Oleh: Alifia Putri Yudanti
Seorang jurnalis sangat erat kaitannya dengan data. Nantinya, data tersebut berguna untuk menunjang penulisan berita agar informatif dan dapat dipertanggungjawabkan.
Data itu dapat diperoleh lewat wawancara, buku, atau artikel di internet. Namun, sayangnya, kini banyak tersebar data palsu yang kredibilitasnya masih dipertanyakan.
Maka dari itu, Aiman Witjaksono, sebagai seorang jurnalis investigasi, membutuhkan kecerdasan dan ketelitian. Selain itu, ia perlu juga kemampuan memilah dan memverifikasi data agar terhindar dari hoaks.
Melalui siniarnya bertajuk "Perang Batin dan Hoaks" yang telah memasuki musim kedua, Jurnalis Harian Kompas ini mengungkapkan pengalamannya saat berhadapan dengan data-data yang ia temukan.
Pengecekan Data Menjadi Krusial
Menurut Aiman, sebagai jurnalis, wajib hukumnya melakukan pengecekan data secara menyeluruh ketika mendapat sebuah informasi.
Ada beberapa tiga tahap riset yang bisa dilakukan. Pertama adalah studi kepustakaan, baik melalui buku atau artikel di internet. Namun, para jurnalis tak boleh berhenti di tahap pertama karena keabsahan yang diterima masih sangat minim.
Kedua adalah melakukan cek lapangan. Ia pun menambahkan, "Karena kalo studi literatur dalam tanda kutip googling saja, ya, itu gak akan tercapai fungsi check and recheck itu."
Terakhir adalah mencari opini dari sudut pandang lain lewat metode wawancara. Para jurnalis bisa mewawancarai narasumber yang ahli dalam bidangnya agar makin kredibel.
"Tiga hal itu maka dilakukan adalah bagian dari check and recheck seorang jurnalis. Apakah cukup? cukup," pungkasnya.
Tak Semua Data Boleh Dipublikasi
Meskipun setiap saat para jurnalis berkutat dengan data, namun ada juga sumber informasi yang sensitif. Bahkan, apabila ia sebarkan ke publik bisa berpotensi mengancam nyawa.
Namun, Aiman pun menanggapinya dengan santai. Menurutnya, itu semua adalah risiko seorang jurnalis dan tak masalah apabila mereka menemukan data tersebut.
Justru, data itu bisa menjadi acuan untuk mencari informasi lainnya. "Jadi, gak masalah. Semakin banyak data, semakin bagus. Dan bukakah data is the new oil?"
Aiman juga bercerita bahwa ia pernah mendapatkan BAP (Berita Acara Pemeriksaan) dugaan korupsi KPU dengan tersangka Mulyana Kusuma. "BAP itu gak bisa serta-merta disampaikan. Karena itu sifatnya rahasia," tambahnya.
Akan tetapi, seorang jurnalis harus mengetahui data mana yang boleh dipublikasikan dan tidak.Â
Apabila nekat menyebarluaskan dokumen rahasia, akan ada sanksi hukum yang menanti, "Karena ada sanksi hukum dari penyebarluasan dokumen-dokumen yang tidak boleh disebarluaskan."
Tetap Teguh pada Data yang Ditemukan
Selain itu, Aiman juga kerap menemukan data-data mencengangkan. Namun, tanpa khawatir, ia tetap memegang teguh nilai-nilai seorang jurnalis.
"Saya tidak bisa selalu dalam pekerjaan itu menganggap bahwa pekerjaan ini tentang saya. Ini adalah pekerjaan tentang kita, tentang peradaban."
Aiman tak pernah menyajikan berita hanya untuk dirinya. Ia memiliki prinsip untuk membantu publik demi meluruskan hal-hal yang selama ini keliru.
"Karena bicara jurnalisme, bukan bicara individu jurnalis. Tapi bicara jurnalisme adalah bicara nilai yang harus kita perjuangkan," tutupnya.
Kisah perjalanan Aiman lainnya sebagai seorang jurnalis investigator bisa kalian dengar lewat siniar Aiman Witjaksono di Spotify. Ikuti juga siniar agar tak tertinggal setiap episode terbarunya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H