Jika sebuah daerah, sebut saja kabupaten, kota atau provinsi merayakan ulang tahunnya, sudah pasti berlangsung meriah. Pemerintah setempat bahkan mengalokasikan dana khusus dari APBD untuk merayakan hari jadi itu. Namun jika 'sekelas' desa atau kampung merayakan ulang tahunnya, rasanya jauh dari hayalan akan menyaksikan seremoni megah laiknya perayaan daerah yang dua atau tiga tingkat di atasnya.
Hal yang ternyata bukan sekadar hayalan ketika kampungku, Desa Tellesang merayakan hari jadinya yang ke-29, kemarin, Senin 3 Desember 2012. Meski saya tidak hadir dalam perayaan hari jadi itu, namun dari kabar yang saya dengar dan foto-foto yang diinfokan dari kerabat keluarga di kampung, ternyata di luar dugaanku. Bahkan saya menyebutnya luar biasa.
Bayangkan untuk sekelas desa terpencil di ujung utara Kabupaten Wajo, hari jadinya dihadiri Gubernur Sulawesi Selatan, Syahrul Yasin Limpo (SYL). Belum lagi kehadiran dua bupati, yaitu Bupati Luwu, Andi Mudzakkar dan Bupati Wajo sendiri, Andi Burhanuddin Unru turut duduk di kursi VIP undangan. Untuk kelas pejabat eselon II di Wajo sudah tidak perlu dipertanyakan kehadirannya, toh Bos mereka saja datang.
Dari gambar yang saya terima, ada sejumlah tenda besar dengan sebuah tenda utama berjejer di Lapangan Sepakbola Latike, arena olahraga kebanggaan Desa Tellesang. Sajian menu khas daerah serta hiburan musik tarian dan beragam agenda seremoni lainnya menghibur undangan dan warga setempat selama acara berlangsung.
Dalam kesempatan itu, disampaikan sejarah singkat Desa tellesang serta sambutan dari sejumlah pejabat. Setelah itu, ada penanda tanganan 13 parasasti desa terbaik pelaku PNPM yang mewakili kecamatannya di Wajo. Kecamatan Pitumpanua sendiri diwakili Desa Tellesang. Ada penyerahan penghargaan dari Mendagri ke Bupati Wajo soal pelaksanaan KTP Elektronik atau E-KTP. Terakhir penyerahan sejumlah bantuan dan undian tiga unit sepeda motor untuk yang hadir.
Di balik kemegahan perayaan HUT Desa Tellesang itu, beragam pendapat bermunculan menjadi sebuah perdebatan. Lagi-lagi nuansa kontroversi itu saya dapat dari perbincangan di jejaring sosial dan kabar dari teman sepermainan di kampung. Mulai dari tanggapan sinis terhadap Kepala Desa, Hasan Basri soal tujuan terselubung dari upaya perayaan hari jadi yang super istimewa ini (meski saya sendiri tidak terlalu paham apa tujuan terselubung itu), sikap apatis sebagian rekanku soal keinginan berpisah dari daerah induk Kabupaten Wajo sulit terwujud, sampai pro kontra kehadiran SYL yang dianggap sebagai bagian tebar pesona jelang Pilgub Sulsel, 22 Januari 2013.
Belakangan saya ketahui kalau kehadiran Gubernur Sulsel pada acara ini bukan 'kerja Sangkuriang' alias disiapkan dalam sekejap karena ingin mejeng jelang Pilgub. Konon, sudah direncanakan sejak perayaan Hari Jadi Tellesang ke-28 atau setahun lalu.
Jika mencermati 'kelas' undangan yang hadir dengan level acara, rasanya memang hebat sekali kegiatan ini. Saya kemudian memaklumi jika bermunculan nada-nada sinis itu. Meski saya tidak terlalu respek dengan nuansa black Campaign yang dimunculkan sebagian kawanku lainnya.
Tapi di sisi lain saya juga mendapat informasi kalau kemasan HUT Tellesang ke-29 ini memang sengaja dibuat dengan sangat meriah, sebagai persembahan terakhir Kepala Desa Hasan Basri karena tahun depan sudah masuk akhir masa jabatannya di periode kedua. Mungkin di lain waktu masih akan ada kesempatan baginya berkarya bagi Tellesang, tapi bukan sebagai kepala desa.
Namun terlepas dari kontroversi yang tak mau kalah hebat dari perayaan hari jadi Tellesang, saya sebagai anak kampung Tellesang merasakan sebuah kebanggaan luar biasa. Meski hanya bisa mendengar kabar dari jauh mengenai hebohnya acara ini.
Pertama tentu saya acungi jempol adalah otak di balik perayaan ini yang tidak lain pemimpin di Desa Tellesang, Hasan Basri. Saya tidak habis pikir, bagaimana dia melakukan lobi-lobi kepada para pejabat itu, sehingga mau meluangkan waktunya hadir di acara HUT sebuah desa terpencil.
Berapa pun dana yang dikeluarkan untuk acara ini, rasanya masih sangat kecil jika dibandingkan meriahnya acara. Banyaknya pejabat yang datang dan tentu saja hebohnya gaung acara ini karena sudah pasti puluhan wartawan dari berbagai media massa juga meliputnya, adalah bayaran yang lebih dari setimpal yang diperoleh Tellesang dan warganya.
Kedua adalah persatuan warga Desa Tellesang yang bahu membahu mensukseskan acara ini. Konon, dari kabar yang saya dengar, menu yang disajikan adalah hasil swadaya warga setempat. Semua warga dilibatkan, utamanya soal menyiapkan hidangan untuk para tamu. Setiap ibu rumah tangga membawa makanan khas buatannya ke lapangan. Keterlibatan yang sejalan dengan konsep acara itu, Sipakatau Sipakalebbi (saling menghargai dan menghormati) dalam peran serta seluruh masyarakat dalam menumbuhkan rasa sayang dan persaudaraan dalam mewujudkan Tellesang yang aman damai dan tentram.
Ketiga, tentu saja soal kehadiran Gubernur SYL. Tidak henti-hentinya saya menyebut sebagai sebuah fenomena luar biasa karena kehadiran SYL dan sejumlah bupati. Terlepas dari apa kepentingan pejabat-pejabat itu hadir, bagi saya sebuah kebanggaan bisa mendengar para pejabat itu berkumpul di desaku yang kecil, terpencil sekaligus tercinta.
Akhirnya saya ingin mengucapkan selamat Hari Jadi Desa Tellesang ke-29, desaku tercinta. Semoga hari-hari selanjutnya menjadi hari-hari membahagiakan bagi warga dan pemangku jabatan di kampung ini karena pemerintah, ulama dan warganya selalu hidup rukun dan damai. Terima kasih kepada orang-orang yang telah bekerja keras mensukseskan acara ini, kalian Luaarrr Biaassaa...!
Sukabumi, dinihari 4 Desember 2012
Salam dari jauh,
Medil Halide
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H