Setiap hari manusia menghadapi beragam kejadian yang tidak menentu. Tidak jarang, rencana yang telah diatur dengan rapi pun gagal untuk dieksekusi.
Sebagai upaya untuk menghindari atau bangkit dari kegagalan tersebut, seorang individu biasanya mulai bertanya-tanya, "Mengapa harus terjadi?", "Mengapa hal ini terjadi?", "Siapa yang menyebabkannya?", dan seterusnya.
Menjadi kritis itu baik, tapi coba telaah seberapa jauh tingkat kritis tersebut. Apakah sudah cukup efektif untuk mengantisipasi atau mengatasi kegagalan yang terjadi?
Dalam siniar ( podcast ) Smart Inspiration, wirausahawan sekaligus motivator Tung Desem Waring dalam membagikan sebuah ide yang disebut 'revolusi'. Sebuah cara untuk menggali permasalahan dengan efektif.
Pertanyaan yang Mengubah Pola Pikir
Pertanyaan yang alternatif berlawanan dengan pertanyaan yang standar dan umum. Seorang individu belajar untuk merangkai pertanyaan yang tepat, di waktu yang tepat, serta kepada orang yang tepat agar mendapat jawaban terbaik.
"Kalau Anda pertanyaannya salah, maka jawabannya salah. Anda tanya sama orang yang salah, jawabannya salah," begitu terang Tung seperti dikutip dari episode "Kenali 'Revolusi Pertanyaan' dan Rasakan Dampaknya".
Ia menggambarkan sebuah kasus di mana seseorang yang hendak memulai bisnis yang bertanya-tanya, "Bagaimana jika saya bangkrut?". Tung berpendapat, hal tersebut hanya akan menghasilkan jawaban salah, yakni yang memutuskan keberanian dalam menjawab pertanyaan.
Alih-alih menanyakan hal tersebut, ubahlah pertanyaannya "Bagaimana ya, supaya bisnis saya berhasil?". Sederhana perbedaannya, tetapi bagaimana kita menarasikan pertanyaan dapat berefek pada pola pikir secara keseluruhan.
Pertanyaan yang Tepat Akan Membangun Rasa Optimis
Selain yang bersifat preventif, pertanyaan evaluatif yang revolusioner juga patut diterapkan untuk menemukan permasalahan secara efektif. Contohnya, ketika menghadapi kebangkrutan dalam bisnis yang diakibatkan oleh korupsi karyawan.
Orang yang pesimis akan bertanya, "Mengapa harus saya yang dikorupsi?", "Untuk apa ia mengorupsi saya?", hingga "Mengapa perlu repot-repot membangun kembali bisnis jika suatu saat akan dikorupsi kembali?", "Bagaimana jika saya kembali bangkrut? Sungguh upaya saya akan percuma".
Menurut Tung, "Dia membuat pernyataan; dan pertanyaan yang mengarahkan dia ke emosi yang tidak tepat. Hasilnya, ndak berani buka (usaha) lagi, 'Nanti kalau dikorupsi lagi gimana ?'".
Kontras dengan pertanyaan-pertanyaan tadi, individu yang akan menjawab pertanyaan revolusioner akan cenderung optimis menghadapi kegagalan.
Pertanyaan yang akan dilontarkannya adalah, "Bagaimana cara yang tepat agar saya tidak dikorupsi kembali?", "Bagaimana saya memperkecil kemungkinan untuk dikorupsi oleh karyawan saya?".
Tung merangkum beberapa pertanyaan yang dapat diandalkan seseorang kala menghadapi kegagalan: "yang harus saya syukuri (dari adanya kegagalan ini)?", "Apa yang harus saya pelajari (agar hal yang sama tidakApa lagi?", serta "Apa yang harus saya agar lakukan membuat saya merasa lebih baik?".
Melalui pertanyaan-pertanyaan itu, kelak Anda akan tumbuh menjadi pribadi yang lebih baik dan tidak berlarut-larut dalam penyesalan dan keterpurukan.
Ingin tahu lebih lanjut tentang pertanyaan revolusioner? Dapatkan penerangan selengkapnya di siniar Smart Inspiration persembahan Smart FM dan Medio Podcast Network. Dengarkan di Spotify dengan cara klik ikon di bawah atau mengakses https://bit.ly/SmartBusiness37.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H