Oleh: Alifia Putri Yudanti & Brigitta Valencia Bellion
LOGIKA merupakan salah satu cabang ilmu epistemologi di filsafat. Dengan logika, semua informasi yang didapatkan akan diproses terlebih dahulu agar objektif.Â
Oleh karena itu, logika sebenarnya sangat penting untuk dipraktikkan agar banyak orang tak terjebak di pemikiran yang salah.Â
Dalam KBBI, logika didefinisikan sebagai pengetahuan tentang kaidah berpikir yang tepat (science of proper reasoning).Â
Melalui definisi tersebut, logika sering kali dipahami sebagai rasional. Padahal, rasionalitas berbeda dengan logika karena ia merupakan proses penalaran dari awal argumen itu ada hingga kesimpulan.Â
Akan tetapi, keduanya masih berhubungan karena logika hadir untuk memeriksa rasionalitas argumen tersebut apakah isinya sahih atau tidak.Â
Apabila dari pertanyaan yang diajukan tak bisa dijawab dengan benar, maka argumen tersebut dapat dikatakan tidak rasional.Â
Sementara itu, logika mengusung konsep dasar yang didefinisikan oleh Aristoteles bahwa tidak mungkin orang percaya pada sesuatu yang ada sekaligus tak ada.Â
Misalnya, saat di depan mata hanya terdapat satu gelas berwarna biru, kita tak bisa menyebut ada gelas warna merah saat itu juga.Â
Hal itu dianggap tak rasional karena konsep warna biru lebih dahulu terbentuk, kecuali pada orang yang memiliki masalah pada penglihatannya.
Cara menghindari kesesatan berpikirÂ
Jadi S. Lima, seorang pengajar Hermeneutika, dalam siniar OBSESIF mengungkapkan bahwa masih banyak kesesatan berpikir yang dilakukan oleh masyarakat.Â
Kesesatan ini tanpa disadari sering dilakukan sehingga membuat argumen atau opini seseorang tak berkembang.Â
Kesesatan berpikir (logical fallacy) yang pertama adalah menggunakan ad hominem.Â
Seseorang akan menitikberatkan argumen pada 'siapa' yang berbicara daripada isi argumennya.Â
Hal ini sering terjadi saat mendengar penjelasan dari orang yang memiliki status lebih tinggi.Â
Oleh karena itu, kita langsung menganggap apa yang dikatakannya benar. Sementara saat orang 'biasa' menyanggahnya, ia dikatakan salah.Â
Padahal yang harus diutamakan dalam berlogika adalah isi dari argumennya, bukan sosok yang mengutarakannya.Â
Hal ini sangat kontradiktif karena manusia?tanpa memandang status?bisa saja melakukan kesalahan saat berbicara.Â
Oleh karena itu, objektivitas dan daya kritis dalam melihat argumen harus lebih dulu diprioritaskan.Â
Kesesatan berpikir lainnya adalah post hoc ergo propter hoc, yaitu ketika seseorang menyalahkan sesuatu hal sebelum peristiwa atau kejadian terjadi.Â
Misalnya, saat sedang berkunjung ke rumah teman, kemudian turun hujan. Akan tetapi, yang disalahkan karena hujan itu turun adalah orang yang datang berkunjung.Â
Padahal, hal tersebut hanyalah suatu kebetulan yang tak dapat dijelaskan secara rasional.Â
Jadi juga menambahkan bahwa untuk menghindari kesesatan berpikir, diperlukan sikap yang bijak, tidak sombong, dan bersedia untuk mendengar opini orang lain.Â
Selain itu, kita juga harus memandang semua orang setara sehingga tak akan ada paksaan bahwa argumen kita yang paling benar.
Manfaat menggunakan logika dalam kehidupanÂ
Apabila telah memahami logika secara mendasar, perlahan kita akan merasakan manfaatnya.Â
Secara tak langsung, pikiran akan lebih terbuka karena siap untuk menerima perbedaan argumen.Â
Dengan begitu, kita juga akan meningkatkan rasa empati karena menghargai setiap jawaban-jawaban dari orang lain.Â
Selain itu, dengan logika, kita juga dapat melihat permasalahan dari sudut pandang luas sehingga solusi akan ditentukan untuk jangka waktu lama.Â
Untuk mencari solusi, diperlukan pertimbangan matang terhadap berbagai aspek. Oleh karena itu, solusi tersebut kemudian ditinjau kembali apakah sudah sesuai atau belum untuk menyelesaikan masalah.Â
Dengan logika, kita juga dapat meruntutkan argumen atau pertanyaan yang akan diutarakan.Â
Pada forum-forum, sering kali kita melihat penanya yang justru memutar-mutar inti pertanyaannya.Â
Hal itu merupakan contoh bahwa seseorang tak memiliki logika yang cukup baik. Seseorang berlogika akan bertanya dengan menggunakan kalimat yang singkat, padat, dan jelas; membicarakan 'masalah' kemudian pertanyaannya.Â
Selain pada diri sendiri, logika juga bermanfaat untuk mengkritisi argumen orang lain.Â
Jadi juga menambahkan, "Logika itu kayak apa ya... kayak pisau cutter. Kalau pisau kamu tajam, kamu bisa berbuat banyak. Dan enggak perlu keluar tenaga terlalu banyak, dan irisan kamu rapih. Kalau cutter-nya tumpul, irisannya enggak rapih, tenaganya keluar banyak, kerjanya enggak bisa banyak."Â
Pembentukan karakter dengan logikaÂ
Selain memiliki banyak manfaat, logika juga dapat membentuk karakter kita menjadi pribadi lebih baik lagi. Dengan logika, kita dituntut menjadi orang yang bijak kepada diri sendiri dan orang lain.Â
Kita juga akan terbiasa menjawab pertanyaan dengan jujur dan akuntabel karena kebenaran sangat dihargai.Â
Kita juga akan senantiasa memiliki sikap kerendahan hati karena setiap argumentasi akan dihargai, baik itu salah atau benar.Â
Sikap tersebut kemudian dapat membawa diri untuk terus berefleksi dengan menerima hal yang benar dan meninggalkan yang salah.Â
Dalam siniar OBSESIF bertajuk "Logika Berpikir, Awal Kebebasan dan Kesetaraan", Jadi S. Lima memberikan penjelasan secara mendasar terkait logika yang ternyata memiliki segudang manfaat.Â
Logika yang menjadi dasar pemikiran, digunakan sebagai pijakan untuk menghadapi tantangan zaman.Â
Dengarkan siniarnya sekarang juga melalui tautan berikut https://bit.ly/obsesifS3E2.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H