Alkohol, yang merupakan minuman hasil fermentasi, kini sudah menjadi gaya hidup bagi sebagian orang Indonesia. Meskipun memiliki manfaat apabila diminum dengan tepat, tapi konsumsi yang berlebihan, juga bisa membahayakan kesehatan kita.Â
Di Indonesia, menurut data Badan Pusat Statistik, terdapat penurunan jumlah konsumsi alkohol per kapita dari tahun 2019 ke 2020, yaitu 0,41 L ke 0,39 L. Namun, sayangnya penurunan itu tak terlalu berdampak signifikan karena masih ada kasus kematian akibat minum alkohol oplosan.Â
Alkohol bisa berdampak pada kesehatan mental. Dalam siniar Tinggal Nama episode keempat bertajuk "Huruf V yang Misterius" dengan tautan akses https://dik.si/tn_hurufv, diketahui bahwa pembunuh seorang gadis bernama Victoria, yaitu Mick, merupakan pecandu alkohol berat. Saat mabuk, ia tak sadar atas berbagai hal buruk yang telah dilakukan.
Menurut artikel Forbes Health "The Good---And Bad---Health Effects Of Alcohol", alkohol juga bisa membuat peminumnya kecanduan. Tubuh akan terus "meminta" apabila kita sudah tak merasakan efek berat seperti saat pertama kali minum.Â
Dari situ, kinerja organ dalam, seperti hati, lambung, dan ginjal pun memburuk karena terus diberi asupan yang tak sehat.Â
Lantas, bagaimanakah fenomena minuman alkohol di Indonesia?Â
Banyak Menjadi Penyebab Kecelakaan Saat BerkendaraÂ
Beberapa waktu lalu, kita dihebohkan dengan kasus kecelakaan mobil dengan korban Laura Edelenyi. Sementara pelaku, Gaga diduga tengah mabuk saat berkendara. Bahkan, menurut laporan Kompas.id, 22 warga Nusa Tenggara Timur tewas akibat kecelakaan lalu lintas yang sebagian besar dipicu pengaruh konsumsi minuman beralkohol.
Penyebab kecelakaan sendiri memiliki beragam faktor, salah satunya adalah kesalahan perilaku manusia. Laporan Pan American Health Organization menyebutkan bahwa konsumsi alkohol merupakan salah satu faktor yang menimbulkan kesalahan perilaku manusia.Â
Sebanyak 5--35 persen kematian yang terjadi di jalan disebabkan karena pengaruh alkohol.Â
Masih dengan sumber yang sama, mengonsumsi alkohol dapat menurunkan beberapa kemampuan penting untuk keselamatan pengemudi, seperti penglihatan dan refleks. Selain itu, pengemudi yang sedang tak sadar, sulit untuk menentukan kecepatan dan terkadang luput menggunakan pengaman, seperti helm atau seat belt.Â
Miras Oplosan yang Kerap Meregang NyawaÂ
Setiap tahunnya, kita tak asing dengan berita miras oplosan yang merenggut nyawa peminumnya. Pada awalnya, miras oplosan merupakan minuman beralkohol dengan kadar alkohol yang rendah.Â
Saat ini banyak oknum yang mengombinasikan miras dengan bahan campuran berbahaya, salah satu diantaranya adalah metanol.Â
Penelitian Pradana dan Priyono (2021) berjudul "Intoksikasi Alkohol Akibat Minuman Keras Oplosan" menyebutkan bahwa metanol sering digunakan sebagai campuran minuman oplosan karena harga metanol yang relatif lebih murah.Â
Produk seperti ini disebut alkohol denaturasi dan biasanya terkandung di dalam cairan pembersih.Â
Data WHO menyebutkan bahwa sebanyak 320 ribu orang pada usia 15--29 tahun meninggal dunia setiap tahunnya karena keracunan metanol. Gejala yang ditimbulkan biasanya baru terjadi setelah enam jam, seperti gangguan penglihatan (pandangan kabur atau buta total), kesadaran menurun, kejang umum, koma, hingga kematian.Â
Miras oplosan ini ternyata lebih sering dikonsumsi oleh remaja. Riset yang dilakukan oleh Lakpesdam PWNU DKI Jakarta menyebutkan bahwa 65 persen responden mengaku pernah mengonsumsi minuman keras oplosan. Menurut riset itu, persentase ini tinggi karena miras ini mudah diperoleh di warung-warung pinggir jalan.
Minuman Alkohol dalam Masyarakat Toraja di IndonesiaÂ
Di Indonesia, masyarakat Toraja sejak dulu telah mengonsumsi minuman beralkohol yang disebut tuak. Menurut penelitian Rahman dkk. berjudul "Aspek Sosial Budaya pada Konsumsi Minuman Beralkohol (Tuak) di Kabupaten Toraja Utara" di setiap perayaan adat, tuak ini wajib ada.
Tuak berasal dari cairan pohon induk atau nira. Tuak ini masih dikonsumsi untuk menjunjung tinggi nilai-nilai kearifan lokal yang harus tetap dijaga. Ditemukan juga bahwa tuak dapat mengobati diabetes apabila dikonsumsi sesuai kebutuhan.Â
Hal ini dikarenakan kadar gula darah dapat terlarut oleh mineral yang terdapat pada tuak dan dikeluarkan melalui respirasi kencing. Â
Di samping itu, ada pula kesalahan persepsi masyarakat Toraja terhadap tuak. Misalnya, minum tuak bisa memperbanyak ASI bagi ibu yang sedang menyusui. Padahal, semakin sering seorang ibu menyusui, maka semakin banyak produksi ASI yang bisa dihasilkan. Kepercayaan ini biasanya diperoleh dari para generasi tua dan diterima karena keyakinan mereka terhadap ucapan leluhur, tanpa mengetahui pembuktiannya.Â
Dengarkan cerita-cerita kriminal lainnya yang biasanya disebabkan oleh gaya hidup buruk dalam siniar Tinggal Nama. Akses sekarang juga siniarnya di Spotify agar tak ketinggalan setiap episode terbarunya!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H