menghadap atau bisa dilihat dari jalan. 

Mural menjadi salah satu medium penyampai aspirasi kritik sosial. Beragam perasaan gelisah, kecewa, dan amarah dituangkan oleh seniman melalui karya seni jalanan ini.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa mural digunakan sebagai medium kritik sosial pada tahun 70-an yang pada masa itu gerakan seni rupa baru muncul. Pada masa Orde Baru, kelompok seniman muda berhasil melawan dominasi dan hegemoni kelompok seniman tua. 

Kedekatan antara mural dan publik dimanfaatkan sebagai medium kritik dengan harapan pesan terhadap isu yang diangkat dapat sampai kepada masyarakat. Selain itu, praktik menghuni ruang yang dilakukan para seniman dengan medium mural dapat dilihat sebagai upaya perebutan kuasa simbolik karena menyempitnya ruang berekspresi bagi masyarakat. 

Kritik melalui novel 

Saini KM dalam bukunya berjudul Protes Sosial dalam Sastra menerangkan bahwa tindakan protes merupakan salah satu bagian dari keterarahan kesadaran manusia terhadap realitas yang ada. Tindakan protes sosial tersebut dapat memunculkan kreativitas, salah satunya dalam bidang sastra. 

Salah satu karya sastra adalah novel. Berbagai isu mengenai kritik sosial dapat dituangkan dalam novel. Terdapat beberapa novel yang mengangkat isu-isu sosial, seperti novel Saman karya Ayu Utami yang membahas isu feminisme, novel O karya Eka Kurniawan yang berisi kritik sosial tentang kekerasan dan penyiksaan, serta novel Menunggu Matahari Melbourne karya Remy Sylado yang mengkritik kondisi sosial bangsa Indonesia. 

Pembahasan tentang bagaimana Voice of Baceprot berani mengutarakan kritik sosial melalui lagu metal dapat didengar lebih lengkap dalam siniar BEGINU bertajuk "Voice of Baceprot dan Suara-suara Berisik yang Disepelekan".

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun