Selesai menolak keras niatku, Ibu berjalan cepat menuju kamarnya. Untungnya, dia masih berbaik hati dengan tidak mengatakan itu di depanmu. Aku pastikan saat Ibu sedang meluapkan emosinya itu, kamu sudah dalam perjalanan pulang di dalam bus. Mungkin dengan hati yang menerka-nerka, sebab saat kamu duduk tenang di ruang tamu sambil selalu memasang senyuman, mereka tidak memberikan komentar apa-apa. Membisu.
Maaf, maafkan aku, Jelitaku. Pemilik mata jernih nan sayu.
"Kalau ibumu sudah bicara seperti itu, Bapak tidak punya wewenang lagi," tambah Bapak. Lalu berjalan menuju teras depan, setelah menepuk pundak kananku. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H