Dalam hal ini, dibutuhkan kemampuan untuk mengukur hal-hal yang harus kita perjuangkan dan yang tidak. Tidak semua perang, layak untuk dimenangkan.Â
Sadari kapan perlu berhentiÂ
Ada sebuah kutipan yang dipopulerkan oleh Seth Godin, penulis buku The Dip: A Little Book That Teaches You When to Quit (and When to Stick)Â yang menyatakan, "Winners quit all the time. They just quit the right stuff at the right time."Â
Sederhananya, maksud dari kalimat tersebut adalah seorang pemenang atau orang sukses, tahu kapan ia harus berhenti.Â
Berhenti berjuang tidak selalu berkonotasi negatif. Dengan berhenti atau sekadar memberi jeda pada diri sendiri, seseorang justru mendapat kesempatan untuk menilai apakah usaha dan strategi yang telah ia pilih menunjukkan hasil yang linear dengan ekspektasinya.Â
Kemudian, apa saja yang harus menjadi pertimbangan ketika menentukan kapan harus berhenti dan tidak?Â
Ketika segala upaya sudah dikerahkan, akan tetapi tidak menampakkan hasil yang signifikan, maka ini adalah sebuah peringatan. Percobaan tanpa henti yang tidak diimbangi dengan hasil yang positif dikhawatirkan akan berdampak pada tingkat stres yang berlebihan.Â
Stres adalah hal yang baik jika itu mendorong seseorang untuk bekerja keras dan menaikkan level kompetisinya. Namun, apabila melebihi batas yang wajar, kehadirannya justru dapat berimbas buruk, terutama pada kesehatan mental. Ada kalanya, perlu juga mengalibrasi ekspektasi kita terhadap pilihan-pilihan yang sudah kita jalani.Â
Melepaskan energi negatifÂ
Berhenti berjuang dapat menjadi pengalaman paling dilematis karena harus meninggalkan kemajuan yang telah diupayakan dengan segenap waktu dan tenaga.Â
Namun, ada masa ketika seseorang perlu melepaskan keterikatan perasaan yang berlebihan agar dapat melangkah maju. Ketika berhenti, kesempatan untuk kembali bangkit dengan strategi yang baru masih terbuka lebar.Â